Tasawuf dalam Pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ulama Panutan Salafi

Tasawuf dalam Pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Pecihitam.org – Banyak yang beranggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar, karena tasawuf timbul dalam islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani, agama Hindu dan Budha. Padahal ini adalah tuduhan dari orang-orang yang tidak memahami tariqah dan tasawuf.  

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada juga yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri dari dunia untuk beribadah kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.

Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan dan di malam hari lampu mereka menjadi penunjuk bagi jalan musafir, dan rahib-rahib ini berhati baik, pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia yang ramai walaupun untuk sementara, berhati baik pemurah dan suka menolong.

Tasawuf dan Tariqah adalah korban yang sering dihujat oleh saudara-saudara seiman. Mereka memandang Tasawuf dan Tariqah sebagai sarang bid’ah, hal-hal yang di buat-buat yang tidak pernah diajarkan dalam Islam atau tidak pernah dilakukan dan diperintahkan Rasul.

Baca Juga:  Pengertian Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat dalam Tasawuf

Dalil utama yang mereka gunakan adalah hadist Nabi Muhammad SAW yang sangat terkenal dan diriwayatkan oleh banyak imam hadist:

وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة. رواه أبو دود والترمذي، وقال: حيث حسن صحيح. (رياض الصالحين/ ج 1، ص. 128)

Artinya: “Hindarilah perkara-perkara yang baru (diada-adakan) karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan bid’ah itu sesat”.

 Lalu bagaimanakah Pandangan Ibn Taimiyah dengan Ibn al-Qayyim? Berikut ini ulasannya!

Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim adalah sepasang guru dan murid yang mereka dikenal karena pemikiran mereka terhadap aqidah yang bertentangan dengan kebanyakan ulama ahlussunnah yaitu mereka beraqidah musyabbihah.

Namun dalam hal tariqah dan tasawuf keduanya sepakat dengan ahlussunnah wal jamaah. Bahkan keduanya juga mendukung dan mengakui kebenaran tasawuf dan tariqah sebagai ilmu untuk membersihkan jiwa manusia.

Ibn Taymiyah misalnya, menyebut para sufi dengan sebutan ahl ‘ulum al-qulub (pakar-pakar ilmu hati) yang perkataannya paling tepat dan paling baik realisasinya (asyaddu wa ajwadu tahqiqan) serta paling jauh dari bid’ah (ab’adu minal bid’ah).

Baca Juga:  Ilmu-Ilmu Islam yang Harus Dipahami Pengkaji Pemula

Kata-kata tersebut Ibn Taimiyah menyebutnya dalam kitabnya yang bernama Majmu’ al-Fatawa. Tentu saja ini sangat berlawananan dengan apa yang diungkapkan oleh Wahabiyah, mereka menyebutkan bahwa tariqah dan tasawuf harus dibasmi sebelum memerangi kaum Yahudi dan Nasrani ini bisa dilihat dalam kitab kaifa nafhamu at-Tauhid.

Dalam kitabnya Amradh al-Qulub wa Syifauha pada halaman 62, ketika berbicara tentang surah al-Kafirun, Ibn Taimiyah berkata: Adapun Qul ya ayyuhal kafirun mengundang tauhid amali iradhi, tauhid praktis yang didasarkan pada kehendak, yaitu keikhlasan beragama semata-mata untuk Allah dengan sengaja dan dikehendaki; dan itulah yang dibicarakan oleh Syaikh-Syaikh tasawuf pada umunya. ” Imam-imam Tasawuf menjadikan Allah satu-satunya yang dicintai dengan cinta yang hakiki, bahkan dengan cinta yang paling sempurna”, Amradh al-Qulub wa Syifauha hal. 68.

Adapun Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, dalam kitabnya Madarij as-Salikin, Juz 1, halaman: 464, beliau mengatakan tentang Abu Yazid Al-Bustami dengan redaksi: “Ini (memelihara dan menjauhkan keinginan dari selain Allah yang Maha Suci) seperti kondisi Abu Yazid al-Bustami semoga Allah merahmatinya mengenai berita tentang dirinya ketika Ia ditanya, “Apa yang engkau inginkan (kehendak)? Ia menjawab, “Aku ingin agar aku tidak ingin yang kedua selain Allah SWT”. Inilah hakikat Tasawuf”.

Baca Juga:  Cinta Tuhan Kepada Manusia, Bagaimana Sebaliknya?

Ini membuktikan bahwa tidak ada yang menolak ajaran kesufian selain mereka yang memang benar-benar bodoh dan menuduh ulama sufi dengan tuduhan yang bathil.

Dalam kitabnya yang lain Badai al-Fawaid, juz 3 halaman 765 (Makkah al-Mukarramah: Maktabah Nizar Mustafa al-Baz. 1996), Ibn al-Qayyim al-Jauziyah berkata: “Tasawuf dan (merasa) fakir diri (hanya butuh kepada Allah) berada dalam wilayah hati”. Wallahu ‘alam.