Toleransi dalam Islam, dari Perbedaan Madzhab, Politik, Hingga Agama

toleransi dalam islam

Pecihitam.org – Secara peristilahan, toleransi dapat diartikan sebagai sikap yang “mundur selangkah” untuk mencapai suatu kemaslahatan yang lebih besar. Toleransi dalam pengertian ini adalah upaya untuk bersikap lentur dan tidak kaku, agar tercapai suatu keadaan yang harmonis dan damai.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejatinya, Islam merupakan agama yang toleran dan sangat menghargai perbedaan. Dalam sejarah Islam, perbedaan dan pluralitas merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan ia boleh dibilang sebagai Sunnatullah (ketetapan Allah yang bersifat pasti).

Justru, usaha-usaha yang mengarah pada penyeragaman atau penyatuan perbedaan adalah upaya yang sia-sia belaka. Perbedaan adalah kekayaan dan potensi yang mesti digunakan untuk membangun sebuah masyarakat yang lebih baik.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan sikap politik, baik antar partai atau individu, membuat seakan-akan kita terbelah menjadi berbagai kubu yang saling berlawanan. Akibatnya, kemarahan dan kebencian tak jarang membuat suasana politik kita tidak sehat. Tentu, hal ini sangat merugikan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di mana perpecahan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

Yang lebih memprihatikan, agama dibawa-bawa ke ranah politik praktis dan tak jarang menjadi justifikasi untuk menebar kebencian, fitnah, serapah dan saling mencela satu sama lain. Padahal, sejatinya agama (Islam) tidak pernah mengajarkan hal yang demikian. Itulah politik, apapun yang dikaitkan dengannya, pasti akan menjadi korban.

Baca Juga:  Membayangkan Hijrah Bersama Gus Baha’

Secara internal, Islam sendiri sudah senyatanya menghargai perbedaan, tetapi ketika ia diperalat untuk kepentingan politik dan tujuan-tujuan tertentu, maka perbedaan itu sekan-akan menjadi musuh yang perlu dilawan dengan cara apapun, bahkan kalau perlu ditumpas atau dihabisi. Keadaan semacam ini tentu menjadi masalah, sebab jika diterus-teruskan, akan berakibat pada perpecahan dan mengancam keutuhan bangsa.

Dalam menyikapi hal yang demikian itu, di samping perlu berpolitik secara bijak, umat Islam juga dapat belajar dari agamanya sendiri, melalui berbagai perbedaan yang ada di tubuh Islam itu sendiri.

Misalnya, dengan melihat berbagai aliran dan mazhab yang berbeda-beda dalam Islam. Perbedaan-perbedaan itu, tidak pernah dipertentangkan secara tajam, jika masih berpegang pada “Ushul” (pokok-akidah), maka perbedaan di level “furu” (cabang) bisa disikapi secara bijak dan lebih bersikap saling menghormati satu sama lain.

Dalam konteks toleransi dan menyikapi perbedaan pandangan terhadap berbagai hal, Allah telah berfirman dalam QS. An-Nisa’: 59, “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik akibatnya”.

Baca Juga:  Belajar Islam Ramah ala Indonesia di Era Millenial

Jelas, ayat ini memberikan pedoman dasar kepada kita semua mengenai beberapa prinsip toleransi dan memelihara kehidupan bersama-sama. Tidaklah mungkin dikehidupan ini satu pendapat dapat diterima oleh semua golongan, begitupun sebaliknya.

Jadi, perbedaan itu adalah sesuatu yang sangat biasa dalam Islam. Saling serang boleh-boleh saja dan itu sangat sering terjadi, tetapi umumnya dilakukan berdasarkan argumentasi yang ilmiah dan rasional.

Selebihnya, umat Islam biasanya menyikapi perbedaan pandangan dengan cara saling menghormati satu sama lain. Bukan malah menyerang dan menyikapi perbedaan secara emosional.

Itulah contoh penting, bagaimana paradigma Islam dalam menyikapi dan memposisikan perbedaan. Bahkan, Islam juga memiliki tuntunan dalam memposisikan perbedaan dengan penganut agama yang lain.

Misalnya, dalam keadaan di mana masyarakat di suatu negara hidup dalam kultur dan agama yang berbeda-beda, serta keadaannya aman dan damai, maka umat Islam juga harus sama-sama menjaga perdamaian itu dan memposisikan penganut agama lain sebagai warga yang sama pentingnya dengan individu umat Islam. Sebagaimana di Indonesia, siapapun, tanpa pandang suku dan agama, dapat hidup berdampingan satu sama lain.

Baca Juga:  HTI, Partai Politik yang Harusnya Ikut Pemilu atau Mau Tetap Menipu Umat?

Keadaan-keadaan semacam ini, yakni bagaimana Islam menyikapi perbedaan, baik dalam tubuh Islam sendiri atau di luar Islam, harus menjadi pelajaran penting bagaimana kita harus menyikapi politik secara bijak dan terhormat. Jika perbedaan aliran saja sudah biasa, mengapa hanya sekedar perbedaan sikap politik saja sudah membuat kita saling bermusuhan dan memecah belah.

Kita harus mampu memahami bahwa perbedaan itu, dalam hal apapun, tidak boleh menghalangi kita untuk tetap saling toleran dan bekerjasama (bermuamalah), bersilaturahim, dan tetap saling menjaga kerukunan serta menjaga persatuan dan kesatuan. Inilah yang semestinya menjadi paradigma Islam dalam bertoleransi.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *