Pecihitam.org<\/strong> – Film Joker yang baru dirilis dan sedang heboh-hebohnya saat ini dapat menuntun kita kepada konsep dasar tentang manusia menurut Filsafat Islam.<\/p>\n\n\n\n Dirilisnya film \u201cJoker\u201d, tepatnya pada 2 Oktober lalu dan kini tayang di bioskop-bioskop di seluruh tanah air, menjadi kehebohan baru dalam jagad perfilman. <\/p>\n\n\n\n Seperti halnya \u201cVenom\u201d yang terlebih dahulu dirilis oleh Marvel Studio, \u201cJoker\u201d hasil garapan DC Comics ini juga menceritakan latar belakang dan sebab-musabab lahirnya seorang penjahat yang nantinya menjadi musuh Batman, sang pahlawan super. <\/p>\n\n\n\n Lewat film ini kita seakan disuguhi semacam kisah pengantar tentang pertarungan kebaikan dan kejahatan dari sisi orang jahat.<\/p>\n\n\n\n Sebagaimana kisah-kisah awal karakter antagonis dalam banyak film, Joker mulanya bukanlah seorang yang jahat. Arthur Fleck yang berprofesi sebagai komedian mendapati kehidupannya penuh kegagalan. <\/p>\n\n\n\n Nestapa bertambah ketika masyarakat disekitarnya merendahkan, menyingkirkan dan memarjinalkan dirinya. Derita demi derita dilaluinya hingga muncul kebencian dan hasrat membalas dendam terhadap masyarakat yang menurutnya telah menzholiminya. Lalu lahirlah Joker.<\/p>\n\n\n\n Terinspirasi dari film Joker yang menceritakan latar belakang lahirnya seorang penjahat, tulisan ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan filosofis: bagaimana seseorang bisa berbuat jahat? <\/p>\n\n\n\n Apakah manusia pada dasarnya baik lalu karena faktor tertentu berubah jadi jahat? Ataukah manusia sebenarnya justru jahat tapi norma-norma yang membuatnya baik? Apa hakikat manusia? Mari kita telaah berdasarkan pandangan filsafat Islam<\/a><\/strong>.<\/p>\n\n\n\n Para filosof muslim madzhab peripatetik (masya`iyyah<\/em>) \u2013 tokoh-tokohnya antara lain al-Farabi dan Ibnu Sina \u2013 menyatakan bahwa dalam proses penciptaan berupa emanasi, manusia menempati tingkatan terendah dari sepuluh hirarki wujud, bersama-sama dengan binatang dan tumbuhan (Mulyadi Kartanegara, 2003: 36). <\/p>\n\n\n\n Tapi manusia masih lebih tinggi kedudukannya dibanding binatang dan tumbuhan dilihat dari kualitas jiwa (nafs<\/em>) masing-masing.<\/p>\n\n\n\n Jiwa tumbuhan disebut al-nafs al-nabatiyyah<\/em> yang memiliki daya nutrisi, daya pertumbuhan dan daya reproduksi. Sementara itu, jiwa hewan disebut al-nafs al-hayawaniyyah<\/em>, memiliki daya penggerak yang terdiri atas daya tarik, syahwat dan emosi. <\/p>\n\n\n\n Daya-daya dalam kedua jiwa ini dimiliki manusia, tapi tumbuhan dan hewan tidak punya jiwa dengan daya seperti yang dimiliki jiwa manusia.<\/p>\n\n\n\n Jiwa manusia disebut dengan jiwa rasional (al-nafs al-nathiqah<\/em>). Jiwa inilah yang membedakan manusia dari hewan dan tumbuhan. Nampaknya konsepsi jiwa menurut para filosof muslim yang diadopsi dari pembagian jiwa Aristoteles<\/a> inilah yang melahirkan semboyan \u201cmanusia adalah binatang yang berakal\u201d.<\/p>\n\n\n\n Jiwa rasional ini dibagi lagi oleh Ibnu Sina menjadi dua,\nyaitu akal praktis dan akal teoritis (Utsman Najati, 1993: 167-169). Akal praktis berkemampuan memikirkan hal-hal\nyang bersifat parsial menyangkut mana hal-hal yang harus dilakukan dan mana\nyang tidak, mana yang bermanfaat dan mana yang membahayakan. Pada bagian inilah\nprinsip-prinsip moral bertempat dan mengalami kecerahan.<\/p>\n\n\n\n Adapun akal teoritis merupakan bagian jiwa yang mendorong daya intelektual manusia. Dengan akal inilah manusia dapat membangun gagasan-gagasan teoritis dan mengembangkan pengetahuan. <\/p>\n\n\n\n Akal teoritis dapat menangkap hal-hal rasional, mempersepsinya dan menghubungkan prinsip-prinsip rasional utama dengan hal-hal aktual. Puncaknya, jika akal ini terasah dengan baik manusia dapat memperoleh pengetahuan sejati. Daya semacam ini disebut dengan akal perolehan (al-\u2018aql al-mustafad<\/em>) yang hanya dimiliki para Nabi dan Rasul.<\/p>\n\n\n\n Di lain pihak, filsafat Islam madzhab iluminasionis (isyraqiyyah<\/em>) \u2013 dengan Syuhrawardi sebagai tokoh utamanya dan dalam bagian tertentu termasuk pula Ibnu Arabi \u2013 mengatakan bahwa manusia merupakan pancaran cahaya dari Sang Sumber Cahaya (al-Nur<\/em>\/ Tuhan). <\/p>\n\n\n\n