Tabarruk di Makam Nabi: Ngalap Berkah dari Rasulullah Saw

Tabarruk di Makam Nabi

Pecihitam.org – Salah satu hal yang banyak diimpikan oleh umat islam adalah ziarah dan tabarruk di makam Nabi Muhammad Saw. Tabarruk berasal dari kata barokah. Tabarruk atau ngalap berkah kepada orang-orang saleh dan tempat yang disucikan oleh kaum Muslim. Berarti tabarruk adalah mencari berkah yaitu mencari kelebihan dan kebahagiaan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tabarruk adalah mengharapkan berkah yang telah Allah sematkan terhadap sesuatu benda atau seseorang sebagai wujud keistimewaannya bukan yang lain. Sejatinya berdo’a atau memohon sesuatu hanyalah ditujukan kepada Allah.

Ada beberapa hal yang menunjukkan tabarruk itu diperbolehkan. Seperti yang diperlihatkan pada masa Rasulullah, dimana ada sahabat yang ber tabarruk kepada barang-barang beliau, sementara nabi tidak melarang bahkan membiarkannya.

Hal itu sahabat lakukan karena begitu besarnya cinta dan kesetiaannya kepada Rasulullah SAW. Bertabarruk kepada Rasulullah SAW sudah sangat jelas tuntunannya dalam hadits. Bahkan beberapa sahabat telah mencontohkan berbagai cara untuk bertabarruk kepada Rasulullah SAW.

Seperti sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Dawud bin Abi Shaleh, beliau mengatakan bahwa suatu ketika Marwan bin Hakan datang di masjid Nabawi dimana juga berdampingan dengan makam Nabi SAW. Kemudian dia melihat seorang laki-laki meletakkan wajahnya di atas makam nabi, dan Marwan menarik leher laki-laki itu seraya berkata,

“Sadarkah apa yang telah engkau lakukan?” Kemudian lelaki itu menengok ke arah Marwan ternyata adalah Abu Ayyub al-Anshari (salah seorang sahabat dari golongan Anshar) kemudian Abu Ayyub Al-Anshari berkata “ya, aku datang bukan untuk sebuah batu, aku datang di sisi Rasul.

Lalu kisah yang diriwayatkan oleh Abu Darda’ menyebutkan: Pada suatu saat, Bilal (al Habsyi) bertemu dengan Rasul dalam mimpinya, beliau bersabda kepada Bilal, “wahai Bilal, ada apa gerangan dengan ketidakperhatianmu? Apakah belum datang saatnya engkau menziarahiku?”

Baca Juga:  Menjadikan Metode Hiwar Sebagai Salah Satu Metode Pendidikan Akhlak

sesaat kemudian Bilal terbangun dalam keadaan sedih, lalu mengendarai tunggangannya dan menuju ke Madinah. Dan Bilal mendatangi kubur Nabi SAW sambil menangis lantas meletakkan wajahnya di atas pusara Rasulullah SAW. Selang beberapa lama, cucu nabi Hasan dan Husain datang, lantas Bilal mendekap dan mencium keduanya.” (Tarikh Damsyiq jil. 7)

Sehingga dapat dikatakan bahwa para sahabat melakukan hal demikian bahkan di makam nabi bukan karena mereka melakukan perbuatan syirik, namun sebagai bentuk kecintaannya yang mendalam serta tabarruk dengan Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah manusia istimewa, kekasih Allah yang dari sebelum beliau lahir hingga wafat bahkan hingga sekarang beliau adalah pujaan, tauladan dan panutan.

Kita sebagai umat dan hamba hanya ingin selalu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kita terhadap diri sendiri. Para sahabat sangat menjunjung tinggi kehormatannya kepada Nabi Muhammad SAW. Begitupun Sultan Ottoman yang juga menjunjung tinggi penghormatannya kepada makam Nabi SAW, karena pada dasarnya mereka menghormati dan mengharapkan berkahnya Nabi Muhammad SAW bukan batu nisannya.

Namun hal baik seperti ini malah dilarang oleh penguasa dua tanah haram di zaman ini. Sampai ketika memegang pagar teralis makam nabi alih-alih ingin bertabarruk malah dilarang bahkan langsung dikeroyok oleh petugas yang berjaga disana.

