Ini Pengertian, Ciri Ciri dan Jenis Suudzon yang Harus Kita Hindari

Ini Pengertian, Ciri Ciri dan Jenis Suudzon yang Harus Kita Hindari

PeciHitam.org – Di zaman yang serba digital seperti sekarang ini, segala informasi tersebar luas di jagat sosial media. Hal ini mengakibatkan seseorang seringkali mengartikan segala hal yang ia lihat berdasarkan apa yang dipikirkannya. Tidak jarang justru lebih cenderung ke arah suudzon.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Suudzon merupakan lawan kata dari husnudzon. Keduanya merupakan prasangka yang mungkin timbul dibenak masing-masing orang. Jika suudzon diartikan sebagai buruk sangka, maka husnudzon diartikan sebagai berprasangka baik.

Bisa jadi apa yang kita anggap baik belum tentu baik menurut Allah, begitupun sebaliknya, apa yang dianggap buruk oleh kita sebagai seorang makhluk, belum tentu pula buruk menurut Allah.

Oleh sebab itu, tidak sepantasnya kita sebagai makhluk-Nya justru mendahului prasangka Allah. Mengklaim kebenaran individu dengan mengatasnamakan Rabb.

Dalam Islam, suudzon termasuk ke dalam sifat mazmumah (tercela) yang harus dihindari atau bahkan dijauhi oleh seriap orang. Sebagaimana firman Allah Ta’ala berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain” (Al-Hujurat: 12)

Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk menjauhi kebanyakan berprasangka (الظنِّ). Sebab sebagian besar tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Selain itu, dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus.

Kata tajassus jika diterjemahkan berarti mencari-cari kesalahan atau keburukan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk (suudzon). Dalam kamus Lisan al-‘Arab karya Ibnu Manzhur, kata tajassus berarti “bahatsa ‘anhu wa fahasha” yang artinya mencari berita atau menyelidikinya. Mengenai hal ini, Rasulullah Saw bersabda juga pernah bersabda:

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

Baca Juga:  Meneladani Akhlak Mulia Rasulullah Sebagai Suri Tauladan Yang Baik

Artinya: “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Begitu pentingnya seorang muslim agar menjauhi berprasangka terlebih sifat buruk sangka tersebut, lebih lanjut juga diingatkan oleh sahabat Umar bin Khattab, berikut ini:

ولا تظنَّنَّ بكلمة خرجت من أخيك المؤمن إلاَّ خيراً، وأنت تجد لها في الخير مَحملاً

“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.”

Ciri-Ciri Suudzon (Buruk Sangka)

Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan suudzon dan larangan berburuk sangka, selanjutnya mari kita gali lebih dalam mengenai ciri-ciri suudzon. Setidaknya ada 4 ciri utama perbuatan suudzon, antara lain:

Pertama, tidak mengetahui secara langsung. Biasanya para pelaku suudzon ini ialah orang-orang yang tidak melihat atau mengetahui suatu fakta peristiwa secara langsung. Ia hanya mendapatkan kabar berdasarkan apa yang ia dengar ataupun baca di media sosial.

Kedua, pelaku suudzon biasanya sudah terbiasa berprasangka buruk. Sehingga dalam melihat suatu kejadian, hanya berdasarkan pikiran buruknya akhirnya terlahirlah prasangka buruk.

Inilah pentingnya menjauhi prasangka buruk dan memupuk dalam-dalam prasangka baik (husnudzon) agar kita tidak terbiasa berprasangka buruk. Manusia dikaruniai akal untuk berpikir sebaik-baiknya. Hal inilah yang membedakannya dengan makhluk lainnya seperti binatang.

Ketiga, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam hal ini, sekiranya sebuah ucapan, perkataan, ataupun sikap seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan, maka disebut suudzon (buruk sangka).

Buruk sangka yang seperti ini biasanya juga disebut dengan istilah tuhmah atau tuduhan. Ia menuduh orang lain tanpa adanya bukti nyata atas apa yang tidak diperbuat oleh yang tertuduh.

