Pecihitam.org <\/strong>– Semakin berkembangnya zaman, banyak sekali sekarang dai-dai atau peneramah baik di media TV, Radio dan lain sebagainya. Dakwah agama merupakan suatu hal yang mulia, akan tetapi, tidak sedikit oknum pendakwah yang punya logika materi, sehingga memasang tarif atas pengajiannya. Bahkan ada yang tarifnya dihitung sesuai durasi waktu lamanya dlam berceramah atau mengisi materi. Pertanyaan adalah bolehkah menerima imbalan\/bayaran dalam berdakwah? Dan Bolehkah memasang tarif untuk dakwah di media massa?<\/p>\n\n\n\n Persoalan dan pertanyaan ini mirip dengan masalah boleh dan tidaknya mengambil upah atas pengajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu agama, karena dakwah termasuk ta\u2019lim (pengajaran). Para ulama klasik berbeda pendapat. Pendapat pertama menghukumi tidak boleh, pendapat kedua menghukumi boleh.<\/p>\n\n\n\n Pendapat pertama mengenai honor berdakwah, didasarkan alasan bahwa mengajarkan al-Quran atau ilmu agama merupakan perjuangan yang tidak boleh dibisniskan, hanya Allah Swt yang akan membalasnya. Sama halnya seperti mengajarkan tata cara shalat; tidak boleh diperjual-belikan. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanbali (dalam salah satu riwayatnya), juga pendapat Madzhab Syiah Zaidiyyah dan Ibadiyyah (menghukumi haram) serta Syiah Imamiyah (menghukumi makruh).<\/p>\n\n\n\n Pendapat pertama ini didasarkan pada sejumlah dalil, di antaranya surat Yusuf ayat 104:<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0645\u064e\u0627 \u062a\u064e\u0633\u0652\u0623\u064e\u0644\u064f\u0647\u064f\u0645\u0652 \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0645\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u062c\u0652\u0631\u064d \u0625\u0650\u0646\u0652 \u0647\u064f\u0648\u064e \u0625\u0650\u0644\u0627 \u0630\u0650\u0643\u0652\u0631\u064c \u0644\u0650\u0644\u0652\u0639\u064e\u0627\u0644\u064e\u0645\u0650\u064a\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (atas dakwahmu), ini tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.<\/em><\/p>\n\n\n\n Kemudian surat Shaad [38] ayat 86:<\/p>\n\n\n\n \u0642\u064f\u0644\u0652 \u0645\u064e\u0627 \u0623\u064e\u0633\u0652\u0623\u064e\u0644\u064f\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0645\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u062c\u0652\u0631\u064d \u0648\u064e\u0645\u064e\u0627 \u0623\u064e\u0646\u064e\u0627 \u0645\u0650\u0646\u064e \u0627\u0644\u0652\u0645\u064f\u062a\u064e\u0643\u064e\u0644\u0650\u0651\u0641\u0650\u064a\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n Katakanlah: \u201cAku tidak meminta upah sedikit pun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.<\/em><\/p>\n\n\n\n Juga surat As-Syu\u2019araa [26] ayat 109, 127, 145, 164, dan 180:<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0645\u064e\u0627 \u0623\u064e\u0633\u0652\u0623\u064e\u0644\u064f\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0645\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u062c\u0652\u0631\u064d \u0625\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u062c\u0652\u0631\u0650\u064a\u064e \u0625\u0650\u0644\u0627 \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0631\u064e\u0628\u0650\u0651 \u0627\u0644\u0652\u0639\u064e\u0627\u0644\u064e\u0645\u0650\u064a\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas dakwahku itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.<\/em><\/p>\n\n\n\n Kemudian, yang sangat penting diperhatikan adalah kandungan QS. al-Qalam ayat 46:<\/p>\n\n\n\n \u0623\u064e\u0645\u0652 \u062a\u064e\u0633\u0652\u0623\u064e\u0644\u064f\u0647\u064f\u0645\u0652 \u0623\u064e\u062c\u0652\u0631\u064b\u0627 \u0641\u064e\u0647\u064f\u0645\u0652 \u0645\u0650\u0646\u0652 \u0645\u064e\u063a\u0652\u0631\u064e\u0645\u064d \u0645\u064f\u062b\u0652\u0642\u064e\u0644\u064f\u0648\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n Ataukah kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan berhutang.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sebenarnya masih banyak ayat-ayat lain yang senada dengan ayat-ayat di atas, misalnya Al-Furqaan ayat 57, Yunus 72, Huud 29 dan 51, dan al-An\u2019aam ayat 90. Yang jelas, semua ayat tersebut intinya menegaskan bahwa dakwah jangan dikomersilkan, karena balasan dari Allah jauh lebih besar, baik balasan di dunia maupun di akhirat. <\/p>\n\n\n\n Dalil-dalil al-Quran di atas diperkuat oleh hadits riwayat Ubay bin Ka\u2019ab dan Ubadah bin as-Shamit, bahwa Rasulullah SAW pernah memperingatkan seorang sahabat yang menerima upah atas pengajaran al-Quran yang dilakukannya. Rasulullah SAW bersabda: \u201cJika engkau ambil (upah itu), maka engkau telah mengambil satu kurung api neraka.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Larangan di atas dipertegas oleh hadits riwayat Abdurrahman bin Syibl, bahwa Rasulullah SAW bersabda: \u201cJanganlah engkau mencari makan darinya (Al-Quran) dan jangan pula mencari keuntungan (darinya).\u201d<\/p>\n\n\n\n Pendapat kedua yang membolehlan mengambil upah dari mengajarkan al-Quran atau ilmu agama, merupakan pendapat mayoritas ulama. Namun, jika memasang tarif, menurut para ulama, hal itu dapat menghilangkan pahala dakwah. Ini merupakan pendapat ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi\u2019i, sebagian ulama Hanbali, dan Daud al-Dzahiri.<\/p>\n\n\n\n Pendapat kedua ini berdasarkan dalil hadits riwayat Ibn Abbas, bahwa Rasulullah membolehkan seorang sahabat menerima upah membacakan ruqyah untuk warga yang terkena sengatan ular. Lalu Beliau bersabda: \u201cSesungguhnya upah yang paling pantas bagimu ialah upah atas al-Quran.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Bahkan banyak sahabat yang memberikan upah bagi para pengajar al-Quran, seperti yang dilakukan Umar bin Khatab kepada para pengajar Al-Quran di Madinah. Begitu juga sahabat Saad bin Abi Waqash dan Amar bin Yasar, yang konon juga terbiasa mengupah para pembaca al-Quran selama Bulan Ramadhan. Imam Malik pun menegaskan bahwa menerima upah atas pengajaran ilmu agama dibolehkan.<\/p>\n\n\n\n Mengenai klaim ketika masa awal Islam, mayoritas pengajar al-Qur\u2019an dan ilmu syari\u2019ah tidak menarik upah atas jasa mereka mengajar, hal itu memang benar. Namun, pemerintahan saat itu sangat memperhatikan nasib para pengajar al-Quran dan juru dakwah. Pemerintah memberikan tunjangan berkala dari Baitul Maal.<\/p>\n\n\n\nPendapat Pertama Tidak Boleh Menerima Upah<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Pendapat Kedua Boleh Menerima Upah<\/strong><\/h4>\n\n\n\n