Tabarruk di makam nabi adalah sebuah hal yang diimpikan banyak orang, karena mengharap keberkahan dari menziarahi makamnya Rasulullah SAW. Sebagai penegasan bahwa meskipun Nabi shallallahu alaihi wasallam yang telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah hadits berikut ini:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «حَيَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ تُحْدِثُوْنَ وَيُحْدَثُ لَكُمْ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ فَإِذَا أَنَا مِتُّ عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ فَإِنْ رَأَيْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ اللهَ وَإِنْ رَأَيْتُ غَيْرَ ذَلِكَ اِسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ » رَوَاهُ الْبَزَّارُ.

Baca Juga:  Inilah Kitab kitab Tafsir dan Pengarangnya yang Populer Sepanjang Zaman

“Dari Abdullah bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Hidupku lebih baik bagi kalian. Kalian berbuat sesuatu, aku dapat menjelaskan hukumnya. Wafatku juga lebih baik bagi kalian. Apabila aku wafat, maka amal perbuatan kalian ditampakkan kepadaku. Apabila aku melihat amal baik kalian, aku akan memuji kepada Allah. Dan apabila aku melihat sebaliknya, maka aku memintakan ampun kalian kepada Allah.” (HR. al-Bazzar, [1925]).

Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam kubur mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah beliau wafat. Hakekat bahwa para nabi dan orang saleh itu masih hidup di alam kubur, sehingga para peziarah dapat bertabarruk dan bertawassul dengan mereka.

Bahkan disebutkan oleh Syaikh Ibn Taimiyah ulama yang sering dijadikan rujukan kalangan Wahabi sebagaimana berikut ini:

وَلاَ يَدْخُلُ فِيْ هَذَا الْبَابِ (أَيْ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ عِنْدَ السَّلَفِ) مَا يُرْوَى مِنْ أَنَّ قَوْمًا سَمِعُوْا رَدَّ السَّلاَمِ مِنْ قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَوْ قُبُوْرِ غَيْرِهِ مِنَ الصَّالِحِيْنَ وَأَنَّ سَعِيْدَ بْنِ الْمُسَيَّبِ كَانَ يَسْمَعُاْلأَذَانَ مِنَ الْقَبْرِ لَيَالِيَ الْحَرَّةِ وَنَحْوُ ذَلِكَ فَهَذَا كُلُّهُ حَقٌّ لَيْسَ مِمَّا نَحْنُ فِيْهِ وَاْلأَمْرُأَجَلُّ مِنْ ذَلِكَ وَأَعْظَمُ وَكَذَلِكَ أَيْضًا مَا يُرْوَى أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَشَكَا إِلَيْهِ الْجَدَبَ عَامَ الرَّمَادَةِ فَرَآهُ وَهُوَ يَأْمُرُهُ أَنْ يَأْتِيَ عُمَرَ فَيَأْمُرَهُأَنْ يَخْرُجَ فَيَسْتَسْقِي النَّاسُ فَإِنَّ هَذَا لَيْسَ مِنْ هَذَا الْبَابِ وَمِثْلُ هَذَا يَقَعُ كَثِيْرًا لِمَنْهُوَ دُوْنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَأَعْرِفُ مِنْ هَذِهِ الْوَقَائِعِ كَثِيْرًا. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم ١/٣٧٣).

Baca Juga:  Mengenal Sifat Boros Israf dan Tabdzir, serta Perbedaanya dalam Islam

“Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama salaf) adalah apa yang diriwayatkan bahwa sebagian kaum mendengar jawaban salam dari makam Nabi shallallahu alaihi wasallam atau makam orang-orang saleh, juga Sa’id bin al-Musayyab mendengar adzan dari makam Nabi shallallahu alaihi wasallam pada malam-malam peristiwa al-Harrah dan sesamanya. Ini semuanya benar, dan bukan yang kami persoalkan. Persoalannya lebih besar dan lebih serius dari hal tersebut. Demikian pula bukan termasuk kemungkaran, adalah apa yang diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang ke makam Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu mengadukan musim kemarau kepada beliau pada tahun ramadah (paceklik). Lalu orang tersebut bermimpi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan menyuruhnya untuk mendatangi Umar bin al-Khaththab agar keluar melakukan istisqa’ dengan masyarakat. Ini bukan termasuk kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orang-orang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan aku sendiri banyak mengetahui peristiwa-peristiwa seperti ini.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirathal-Mustaqim, juz. 1, hal. 373).

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik