Teori Kumun: Penjelasan Penciptaan Alam Semesta Ala Teolog Mu’tazilah

Pecihitam.org– Sepanjang sejarah manusia, pertanyaan perihal bagaimana alam semesta diciptakan selalu menghantui. Mulai dari peradaban Yunani Kuno, Romawi, Babilonia, bahkan peradaban Barat modern seperti saat ini terus bertungkus lumus mencari penjelasan yang benar mengenai bagaimana sebenarnya dunia ini diciptakan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Penjelasan sains terkini memaparkan bahwa alam semesta ini dicipta melalui proses ledakan besar (big bang). Alam semesta bermula dari gumpalan yang meledak, kemudian berevolusi dalam jangka panjang dan lama kelamaan akhirnya membentuk sebuah jagat raya yang saat ini kita tinggali.

Jauh sebelum ilmu fisika dan astronomi modern ditemukan, para teolog muslim juga berusaha menjelaskan perihal bagaimana dunia atau alam semesta ini diciptakan. Seluruh teolog muslim sepakat bulat bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt. Namun, diantara mereka memiliki pandangan yang beragam perihal detail-detail dari penjelasan bagaimana alam ini dicipta.

Salah satu diantara pandangan tentang bagaimana secara persis alam semesta ini dicipta, ada seorang teolog Mu’tazilah bernama Al Nazhzham (w. 845) dengan mengajukan teori penciptaan kumun atau latensi.

Baca Juga:  Stop Rasisme! Papua adalah Indonesia, Papua adalah Kita, #KitaIniSama

Prof. Mulyadhi Kartanegara melalui bukunya Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam, dan Manusia (2017) menjelaskan bahwa teori kumun (latensi) menjelaskan bahwa alam semesta ini dicipta sekali untuk selamanya atau untuk semuanya.

Menurut teori yang digagas Al Nazhzham ini menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta ini secara keseluruhan diciptakan oleh Allah Swt sekali saja, tidak secara terus menerus sebagaimana pandangan kaum naturalis seperti Darwin. Alam semesta ini dalam penciptaannya tidak ada pengulangan dan pembaharuan-pembaharuan.

Jika keseluruhan alam semesta diciptakan sekali jadi untuk selamanya, maka akan timbul pertanyaan perihal bagaimana teori ini dapat menjelaskan berbagai peristiwa-peristiwa besar yang belakangan sering terjadi misalnya bencana alam.

Pertanyaan serupa juga bakal diajukan oleh kalangan naturalis yang memandang bahwa alam semesta ini diciptakan melalui cara yang evolutif jangka panjang dan secara terus-menerus seperti teori dentuman besar (big bang) sebagaimana telah sedikit disinggung di awal.

Baca Juga:  Selain Ubudiyah, Kajian Fikih Lingkungan Hidup Juga Harus Jadi Perhatian Umat

Pertanyaan kritis seperti itu dijawab oleh Al Nazhzham dengan penjelasan yang cukup memuaskan. Menurutnya, teori kumun (latensi) secara bahasa berarti menyembunyikan. Kemudian, secara epistemologis menjelaskan bahwa dunia yang telah diciptakan sekali jadi ini oleh Allah Swt dikeluarkan secara perlahan-lahan.

Kemunculan sesuatu dalam periode-periode yang berbeda tidaklah menandakan sebuah penciptaan baru, melainkan “dikeluarkannya” benda-benda atau makhluk-makhluk tersebut dari persembunyiannya, sesuai dengan rencana Allah Swt.

Menurut Prof. Mulyadhi menjelaskan ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang berbunyi “Dia-lah Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian bertengger dalam singgasana-Nya”(QS. 57:4).

Melalui nukilan ayat tersebut menampakkan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt secara langsung jadi. Kemudian, hanya saja segalanya tidak langsung dikeluarkan secara bersamaan, melainkan diatur sesuai dengan prioritasnya.

Penjelasan teori kumun ala teolog Mu’tazilah ini sangat menarik. Ia menengahi perihal kalangan naturalis yang meyakini bahwa alam semesta ini dicipta melalui denuman besar dan kemudian melakukan evolusi dengan kubu yang hanya menjelaskan bahwa alam semesta diciptakan sekali jadi tanpa mampu menjelaskan perihal detil-detil realisasi diri yang evolutif.

Baca Juga:  Mungkinkah Syi'ah, Wahabi, dan Aswaja Bertetangga di Surga?

Melalui teori kumun (latensi) ini memberikan pemahaman filosofis perihal bagaimana proses menyeluruh bagaimana Allah Swt menciptakannya. Melalui teori ini, teolog Mu’tazilah ini berusaha turut serta mengetengahkan perihal bagaimana sebenarnya alam semesta ini diciptakan.

Penjelasan perihal teori dasar ini , dunia intelektual Islam harus ikut menjelaskan. Sebab, demikian ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui peradaban umat manusia. Wallahua’lam.