Tawassul Menurut Pandangan Ahlussunnah Wal Jamaah

tawassul dalam berdoa

Pecihitam.org – Praktik tawasul seperti sering disalah pahami oleh sejumlah orang. Tidak heran jika beberapa kelompok orang ada yang praktik tawasul itu haram, karena menurut mereka praktek tawassul itu mengandung kemusyrikan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

Artinya, “Hai orang yang beriman, takwalah kepada Allah. Carilah wasilah kepada-Nya.”

Tawassul artinya ialah berwasilah atau menjadikan perantara doa di mana seseorang menyertai nama orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan doa itu menjadi istimewa dan diterima oleh Allah SWT. Tawasul juga sifatnya hampir sama dengan sholawat nabi karena itu sholawat itu menyanjung. Sanjungan disitu dimaksudkan agar doa kita di doakan juga oleh Nabi Muhammad SAW dan tersampaikan kepada Allah SWT.

Untuk meluruskan kesalahpahaman atau paham yang salah mengenai tawassul dan menghindari terjadinya kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menjelaskankan dengan terperinci hal-hal terkait dengan tawassul yang perlu diketahui. Pandangan ini lah yang menjadi pegangan dan keyakinan paham Ahlussunah wal Jamaah, yaitu sebagai berikut:

Baca Juga:  Membangun Masjid di Sisi Kuburan, Betulkah Hukumnya Haram?

Pertama. “Tawassul ialah salah satu cara berdoa dan salah satu pintu tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan hakikatnya itu adalah Allah. Sedangkan sesuatu yang dijadikan tawassul bermakna sebagai jembatan dan wasilah untuk taqarrub (mendekat) kepada-Nya. Siapa pun yang berkeyakinan di luar pengertian ini tentu jatuh dalam kemusyrikan.” (Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Hasani al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah).

Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki mengatakan secara jelas pada poin pertama bahwa tawasul adalah salah satu bentuk doa. Artinya, tawasul masih berada dalam lingkaran ibadah kepada Allah yang disebut doa. Sementara pada poin berikut ini dijelaskan bahwa wasilah atau al-mutawassal bih mesti sesuatu atau seseorang adalah kekasih-Nya atau sesuatu yang diridhai-Nya.

Kedua. “Orang yang bertawasul takkan menyertakan wasilahnya dalam doa kecuali karena rasa cintanya kepada wasilah tersebut dan karena keyakinannya bahwa Allah juga mencintainya. Jika yang timbul berlainan dengan pengertian ini, niscaya ia adalah orang yang paling jauh dan paling benci dengan wasilahnya.”

Baca Juga:  Sunnah Menjilati Jari Setelah Makan, Ini Hadits dan Manfaatnya

Pada poin ketiga, Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki mengingatkan bahwa wasilah atau al-mutawassal bih tidak memiliki daya apapun. Kuasa dan daya tetap hanya milik Allah SWT. Orang yang meyakini bahwa wasilah atau al-mutawassal bih dapat memberi pengaruh pada realitas, maka ia telah jatuh dalam kemusykiran yang dilarang Allah SWT.

Ketiga. “Ketika meyakini bahwa orang yang dijadikan wasilah kepada Allah dapat mendatangkan mashalat dan mafsadat dengan sendirinya, setara atau lebih rendah sedikit dari Allah, maka orang yang bertawasul jatuh dalam kemusyrikan.”

Adapun pada poin keempat, Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki mengingatkan bahwa tawasul sebagaimana poin pertama merupakan doa semata. Artinya, ijabah sebuah doa tidak tergantung sama sekali pada tawasul atau tidaknya. Ijabah doa merupakan mutlak hak prerogatif Allah SWT.

Keempat. “Praktek tawasul bukan sesuatu yang mengikat dan bersifat memaksa. Ijabah doa tidak bergantung pada tawassul, tetapi pada prinsipnya mutlak sekadar permohonan kepada Allah sebagai firman-Nya, ‘Jika hamba-Ku bertanya tentang-Ku kepadamu (hai Muhammad), sungguh Aku sangat dekat,’ atau ayat lainnya, ‘Katakanlah hai Muhammad, ‘Serulah Allah atau serulah Yang Maha Penyayang. Panggilan mana saja yang kalian gunakan itu, sungguh Allah memiliki nama-nama yang bagus.”

Baca Juga:  Apakah Orang yang Menjalankan Hukum Selain Islam Itu Menjadi Kafir?

Dengan demikian, dikaitkannya praktik tawassul dan kemusyrikan adalah sesuatu yang tidak berdasar dan tampak dipaksakan. Pasalnya, dengan empat poin tersebut diatas praktek tawassul tidak mengandung syirik sama sekali dan merupakan bentuk adab yang tinnggi. Wallahua‘lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *