Taha Hussein, Sastrawan dan Pemikir Islam yang Mengalami Kebutaan

Taha Hussein, Sastrawan dan Pemikir Islam yang Mengalami Kebutaan

PeciHitam.org – Taha Hussein merupakan seorang pemikir modern liberal. Ia lahir 14 November 1889 di sebuah kota kecil bernama Maghragha dekat hilir sungai Nil. Di usianya yang baru menginjak dua tahun, ia terkena penyakit Opthalmian dan harus merelakan penglihatannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kebutaan yang dialaminya tidak mematahkan semangatnya untuk tetap mengejar cita-cita. Justru seolah ia ingin membuktikan pada khalayak bahwa meskipun buta, hak memperoleh Pendidikan tetap dapat dimiliki oleh siapapun. Banyak sekali tokoh-tokoh penting di Mesir yang mengalami kebutaan.

Pendidikan dasarnya dimulai di maktab, lembaga pendidikan dasar yang kemudian dilanjutkan ke al-Azhar. Setelah lulus, Taha Hussein melanjutkan studinya di Universitas Kairo.

Tiga tahun kemudian ia mendapatkan gelar doktor dan berkarir di universitas tersebut selama tiga puluh tahun sebagai guru besar dan administrator.

Pada tahun 1914, Taha Hussein mendapatkan kesempatan studi di Sarbone University di Paris dan di sinilah dia menikah dengan Suzane Brusseu tahun 1917 yang sangat mendukung suaminya dalam karirnya.

Taha Hussein berhasil mendapatkan gelar doctor yang kedua kalinya setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul The Philosophy of Ibn Khaldun: Introduction and Critism pada tahun 1918.

Baca Juga:  Biografi Singkat AGH Muhammad Rafi’i Yunus Maratan

Ide-ide Taha Hussein berkisar pada masalah pendidikan, meskipun secara khusus ia sangat memperhatikan bahasa, sastra, dan sejarah yang kesemuanya merupakan fenomena kebudayaan.

Sumbangsih ide dan gagasannya kerap kali mengundang kontroversi dari pihak ulama lainnya. Kepiawaiannya dalam menelurkan ide dan gagasan meliputi beberapa bidang, antara lain:

Pertama, Sastra Arab. Kontroversi ide Taha Hussein muncul pertama kali pada tahun 1926 ketika diterbitkan bukunya Fi al-Adab al-Jahili kajian kritis terhadap sastra Arab pra-Islam dan sejarah umat-umat di masa lampau yang berkembang di dunia Islam.

Dengan menggunakan metode-metode akademik kritis modern atau metode ilmiah untuk menganalisis syair-syair kuno Arab, Taha Hussein sampai pada suatu kesimpulan bahwa sebagian besar dari syair-syair yang selama ini diyakini sebagai syair jahili perlu diragukan kebenaran dan keautentikannya.

Kedua, Historiografi. Pendapat Taha Hussein tentang sejarah sebagai ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak kurang kontroversial dibanding pendapatnya tentang syair jahili di atas.

Dalam bukuknya, Fi al-Adab al-Jahili ia menyatakan bahwa Taurat dan al-Quran berkisah tentang Ibrahim dan Ismail, akan tetapi penyebutan nama-nama mereka di dalam Taurat dan al-Quran saja tidak cukup atau belum memadai untuk dijadikan bukti sejarah, biarkan sejarah sendiri yang akan menceritakan imigrasi Ismail putera Ibrahim ke Mekah dan asal-usul bangsa Arab di sana.

Baca Juga:  Biografi Singkat Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf

Kita cenderung melihat di dalam sejarah ini suatu bentuk fiksi untuk menetapkan hubungan antara agama Islam di satu pihak dan Yahudi di lain pihak.

Ketiga, Negara dan Agama. Dalam kesatuan Nasional itu ia melihat agama penting dilihat dari nilai sosialnya yang merupakan isi dari ide nasional serta memperkokoh kesatuan Negara. Islam adalah salah satu faktor di dalam nasionalisme Mesir, karena itu di sekolah-sekolah harus diajarkan agama nasional sebagaimana sejarah nasional diajarkan.

Meskipun agama penting, namun ia tidak dapat dijadikan pemandu dalam kehidupan politik atau sebagai batu ujian dari politik nasional, ide Negara harus didefinisikan di luar istilah-istilah religius.

Keempat, Pendidikan. Sesuai dengan profesinya sebagai pendidik, Taha Hussein mengamati perlunya reformasi sistem pendidikan di Mesir. Tujuan pertama pendidikan adalah peradaban dan ilmu pengetahuan yang merupakan bagian vital dalam pengajaran kebijakan-kebijakan kewarganegaraan serta menciptakan kondisi yang kondusif untuk suatu pemerintahan yang demokratis. Pendidikan harus bersifat universal (umum) dan berhak didapatkan oleh siapapun.

Baca Juga:  Mohammad Natsir; Menghidupkan Pendidikan Islam dari Zakat

Taha Hussein juga sosok penulis yang produktif. Beliau sudah menerbitkan lebih dari 50 buku, di antara karya yaitu al-Fitnah al-Kubra Utsman, al-Ayyam, fi al-Syir al-jahili, Mustaqbal al-Tsaqafah fi Mishr, Mir’ah al-Islam dan lainnya. Beliau wafat pada hari Ahad 28 Oktober 1973.

Mohammad Mufid Muwaffaq