Pecihitam.org<\/strong> – Secara bahasa, semua kalangan sufi sepakat bahwa makrifat berasal dari kata \u2018arafa, ya\u2019rifu, \u2018irfan, ma\u2019rifat<\/em>, yang dalam lidah Indonesia disebut dengan \u201cmakrifat\u201d, artinya pengetahuan atau pengalaman batin. <\/p>\n\n\n\n

Arti ini dalam penerapannya mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena makrifat telah dipahami oleh semua sufi<\/a><\/strong> sebagai \u201cpengalaman spiritual\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Pencapaian tertinggi dalam pengalaman spiritual ini tidak dapat diukur secara pasti melalui batasan-batasan keilmuan dan pengetahuan. Dalam kondisi pencapain tertinggi ini para sufi tidak dapat menuntut para pelaku spiritual<\/a> lain untuk mengikuti \u201cgaya\u201d berspiritual apalagi menggapai pengalaman sebagaimana dirasakan dan digapai oleh seorang sufi.<\/p>\n\n\n\n

Sebagai\npengetahuan tentang rahasia hakikat, makrifat merupakan pengetahuan yang\nobjeknya bukan pada hal-hal yang bersifat lahir, namun lebih dalam dari semua\nitu yaitu terhadap batin dengan mengetahui rahasia-rahasianya. <\/p>\n\n\n\n

Pada\ntitik inilah, harus diakui bahwa bagaimanapun keterbatasan manusia itu, mereka\ntetap merupakan makhluk yang spiritual, yang ditakdirkan oleh Allah memiliki\npotensi akal pikiran yang tidak dimiliki oleh yang lain, dan dengan potensi itu\nmanusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, serta mampu membuat kesimpulan\nbahwa hakikat itu satu dan segala yang maujud (ada) berasal dari yang satu.<\/p>\n\n\n\n

Dengan\nbegitu jelaslah bahwa manusia sejatinya adalah makhluk spiritual yang memiliki\npengalaman fisik, bukan makhluk fisik yang memiliki pengalaman spiritual. Sebab\nfisik itu dimensinya terbatas, ia lahir dan dalam usia tertentu fisik manusia\ntidak bisa bertahan, yang tersisa hanyalah roh dan jiwanya.<\/p>\n\n\n\n

Para sufi juga beranggapan bahwa satu-satunya petunjuk Tuhan adalah Tuhan itu sendiri. Pernyataan ini dapai dilihat dari jawaban salah seorang sufi bernama al-Nuri, ia ditanya oleh salah seorang muridnya; \u201cApakah petunjuk kepada Tuhan itu<\/em>?\u201d al-Nuri menjawab, \u201cTuhan<\/em>\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Kemudian ditanya lagi, \u201cLalu bagaimana dengan akal?<\/em>\u201d, al-Nuri menjawab, \u201cAkal itu lemah, dan lemah itu hanya bisa menunjuk pada yang lemah<\/em>\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Seorang tokoh sufi bernama Abu Bakar Kalabadzi pernah menulis dalam kitabnya \u201cAl-Ta\u2019arruf li Madzhabi Ahl Tasawwuf<\/em>\u201d, bahwa \u201cTuhan membuat kita mengenal diri-Nya lewat Dia sendiri dan menuntun kita kepada pengetahuan tentang diri-Nya lewat diri-Nya sendiri, sehingga menyaksian makrifat muncul dari makrifat lewat makrifat, setelah dia yang memiliki makrifat diajari tentang makrifat oleh Dia yang merupakan objek makrifat\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Dari\nungkapan ini dapat dijelaskan bahwa makrifat itu tidak ada penyebabnya, yang\nterjadi hanyalah Tuhan mengajari makrifat kepada ahli makrifat sehingga\nmenjadikannya mengenal-Nya. Hukum sebab-akibat dalam sains, dengan demikian,\ntidak berlaku bagi pengetahuan berbasis makrifat. <\/p>\n\n\n\n

Ahli\nmakrifat mendasarkan pengetahuan bukan pada kondisi-kondisi fisik atau\nmaterial, pengetahuan dalam dimensi makrifat adalah \u201ckeadaan jiwa\u201d yang\ndisirami pengetahuan Ilahiah secara melimpah. Seorang ahli makrifat tidak\npernah terlihat pada dua kesempatan dan dalam keadaan yang sama, sebab ia\nmerasa selalu diawasi oleh Allah. <\/p>\n\n\n\n

Menurut\npara ahli makrifat, pengetahuan yang benar tentang Allah tidak semata-mata\nmengetahui bahwa Allah itu Esa, sebagaimana banyak orang mengetahuinya, baik\nmuslim maupun non muslim. <\/p>\n\n\n\n

Pengetahuan\nterhadap Allah (makrifat) bukan pula pengetahuan yang bersumber dari pembuktian\ndan pengetahuan akal sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf, ahli kalam,\ndan ahli hukum, namun pengetahuan yang mendasarkan pada astibur \u201ckesatuan\ndengan Allah\u201d sebagaimana yang dipraktikkan hamba-hamba-Nya yang suci, yang\nselalu menghadirkan nama Allah dalam setiap detak jantung mereka dengan penuh\nkhusu\u2019, sehingga apa yang mereka ungkapkan bukan untuk sesuatu yang ada dalam\ndunia, tapi melampaui dunia dan seisinya.<\/p>\n\n\n\n

Dengan\ndemikian, dapat disimpulkan bahwa makrifat yang dipahami oleh para sufi\nbukanlah hasil usaha manusia, tetapi bergantung pada kehendak dan rahmat Allah.\nDengan kata lain, makrifat merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya yang\nsanggup menerimanya.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Secara bahasa, semua kalangan sufi sepakat bahwa makrifat berasal dari kata \u2018arafa, ya\u2019rifu, \u2018irfan, ma\u2019rifat, yang dalam lidah Indonesia disebut dengan \u201cmakrifat\u201d, artinya pengetahuan atau pengalaman batin. Arti ini dalam penerapannya mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena makrifat telah dipahami oleh semua sufi sebagai \u201cpengalaman spiritual\u201d. Pencapaian tertinggi dalam pengalaman spiritual ini tidak […]<\/p>\n","protected":false},"author":13,"featured_media":14271,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[17],"tags":[5098,4382,4995,2222],"yoast_head":"\n