PeciHitam.org<\/strong> \u2013 Perihal status hukum menikahi wanita hamil, akad perkawinan itu sendiri sejauh syarat dan rukun perkawinan terpenuhi maka sah perkawinannya sekalipun calon mempelai wanitanya dalam kondisi hamil.<\/p>\n Adapun disahkannya dikarenakan kehamilan bukanlah faktor yang menghalangi sah atau tidaknya sebuah prosesi akad nikah. Karena sudah sah akad nikahnya, maka mereka tidak perlu mengulang kembali akad pernikahan itu setelah janinnya terlahir.<\/p>\n Sementara naib (yang menikahkan) tidak bisa dipersalahkan (dosa dikarenakan tidak memberitahu kondisi si wanita) karena ia telah bekerja sesuai prosedur, bahkan mendapat pahala karena telah membantu dua hamba Allah memasuki pintu ridha-Nya.<\/p>\n Terkait menikahi wanita hamil, ada dua kategori atau klasifikasi sebagai berikut;<\/p>\n Kategori yang pertama, wanita yang diceraikan mantan suaminya dalam keadaan hamil. Sedangkan kategori yang kedua, wanita belum menikah dan berzina sampai hamil. Kedua kondisi ini mempunyai hukum yang sangat berbeda.<\/p>\n Hukum yang pertama sangat jelas keharamannya untuk menikahi. Dalam Alquran disebutkan, iddah (masa menunggu) bagi wanita kelompok pertama sampai ia melahirkan. Firman Allah SWT, “Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS ath-Thalaq [65]: 4).<\/p>\n Ulama sepakat menikahi wanita yang masih dalam iddahnya merupakan perkara batil dan tidak sah. Hendaklah bersabar menunggu sampai iddahnya benar-benar selesai sempurna. Seperti firman Allah SWT, “Dan janganlah kalian ber\u2019azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis iddahnya.” (QS al-Baqarah [2]: 235).<\/p>\n Sedangkan wanita yang hamil karena perbuatan zina, inilah kasus yang marak terjadi di masyarakat. Para orang tua sering mengambil langkah cepat dengan menikahkan putri mereka yang telanjur hamil. Tujuannya, untuk menutupi aib keluarga mereka. Sebenarnya, mayoritas para ulama memperbolehkan pernikahan wanita yang sedang hamil akibat perzinaan dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Ulama seperti Imam Malik, Syafi\u2019i, dan Abu Hanifah, tetap mengesahkan pernikahan tersebut.<\/p>\n