PeciHitam.org \u2013 <\/strong>Sebagian masyarakat mengisi waktunya untuk memancing ikan di kolam pemancingan karena hobi, sekadar mengisi waktu akhir pekan, ataupun karena memancing adalah yang dijadikan pekerjaan, tapi bagaimana hukum memancing di pemancingan dalam Islam itulah yang perlu dipertanyakan bagi umat Muslim.<\/p>\n\n\n\n Aktifitas\nmemancing ikan pada dasarnya boleh dikerjakan, tetapi aktifitas memancing di\npemancingan dalam Islam bergantung pada akad pemancing dan pengelola pemancingan,\nkarena transaksi pemancing dan pengelola pemancingan di lapangan tersendiri terdiri\natas sejumlah bentuk akad yang dilakukan.<\/p>\n\n\n\n Praktik\nyang terjadi secara umum di lapangan ialah pembayaran ikan sekian kilogram oleh\nsatu pemancing kepada pengelola kolam pemancingan dan kemudian dilepaskan di\nkolam untuk dipancing dengan kondisi pemancing yang membeli ikan tersebut tidak\nsendiri karena ada pemancing lain dan tanpa akad yang jelas sebelum dilakukan\naktifitas tersebut.<\/p>\n\n\n\n Jadi\ndemikian para pemancing itu tidak menentu dalam mendapatkan hasil memancing\ntersebut, karena bisa jadi mereka mendapatkan sedikit atau mungkin juga\nmendapatkan ikan yang lebih banyak dari yang mereka beli di samping ketidak jelasan\nikan milik siapa yang mereka dapatkan dari pemancingaan tersebut<\/p>\n\n\n\n Praktik\nseperti ini mengandung sejenis transaksi produk gelap sifat, rupa, jumlahnya,\natau biasa disebut \u201cgharar\u201d. (Lihat: Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul\nAkhyar, Beirut, Darul Fikr: 1994 M\/1414 H)<\/p>\n\n\n\n Gharar\nartinya keraguan, tipuan ataupun tindakan yang bertujuan merugikan pihak lain\ndari segi bahasa.<\/p>\n\n\n\n Penjelasannya\nyaitu suatu akad yang mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian darinya,\nbaik ada ataupun tidak adanya, baik besar maupun kecil beserta jumlahnya dalam penyerahan\nobjek yang diakadkan tersebut.<\/p>\n\n\n\n M.\nAli Hasan dalam bukunya, \u201cBerbagai macam transaksi dalam islam\u201d, Imam Al-Qarafi\nmenjelaskan gharar ialah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas dan jelas\napakah dampak akad terlaksana ataupun tidak, seperti halnya melakukan jual beli\nikan yang masih dalam tambak.<\/p>\n\n\n\n Sejajar\ndengan pendapat Ibnu Taimiyah dan Imam Sarakhsi yang memandang gharar dari segi\nketidak pastian akibat yang ditimbulkan dari suatu akad.<\/p>\n\n\n\n Ibnu\nQayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa gharar ialah suatu obyek akad yang tidak mampu\ndiserahkan, baik obyek tersebut ada maupun tidak ada.<\/p>\n\n\n\n Adapun\nIbnu Hazam memandang gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang\nberakad perihal objek yang diakadkan.<\/p>\n\n\n\n Ghufron\nA. Mas\u2019adi dalam bukunya \u201cFiqh Muamalah Konstektual\u201d, menyatakan bahwa gharar\nialah jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak\nkarena barang yang diperjual-belikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak\ndapat dipastikan jumlah maupun ukurannya, karena tidak mungkin dapat diserah-terimakan\nobjeknya.<\/p>\n\n\n\n