Pecihitam.org – Adzan menurut bahasa adalah pemberitahuan, sedangkan adzan menurut syariat adalah seruan untuk mengabarkan akan masuknya waktu sholat dengan menggunakan lafadz lafadz tertentu (sighot adzan), yang bertujuan untuk mengajak kaum muslim melaksanakan sholat fardhu berjamaah. Hukum adzan adalah Sunnah, dan dalam masalah adzan tentu melibatkan muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) maka apa saja syarat sah adzan dan Muadzin yang harus diketahui?
Dikutip dari kitab Mughni al-Muhtaj karya Muhammad Syirbini al-Khotib, beliau menyebutkan Ada beberapa perkara yang menjadi syarat sah muadzin, yaitu:
1.
Islam
Seorang muadzin disyaratkan harus islam, jika orang kafir maka adzan nya tidak sah, karena bukan ahli ibadah, dan dia tidak meyakini adanya sholat yang ditandai dengan adanya adzan. Adapun adzan nya orang kafir adalah mencaci orang islam, jika seoarang muslim adzan kemudian dia murtad setelah adzan tersebut maka muslim yang lain boleh mengulangnya, namun, tidak disunnahkan karena adzan di kumandangkan sebelum dia murtad.
2. Berakal
Seorang muadzin disyaratkan berakal, maka tidak sah adzan nya orang gila, karena mereka bukan termasuk ahli ibadah.
3.Tamyiz
Anak kecil yang sudah tamyiz dan berakal, maka sah adzannya, karena anak kecil itu termasuk ahli ibadah.
4. Laki laki
Syariat adzan dikumandangkan oleh seorang lelaki, meskipun anak kecil laki laki yang mumayiz, maka tidak sah adzannya perempuan dengan hadirnya seorang laki laki, seperti halnya tidak sah perempuan menjadi imam bagi laki laki. Apabila seorang wanita adzan dengan adanya kaum lelaki, maka adzan nya tidak sah, namun apabila dia beradzan untuk dirinya sendiri atau jamaah wanita yang lain nya, maka hukumnya sunnah, jika ia tidak mengeraskan suara, yaitu hanya didengar oleh dirinya dan para jamaahnya.
Adapun syarat sah adzan adalah:
1. Mengeraskan suara
Termasuk syarat sah adzan yang harus diketahui adalah mengeraskan suara, karena sebagai pemberitahuan akan masuknya waktu sholat, dan seruan untuk sholat berjamaah. Adzan tidak menjadi sempurna kecuali dengan mengeraskan suara, yaitu ketika dikumandangkan di masjid, dan bertujuan untuk shalat jamaah. Akan tetapi, jika bertujuan untuk dirinya sendiri, maka tidak disyaratkan mengeraskan suara. Namun jika seseorang beradzan di masjid untuk dirinya sendiri sedangkan disana terdapat jamaah, maka disunnahkan melirihkan suara, karena dikhawatirkan seseorang yang mendengar mengira masuknya waktu sholat yang lain.
Dalam riwayat Bukhori dalam kitab Shohih nya disebutkan bahwa:
أن أبا سعيد الخدري قال له إني أراك تحب الغنم والبادية فإذا كنت في غنمك أو باديتك فأذنت بالصلاة فارفع صوتك بالنداء فإنه لا يسمع مدى صوت المؤذن جن ولا إنس ولا شيء إلا شهد له يوم القيامة قال أبو سعيد سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم
Bahwasannya nabi Muhammad saw berkata kepada Abu Said Al- Khudri ra “Sesungguhnya aku melihatmu menyukai kambing dan pedalaman, jika kamu berada di kambingmu dan pedalamanmu maka beradzanlah untuk sholat, dan keraskan suaramu untuk adzan karena sesungguhnya jin dan manusia tidak mendengarkan suara itu kecuali mereka menyaksikan di hari kiamat.
2. Masuknya waktu sholat
Disyaratkan dalam adzan masuknya waktu sholat, karena adzan adalah seruan untuk mengetahui masuknya waktu sholat, maka tidak boleh jika dilakukan sebelum masuknya waktu sholat, karena akan menyebabkan rasa bingung bagi pendegarnya, kecuali adzan yang dikumadangkan selain untuk panggilan sholat fardhu.
seperti riwayat Imam Bukhori dalam kitab Shohih nya
وإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم ثم ليؤمكم أكبركم
“jika waktu sholat telah tiba maka adzanlah salah satu dari kalian”
3. Mengetahui waktu-waktu adzan
Disyaratkan bagi seorang muadzin untuk mengetahui waktu adzan disetiap sholat, baik dia mengetahui dengan sendiri atau orang lain memberi kabar padanya; ini menujukkan bahwa seorang yang buta sah melakukan adzan, jika orang lain mengabarkan akan masuknya waktu sholat tersebut, seperti hadist Ibnu Umi Maktum “beliau (Ummi Maktum) adalah seorang sahabat yang buta, ia tidak akan mengumadangkan adzan (subuh) sampai ada seorang yang berkata ‘sudah subuh, sudah subuh’ (Lihat di Fathul Bari li ibn Hajar bab Adzanul A’maa juz 2 hal. 99)
4. Tertib
Wajib bagi seoarang muadzin untuk mengurutkan lafadz-lafadz adzan sesuai dengan sighot adzan yang telah disyariatkan, karena meninggalkan tertibnya lafadz adzan berarti ia telah mempermainkannya.
5. Berurutan
Bagi muadzin wajib mengurutkan lafadz-lafadz adzan, tanpa adanya pemisah yang lama diantara kalimat-kalimat tersebut, karena meninggalkan muwalah akan merusak seruan adzan, dan diperbolehkan diam sebentar lalu melanjutkannya kembali.
6. Tidak boleh menambah, merubah atau mengurangi kalimat adzan
Dari penjelasan diatas, maka itulah Syarat Sah Adzan dan muadzin, yang Harus diketahui oleh muadzin. Wallahu A’lam.