Pecihitam.org<\/strong> – Kehadiran pihak ketiga dalam kehidupan rumahtangga dinilai sebagai biang masalah. Keberadaan pihak ketiga ini diartikan oleh salah seorang pasangan sebagai sebuah musibah karena harus berbagi cinta, harta, makan hati, dan lain sebagainya. Perihal pihak ketiga ini dimasyarakat belakangan ramai disebut perebut laki orang (pelakor). Bagaimanakah hukum pelakor menurut agama islam? dan pandangan islam mengenai hal tersebut?<\/p>\n\n\n\n

Agama telah mengatur sedemikian rupa kehidupan dan etika dala\nberumah tangga. Oleh sebabnya agama Islam memandang penting keharmonisan\npasangan suami istri dalam membangun iklim rumah tangga yang baik dan kondusif\nbagi tercapainya tujuan kebahagiaan rumah tannga itu sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Rasulullah SAW melarang keras seseorang untuk mengganggu\nkeharmonisan rumah tanga orang lain sebagai sabdanya berikut ini:<\/p>\n\n\n\n

\u0639\u0646 \u0623\u0628\u064a \u0647\u0631\u064a\u0631\u0629 \u0642\u0627\u0644 \u0642\u0627\u0644 \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0635\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645 \u0644\u064e\u064a\u0652\u0633\u064e \u0645\u0650\u0646\u064e\u0651\u0627 \u0645\u064e\u0646\u0652 \u062e\u064e\u0628\u064e\u0651\u0628\u064e \u0627\u0645\u0652\u0631\u064e\u0623\u064e\u0629\u064b \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0632\u064e\u0648\u0652\u062c\u0650\u0647\u0627 \u0623\u0648 \u0639\u064e\u0628\u0652\u062f\u064b\u0627 \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0633\u064e\u064a\u0650\u0651\u062f\u0650\u0647<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Artinya, \u201cDari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, \u2018Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya,\u2019\u201d (HR Abu Dawud).<\/em><\/p>\n\n\n\n

Dari hadits ini, agama Islam jelas menilai buruk aktivitas\ntipu daya yang dilakukan seorang lelaki untuk menjauhkan seorang perempuan dari\nsuaminya. Agama secara tegas melarang  berbagai upaya riil seseorang sekalipun dengan\ncara memperdaya seorang perempuan dalam rangka merusak hubungan rumah tangganya\ndengan sang suami.<\/p>\n\n\n\n

Kecaman agama ini tidak hanya menyasar kaum lelaki saja sebagai\npihak ketiga dalam rumah tangga. Agama juga mengecam keras perempuan yang\nmelakukan upaya-upaya serupa dalam rangka merebut hati suami orang lain,\nsebagaimana penjelasan dari hadits berikut ini:<\/p>\n\n\n\n

\u0644\u064e\u064a\u0652\u0633\u064e \u0645\u0650\u0646\u064e\u0651\u0627) \u0623\u064a \u0645\u0646 \u0623\u062a\u0628\u0627\u0639\u0646\u0627 (\u0645\u064e\u0646\u0652 \u062e\u064e\u0628\u064e\u0651\u0628\u064e) \u0628\u062a\u0634\u062f\u064a\u062f \u0627\u0644\u0628\u0627\u0621 \u0627\u0644\u0623\u0648\u0644\u0649 \u0628\u0639\u062f \u0627\u0644\u062e\u0627\u0621 \u0627\u0644\u0645\u0639\u062c\u0645\u0629 \u0623\u064a \u062e\u062f\u0639 \u0648\u0623\u0641\u0633\u062f (\u0627\u0645\u0652\u0631\u064e\u0623\u064e\u0629\u064b \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0632\u064e\u0648\u0652\u062c\u0650\u0647\u0627) \u0628\u0623\u0646 \u064a\u0630\u0643\u0631 \u0645\u0633\u0627\u0648\u0649\u0621 \u0627\u0644\u0632\u0648\u062c \u0639\u0646\u062f \u0627\u0645\u0631\u0623\u062a\u0647 \u0623\u0648 \u0645\u062d\u0627\u0633\u0646 \u0623\u062c\u0646\u0628\u064a \u0639\u0646\u062f\u0647\u0627 (\u0623\u064e\u0648\u0652 \u0639\u064e\u0628\u0652\u062f\u064b\u0627) \u0623\u064a \u0623\u0641\u0633\u062f\u0647 (\u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0633\u064e\u064a\u0650\u0651\u062f\u0650\u0647) \u0628\u0623\u064a \u0646\u0648\u0639 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0625\u0641\u0633\u0627\u062f \u0648\u0641\u064a \u0645\u0639\u0646\u0627\u0647\u0645\u0627 \u0625\u0641\u0633\u0627\u062f \u0627\u0644\u0632\u0648\u062c \u0639\u0644\u0649 \u0627\u0645\u0631\u0623\u062a\u0647 \u0648\u0627\u0644\u062c\u0627\u0631\u064a\u0629 \u0639\u0644\u0649 \u0633\u064a\u062f\u0647\u0627 \u0642\u0627\u0644 \u0627\u0644\u0645\u0646\u0630\u0631\u064a \u0648\u0623\u062e\u0631\u062c\u0647 \u0627\u0644\u0646\u0633\u0627\u0626\u064a <\/strong><\/p>\n\n\n\n

