Syekh Ahmad al-Jami, Sosok Pemabuk yang Hijrah Jadi Ulama Sufi

Syekh Ahmad al-Jami, Sosok Pemabuk yang Hijrah Jadi Ulama Sufi

Pecihitam.org – Syekh Ahmad al-Jami bernama lengkap Ahmad bin Abul Hasan Jami Namaqi Tursyizi. Ia lahir di Namagh (sekarang Kashmar) dekat Tursyiz di Khorasan, Persia (Iran).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sufi asal Iran ini adalah tokoh sufi abad kelima Hijriah. Dimana ia lahir pada 1084 Masehi atau 441 tahun pasca Hijrah Nabi. Dalam dirinya mengalir darah keturunan seorang sahabat Rasulullah SAW, Jarir bin Abdullah.

Syekh Ahmad lahir dari keluarga petani. Ia dijuluki “the Colossal Elephant” atau “Gajah Besar”, yang dalam bahasa Persia; “Zandapil”. Itu karena tubuhnya yang tinggi-besar, kuat dan sosoknya yang pemberani.

Bahkan, seorang penulis biografinya, Sadiddin Mohammad Gaznavi, menulis teks biografi itu dengan judul Maqamat-e Zandapil Ahmad-e Jam (1967 M.). Ia berambut merah, berjenggot warna anggur, dan bermata biru gelap.

Di masa muda, ia banyak berpesta minum anggur bersama teman-temannya. Hal itu dilakukan Syekh Ahmad muda hingga menjejak usia 22 tahun.

Konon, ia hijrah dari kehidupan “minum anggur” ke spiritualitas ketika pada suatu malam minuman memabukkan itu berubah menjadi jus anggur biasa. Subhanallah, maha suci Allah sang maha pemberi hidayah.

Baca Juga:  Tuan Guru Reteh: Syekh Abdurrahman Ya’qub (1912-1970)

Setelah kejadian tersebut, Syekh Ahmad meninggalkan dunia gelap itu. Ia kemudian bertapa, mengasingkan sekaligus melakukan penyucian diri selama 18 tahun. 12 tahun pertama dilakukannya di pegunungan Namagh dan 6 tahun berikutnya di pegunungan Bizd.

Dalam fase itu, Syekh Ahmad menelaah dan mendalami spiritualitas Islam. Pungkasnya, pada usia empat puluh tahun ia “turun gurung”, kembali ke masyarakat dan membimbing mereka ke jalan Allah Ta’ala.

Mula berdakwah, masyarakat tidak menghargai kehadiran Syekh Ahmad. Namun, setelah ia dikenal bisa menyembuhkan penyakit, namanya masyhur dan banyak orang berduyun “sowan” kepadanya. Banyak orang yang dulunya pemabuk, bertaubat.

Syekh Ahmad membimbing mereka dari dunia gelap ke jalan pertaubatan. Dalam buku biografinya, Sadiddin Muhammad Ghaznavi memberi Syekh Ahmad gelar kehormatan “Syaikh al-Islam”.

Baca Juga:  Gus Mus, Ulama Pertama Raih Penghargaan Yap Thiam Hien

Syekh Ahmad menetap di Ma’ad Abad (sekarang Torbat-e Jam). Di kota ini ia membimbing murid-muridnya, membangun masjid dan sebuah “padepokan sufi” atau “khaniqah”.

Selain sebagai pendakwah dan guru Sufi, Syekh Ahmad juga sosok produktif penganggit kitab. Kitab-kitab penting karyanya yang patut dicatat adalah (dalam judul bahasa Arab); Miftah al-Najah, Kanuz al-Hikmah, dan Siraj al-Sairin.

Aktivitas dakwahnya tidak melulu berkutat di wilayah Ma’ad Abad semata. Ia nyaris mengunjungi seluruh wilayah di Khorasan masa itu. Selain di wilayah Khorasan Iran, Syekh Ahmad juga mengunjungi dan berdakwah di wilayah Herat (Afganistan Utara) dan Merv (Turkmenistan Selatan).

Boleh dibilang, aktivitas sufistik Syekh Ahmad membentuk, secara geografis, “segitiga sufisme” Iran-Afganistan-Turkmenistan.

Syekh Ahmad al-Jami menikah dengan delapan istri. Disebutkan, ia memiliki empat belas orang anak, beberapa diantaranya menjadi sosok terkenal dan mengarang berbagai kitab.

Menurut catatan Ensiklopedia Iran, pada tahun 1436 Masehi anak-turunan Syekh Ahmad menyebar di wilayah Jam, Naisabur, Herat, dan wilayah sekitarnya berjumlah sekitar seribu orang. Keluarga Syekh Ahmad al-Jami sangat dihormati dan berpengaruh hingga sekarang, khususnya di wilayah Jam dan Herat.

Baca Juga:  Habib Mundzir Al-Musawwa, Seorang Ulama yang Sangat Merindukan Rasulullah

Syekh Ahmad al-Jami wafat pada tahun 1141 M. Ia dikebumikan di Ma’ad Abad (sekarang Torbat-e Jam), Provinsi Khorasan Razavi, Iran. Makam Syekh Ahmad berada di halaman sebuah masjid.

Di kompleks pemakamannya itu terdapat museum tempat menyimpan berbagai peninggalan Syekh Ahmad, termasuk bejana tempat air doa untuk mengobati penyakit dan al-Qur’an kuno.

Wallahul muwaffiq.

Mutho AW