Tips Memilih Konten Islami di Media Online Ala Gus Nadir

tips memilih konten islami ala gus nadir

Pecihitam.org Ada banyak sekali konten Islami di dunia maya. Dari semua yang ada, banyak konten Islami yang benar-benar bisa dilegitimasi sumbernya dan ada pula yang berisi hoaks dan konten clickbait. Kita mesti paham bagaimana memilih konten islami.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Lantas, bagaimana caranya untuk bisa memfilter mana yang terbaik untuk kita? Berikut adalah penjelasan tentang tips memilih konten Islami ala Dr. Nadirsyah Hosen atau yang biasa disapa Gus Nadir, penulis buku Tafsir Al-Qur’an di Medsos (2017).

Kemajuan teknologi informasi membuat fenomena tsunami informasi di dunia maya. Kini, berbagai informasi menjadi sangat mudah diakses, baik melalui media online ataupun media sosial. Begitu pula dengan informasi tentang keislaman.

Kemudian, ada banyak orang yang kemudian menjadikan informasi-informasi dari media online dan media sosial sebagai rujukan, tidak hanya untuk belajar agama, bahkan juga menjadi rujukan-rujukan dalam kajian akademik.

Apabila ada banyak konten keislaman di media online dan media sosial, lalu sebenarnya konten mana yang dapat kita percaya dan ikuti? Mengenai hal ini, Gus Nadir memberikan dua tips memilih informasi di media online dan media sosial sebagai berikut:

Baca Juga:  Tahnik Bagi Bayi. Maksud, Cara Dan Keutamaannya

Pertama, pilihlah narasumber yang sanad keilmuannya jelas.

Media sosial membuat semua orang bisa berpura-pura menjadi ustadz dengan cara yang sangat mudah yakni hanya dengan mengubah penampilan. Maka dari itu, kita mesti mengetahui dengan baik siapakah narasumber yang menyebarkan informasi.

Media sosial hanyalah platform, pertarungan sebenarnya berada di konten. Maka, memilih konten yang berasal dari narasumber yang sanad keilmuannya jelas adalah suatu keharusan. Selain itu, narasumber yang belajar langsung dari para kyai dan para ulama yang ilmunya bersambung kepada Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari, bahkan ke Rasulullah Saw. Bukan malah percaya pada narasumber yang hanya belajar Islam dari Syekh Google saja.

Kedua, jangan mudah percaya pada akun anonim.

Selanjutnya Gus Nadir memberikan tips agar jangan mudah percaya begitu saja pada media online yang tidak jelas siapa pengelolanya. Selain itu, akun anonim di media sosial perlu diwaspadai. Sebab, kita sebenarnya belum tahu identitas orang yang menyebarkan informasi tersebut.

Baca Juga:  Perilaku Suami-Istri yang Tidak Pantas Tapi Dibolehkan Syariat

Dalam ilmu hadis, perawi yang tidak diketahui identitasnya disebut majhul yang menandakan bahwa kualitas hadisnya pun menjadi daif. Sehingga, haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah dan sandaran.

Ketentuan ini berlaku juga untuk informasi di media online dan media sosial. Apabila kita tidak tahu identitas orang yang menyebarkannya, maka jangan sekali-kali mempercayainya, apalagi menjadikannya sebagai rujukan. Sebab, penyebar informasi yang tidak jelas berarti majhul, sehingga informasinya sama sekali tidak dapat dijadikan sandaran atau sumber kebenaran.

Gus Nadir juga mengajak para santri untuk turut serta bertarung memperbanyak konten keislaman yang baik dan benar di media sosial. Gus Dur mengajar kajian ala pesantren diperkuat di media sosial tapi tetap harus merujuk pada Al-Qur’an, Hadis dan pendapat para ulama.

Sebagai catatan, konten kajian di dunia maya mesti dibuat lebih menarik dan mudah dipahami orang-orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Hal ini bertujuan agar konten bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk mereka yang berasal dari lingkungan bukan pesantren.

Baca Juga:  Wajah Terkini Arab Saudi dan Intrik Politik Keluarga Kerajaan

Gus Nadir pernah mengatakan, “Barangsiapa yang tak bisa mengikuti perkembangan zaman, maka dia akan menjadi fosil.” Kalimat yang diucapkannya menandakan bahwa perkembangan zaman bukanlah hambatan untuk terus menebar kebaikan dan ilmu yang bermanfaat.

Perkembangan zaman yang semakin canggih semestinya membuat kita lebih kreatif dan menjadi tantangan untuk membuat sesuatu untuk kemaslahatan umat Islam, termasuk konten Islami di media online dan media sosial.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

Ayu Alfiah