Baca Juga:  Begini Cara Sampainya Wahyu Suci kepada Nabi Muhammad SAW

Nah, tuduhan semacam inilah yang dapat menjadi fitnah. Baik sifat suudzon, tuhmah ataupun fitnah, ketiganya merupakan hal yang saling berkaitan.

Keempat, berdasarkan pengalaman. Salah satu sebab timbulnya suudzon biasanya karena ia memiliki pengalaman yang buruk tentang orang lain, sehingga muncullah anggapan (prasangka) buruk tersebut atas pengalaman yang telah ia alami sebelumnya.

Hal ini mengakibatkan secara tidak sadar, pikirannya mengolah informasi atau kabar yang dengar berkaitan dengan orang lain kemudian dikaitkan dengan pengalaman terdahulu. Padahal belum tentu apa yang ia sangka itu benar adanya.

Itulah empat ciri yang paling utama dari suudzon, keempat ciri tersebut biasanya saling berkaitan atau saling melengkapi satu sama lain.

Jenis-Jenis Prasangka Buruk

Jika kita klasifikasikan berdasarkan objeknya, paling tidak, ada 4 jenis suudzon, antara lain sebagai berikut:

Pertama, berprasangka buruk atau suudzon terhadap diri sendiri. Hal ini digolongkan sebagai kekurangan dalam berpikir sehingga ia memandang lemah atau rendah terhadap kemampuan pribadi yang dimilikinya.

Sifat semacam ini perlu dihindari, sebab seringkali akan menghambat kita dalam mengembangkan kemampuan dan seringkali melahirkan sifat-sifat negatif lainnya seperti mudah putus asa, tidak percaya diri, unsecure, dll.

Kedua, berprasangka buruk atau suudzon terhadap orang lain. Jenis suudzon semacam ini seringkali kita temui di masyarakat. Biasanya disebabkan karena kurangnya daya pikir seseorang, memiliki kepentingan tertentu, iri, cemburu, marah kepada orang lain. Kesemuanya itu biasanya terakumulasi menjadi sebab munculnya suudzon terhadap orang lain.

Ketiga, berprasangka buruk atau suudzon terhadap keadaan. Biasanya suudzon jenis ini muncul ketika ia merasa bahwa keadaan saat itu tidak mendukungnya. Sehingga apa yang akan ia lakukan dirasa akan sia-sia. Inilah yang disebut buruk sangka terhadap keadaan.

Perlu diingat bahwa buruk sangka berbeda dengan waspada. Jika buruk sangka berdasarkan penilaian, sedangkan waspada tidak. Waspada lebih condong terhadap upaya utuk berjaga-jaga atau mempertahankan diri. Sehingga lebih mengedepankan pertimbangan rasio.

Baca Juga:  Benarkah Wali Allah tidak Pernah Mati? Ini Penjelasannya

Salah satu contoh waspada, misalnya ketika kita berada dalam keadaan seperti sekarang ini, ditengah wabah pandemic yang mengharuskan kita untuk mengurangi kontak fisik dengan orang lain sehingga disarankan agar beraktivitas di rumah. Ini merupakan suatu upaya untuk berjaga-jaga atau mempertahankan diri agar tidak tertular atau pun menulari orang lain.

Keempat, berprasangka buruk atau suudzon terhadap Allah. Seringkali seseorang merasa bahwa Allah berbuat tidak adil kepada hambanya. Sebab merasa bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh namun hasilnya tidak sesuai harapan.

Seolah Allah hanya menakdirkan sesuatu yang buruk kepadanya. Padahal tidak semua hal yang kita inginkan, baik untuk kita dan baik di mata Allah. Begitu pula sebaliknya.

Dari penjelasan yang telah disebutkan di atas, alangkah baiknya jika kita selalu menjauhi suudzon dan mengedepankan sifat husnudzon (baik sangka).

Sebab sifat suudzon lambat laun dapat menjauhkan kita dari rasa kasih sayang, cinta kepada orang lain. Jangan sampai hawa nafsu mengalahkan akal dan pikiran. Rasa tersebut akan berubah menjadi kebencian semata.

Katakan tidak pada buruk sangka, namun juga tetap harus waspada. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq