Tanamkan Ajaran Aswaja Sejak Dini, Ansor Cegah Penyebaran Paham Radikalisme

Pecihitam.org – Penanaman ajaran Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) sejak usia dini merupakan salah satu cara mencegah penyebaran paham radikal yang saat ini sudah begitu massif menyusup di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Pamekasan, Miftahul Munir usai memberikan materi keorganisasian di kegiatan Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Madrasah Aliyah Miftahul Ulum, Bettet, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Rabu, 15 Januari 2020.

“Sudah seharusnya menanamkan paham Aswaja sejak dini kepada siswa atau kaum santri. Saatnya memberikan pengetahuan lebih tentang Nahdlatul Ulama, guna menyelamatkan mereka dari pengaruh radikalisme,” kata Miftahul Munir, dikutip dari situs resmi NU, Rabu, 15 Januari 2020

Baca Juga:  Salut, Pemuda Ansor di Lampung Dirikan Bank Sampah

Miftahul mengatakan, sangat penting keterlibatan santri dalam organisasi IPNU.

“Karena dari organisasi ini, mereka akan mengetahui perjuangan NU, termasuk dalam kontribusinya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.

“Melalui IPNU, santri akan tahu seperti apa NU dan bagaimana bentuk dan arah perjuangan NU. Mereka harus tahu keterlibatan para ulama NU dalam kemerdekaan Indonesia,” sambungnya.

Mantan mahasiswa pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya ini juga mengungkapkan bahwa di era yang serba teknologi seperti sekarang, hantaman terhadap Nahdlatul Ulama sangat besar.

“Melalui media sosial ada kelompok yang berusaha membangun stigma bahwa NU adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tidak baik dan tak patut untuk diikuti,” ungkapnya.

Baca Juga:  Politisi Demokrat Bela Aksi Ansor Geruduk Yayasan Pendidikan Rembang yang Dicurigai HTI

“Harus kita sadari di era industri 4.0 ini, hantaman terhadap Nahdlatul Ulama sekarang ini luar biasa. Ada upaya-upaya dari kelompok yang tidak sejalan, memberikan stigma bahwa NU itu tidak baik, dan mereka juga memberikan pemahaman bahwa tidak penting mengikuti ulama-ulama NU,” lanjutnya.

Menurutnya, pengurus IPNU dituntut untuk lebih kreatif lagi dalam mengenalkan kultur NU, sehingga santri dan masyarakat memiliki ketertarikan mengenal NU lebih mendalam.

“Pendekatan kita harus menarik. Agar mereka betah berproses di Nahdlatul Ulama dan tertarik mengenal kultur organisasi yang didirikan oleh Mbah Hasyim Asy’ari ini,” pungkas mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Pamekasan ini.