Artinya, \u201c(Bukan bagian dari) pengikut (kami, orang yang menipu) melakukan tipu daya dan merusak kepercayaan (seorang perempuan atas suaminya) misalnya menyebut keburukan seseorang lelaki di hadapan istrinya atau menyebut kelebihan lelaki lain di hadapan istri seseorang (atau seorang budak atas tuannya) dengan cara apa saja yang merusak hubungan keduanya. Semakna dengan ini adalah upaya yang dilakukan untuk merusak hubungan seorang laki-laki terhadap istrinya atau merusak hubungan seorang budak perempuan terhadap tuannya. Al-Mundziri mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan An-Nasai,\u201d (Lihat Abu Abdirrahman Abadi, Aunul Ma\u2018bud ala Sunan Abi Dawud, [Yordan: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, tanpa catatan tahun], halaman 967).<\/em><\/p>\n\n\n\n

Keterangan hadits di atas cukup jelas bahwa pihak ketiga\ndalam sebuah rumah tangga tidak dianggap sebagai pengikut Rasulullah SAW dan\numat Islam. Dengan bahasa lain, upaya merusak keharmonisan rumah tangga orang\nlain bukanlah jalan hidup yang disyariatkan oleh agama Islam karena upaya destruktif\nini berlawanan dengan tujuan perkawinan itu sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Sementara pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi<\/a><\/strong>, Rasulullah SAW dengan lugas melarang perempuan untuk menuntut seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan maksud menguasai apa yang menjadi hak istrinya selama ini.<\/p>\n\n\n\n

\u0639\u0646 \u0623\u0628\u064a \u0647\u0631\u064a\u0631\u0629 \u064a\u064e\u0628\u0652\u0644\u064f\u063a\u064f \u0628\u0650\u0647\u0650 \u0627\u0644\u0646\u064e\u0651\u0628\u0650\u064a\u064f\u0651 \u0635\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645 \u0642\u0627\u0644 \u0644\u064e\u0627 \u062a\u064e\u0633\u0652\u0623\u064e\u0644\u0650 \u0627\u0644\u0645\u064e\u0631\u0652\u0623\u064e\u0629\u064f \u0637\u064e\u0644\u064e\u0627\u0642\u064e \u0623\u064f\u062e\u0652\u062a\u0650\u0647\u064e\u0627 \u0644\u0650\u062a\u064e\u0643\u0652\u0641\u0650\u0626\u064e \u0645\u064e\u0627 \u0641\u0650\u064a \u0625\u0650\u0646\u064e\u0627\u0626\u0650\u0647\u064e\u0627<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Artinya, \u201cDari Abu Hurairah yang sampai kepada Rasulullah SAW, ia bersabda, \u2018Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya,\u2019\u201d (HR Tirmidzi).<\/em><\/p>\n\n\n\n

