Pecihitam.org<\/strong> – Perdebatan antara Islam dengan sistem negara bangsa pasca 74 tahun Indonesia merdeka masih berlanjut. Sampai saat ini masih ada sebagian dari kaum muslim masih mempersoalkan penerimaan terhadap sistem negara bangsa yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka kemudian menawarkan gagasan sistem politik yang oleh mereka diklaim lebih sesuai dengan ajaran Islam.<\/p>\n\n\n\n

Sistem negara bangsa seperti yang dianut Indonesia ini, awal mula dalam perdebatannya diperkenalkan oleh Bung Karno. Jika kita menyimak tulisan-tulisan Bung Karno, beliau berkali-kali mengutip seorang pemikir modern Perancis bernama Ernest Renan. <\/p>\n\n\n\n

Menurutnya bangsa adalah suatu entitas masyarakat yang memiliki warisan masa lalu dan di masa kini memiliki kehendak bersama untuk meneruskan warisannya (Mustaqim dan Miftah, 2015).<\/p>\n\n\n\n

Warisan historis dan kehendak masa kini untuk hidup bersama tersebut menjadi landasan Bung Karno merekonstruksi \u00a0tatanan masyarakat Indonesia yang saat itu sedang dijajah oleh kaum kolonial Belanda. <\/p>\n\n\n\n

Konstruksi ulang atas bangsa yang dilakukan oleh Bung Karno tersebut pada era perjuangan kemerdekaan tersebut menjadi model negara bangsa seperti Indonesia saat ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya, gagasan demikian ini mendapatkan tantangan dari para peserta sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia<\/a> (BPUPKI). Tantangan tersebut meliputi usulan dari salah satu anggota BPUPKI yang lebih setuju bentuk negara Indonesia setelah merdeka adalah monarki atau kerajaan. <\/p>\n\n\n\n

Namun usulan demikian itu ditolak oleh banyak peserta lain karena dianggap tidak demokratis.<\/p>\n\n\n\n

Kemudian, tantangan lain atas gagasan negara bangsa adalah dari kubu kaum muslim. Mereka keberatan dengan gagasan negara bangsa yang dianggap karena tidak berlandaskan dari ajaran Islam. Mereka mengusulkan Piagam Jakarta yang dinilai lebih islami sebagai landasan negara. <\/p>\n\n\n\n

Tetapi, perdebatan tersebut oleh pimpinan sidang BPUPKI diakomodir dan kemudian dibentuklah apa yang disebut Komite atau Panitia Sembilan.<\/p>\n\n\n\n

Panitia Sembilan ini komposisinya meliputi Bung Karno, Bung Hatta, perwakilan kaum muslim, dan perwailan non muslim. Kemudian, perdebatan demikian ini setelah menimbang-nimbang dengan arif memutuskan bahwa Pancasila<\/a><\/strong> yang ditawarkan oleh Bung Karno sudah mengakomodir gagasan dari semua pihak, termasuk dari kaum muslim (Ma\u2019arif, 2016).<\/p>\n\n\n\n

Hasil dari perdebatan Panitia Sembilan tersebut menghasilkan konsensus\nbersama yang kini dikenal sebagai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.\nWalaupun tampilan formalnya tidak terlihat dengan nama yang islami, namun\nsecara substansi disebut Gus Dur sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun saat awal kemerdekaan sudah menemui titik temu konsesnsus bersama antara berbagai kalangan, termasuk umat Islam untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. <\/p>\n\n\n\n

Namun, saat ini masih ada sebagaian dari kalangan muslim yang mempertanyakan ulang gagasan tersebut yang dinilai masih belum sesuai dengan ajaran Islam.<\/p>\n\n\n\n

Kaum muslim yang mempertanyakan ulang konsensus Pancasila seperti yang terjadi belakangan ini umumnya adalah kaum muslim penantang baru. <\/p>\n\n\n\n

Maksudnya, mereka ini pertautan idenya tidak tertautkan dengan kaum muslim yang sudah menyetujui perdebatan dasar negara pada masa sidang BPUPKI.<\/p>\n\n\n\n

Kaum muslim yang dulu terlibat dalam perdebatan sidang dasar negara\ndi BPUPKI dan ikut serta dalam Panitia Sembilan meliputi perwakilan Nahdlatul\nUlama\u2019 (NU), Muhammadiyah dan beberapa ormas Islam lain yang berdiri sebelum\nkemerdekaan.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan kaum muslim yang mempertanyakan ulang Pancasila sebagai\ndasar negara bangsa Indonesia merdeka saat ini adalah ormas yang pertautan\nidenya baru masuk ke Indonesia di tahun 1980an hingga awal reformasi. Mereka\nsecara gagasan bertaut dengan pergerakan Islam Politik dari Timur Tengah.<\/p>\n\n\n\n

Para pendatang baru yang masih mempertentangkan Islam dengan sistem negara bangsa ini sepertinya lebih mementingkan tampilan luarnya yang lebih islami daripada substansi dari nilai-nilai ajaran Islam. <\/p>\n\n\n\n

Selain itu, mereka juga mengalami sindrom ahistoris, yakni kurang belajar dari sejarah. Padahal perdebatan yang mereka ajukan saat ini sudah pernah diselesaikan oleh para pendiri bangsa dan perwakilan kaum muslim di sidang BPUPKI. Wallahua\u2019lam.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Perdebatan antara Islam dengan sistem negara bangsa pasca 74 tahun Indonesia merdeka masih berlanjut. Sampai saat ini masih ada sebagian dari kaum muslim masih mempersoalkan penerimaan terhadap sistem negara bangsa yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka kemudian menawarkan gagasan sistem politik yang oleh mereka diklaim lebih sesuai dengan ajaran Islam. Sistem […]<\/p>\n","protected":false},"author":47,"featured_media":12846,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[8],"tags":[1475,4870],"yoast_head":"\n