Ulama berbeda pendapat perihal siapa perempuan yang\ndimaksud. Sebagian ulama memahami bahwa perempuan itu adalah pihak ketiga yang\ningin merebut suami orang lain. Pandangan ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi.\nSementara ulama lain memaknai perempuan dalam hadits ini sebagai salah seorang\nistri dari pria yang melakukan poligami. Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu\nAbdil Bar. Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah\nJami\u2019 At-Tirmidzi berikut ini:<\/p>\n\n\n\n

\u00a0\u201cImam An-Nawawi<\/a><\/strong> berkata bahwa makna hadits ini adalah larangan bagi seorang perempuan (pihak ketiga) untuk meminta seorang lelaki menceraikan istrinya agar lelaki itu menalak istrinya dan menikahi perempuan pihak ketiga ini. Ibnu Abdil Bar memaknai kata \u2018saudaranya\u2019 sebagai istri madu suaminya. Menurutnya, ini bagian dari fiqih di mana seorang perempuan tidak boleh meminta suaminya untuk menceraikan istri selain dirinya agar hanya ia seorang diri yang menjadi istri suaminya.<\/p>\n\n\n\n

Kata Al-Hafiz, makna ini mungkin lahir dari riwayat dengan\nredaksi, \u2018Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya.\u2019 Sedangkan\nriwayat yang memakai redaksi syarat, yaitu dengan ungkapan \u2018Seorang perempuan\ntidak sepatutnya mensyaratkan perceraian saudaranya untuk membalik tumpah isi\nnampannya,\u2019 jelas bahwa perempuan di sini adalah perempuan yang menjadi pihak\nketiga.<\/p>\n\n\n\n

Pengertian ini diperkuat dengan redaksi, \u2018agar ia (pihak\nketiga) dapat menikah\u2019, yaitu menikah dengan dengan suami saudaranya itu tanpa mensyaratkan\nlelaki tersebut menceraikan istri-istri sebelum dirinya,\u201d (Lihat M Abdurrahman\nAl-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami\u2019it Tirmidzi, [Beirut: Darul\nFikr, tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 369).<\/p>\n\n\n\n

Dari pelbagai keterangan ini, kita mendapat gambaran bahwa hukum\npelakor menurut agama adalah haram. Islam mengharamkan upaya perempuan (pihak\nketiga) merebut suami orang lain baik dengan maksud menguasai harta atau dengan\nmaksud menikah dengan suami orang lain meski tanpa syarat menceraikan istri\nsebelumnya.<\/p>\n\n\n\n

Secara umum, kita mendapatkan gambaran bahwa yang dimaksud\ndengan merebut suami orang lain adalah dilihat dari peran aktif perempuan\nsebagai pihak ketiga tersebut dengan berbagai cara menarik hati suami orang\nlain.<\/p>\n\n\n\n

Larangan ini beralasan. Pasalnya, batasan-batasan terkait\nperkawinan semacam ini bertujuan untuk menata kehidupan sosial melalui penataan\nrumah tangga pasangan yang harmonis tanpa kehadiran pihak ketiga yang biasanya\nlebih banyak mengandung mudarat dan masalah.<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja larangan ini tetap berlaku bagi perempuan pihak ketiga terlepas dari respon suami yang pada dasarnya memang hidung belang yang membuka kesempatan itu. Tetapi pada prinsipnya, baik hukum pelakor ataupun laki-laki yang punya wanita idaman lain dalam sebuah rumah tangga menurut agama islam sangatlah dilarang dan haram. Wallahua\u2019lam Bisshawab.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Kehadiran pihak ketiga dalam kehidupan rumahtangga dinilai sebagai biang masalah. Keberadaan pihak ketiga ini diartikan oleh salah seorang pasangan sebagai sebuah musibah karena harus berbagi cinta, harta, makan hati, dan lain sebagainya. Perihal pihak ketiga ini dimasyarakat belakangan ramai disebut perebut laki orang (pelakor). Bagaimanakah hukum pelakor menurut agama islam? dan pandangan islam […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":12126,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[7],"tags":[4707,4706,4709,4708],"yoast_head":"\n