Pecihitam.org<\/strong> – Ilmu Mantiq (ilmu logika) umumnya diajarkan di jenjang terakhir, dan wajib dihafalkan berbarengan dengan ilmu balaghah. Yaitu setelah santri belajar bermacam-macam ilmu, seperti nahwu-sharaf (gramatika bahasa Arab), fiqh dan ilmu ushul-nya, hadits dan ilmu musthalaah-nya, tauhid dan kitab-kitab lainnya. Umumnya ilmu mantiq dipelajari, setelah santri mengkhatamkan kitab Alfiyah Ibni Malik.<\/p>\n\n\n\n Kitab ilmu mantiq yang lazim diajarkan di pesantren Indonesia adalah kitab Sullamul Munawraq karya Syekh Abdurrahman bin Muhammad al-Akhdhori, yang hidup di abad 10 H atau abad 16 M.<\/p>\n\n\n\n Ilmu mantiq dalam kitab ini diuraikan dalam bentuk nazam, yang baitnya berjumlah seratus empat puluh empat. Kitab ini sering dipelajari bersama kitab syarah-nya, seperti kitab Idhahul Mubham karya Syekh Ahmad al-Damanhuri dan kitab Taqrirat terbitan Pesantren Lirboyo.<\/p>\n\n\n\n Penulis kitab (Mushonif) mengawali kitabnya ini dengan memuji Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Kemudian menjelaskan pengertian sekaligus kegunaan ilmu mantiq. <\/p>\n\n\n\n Menurut penulis, posisi ilmu mantiq bagi pikiran layaknya ilmu nahwu (gramatika bahasa Arab) bagi lisan. Orang yang menguasai dan menggunakan kaidah-kaidah ilmu mantiq akan terbebas dari berpikir yang salah. Dan terbuka baginya dari pemahaman yang rumit, seperti halnya orang yang mengusai dan menggunakan ilmu nahwu, akan terhindar dari kesalahan pengucapan dalam bahasa Arab. Dan mampu memahami kata-kata yang tersusun dalam bahasa Arab yang rumit.<\/p>\n\n\n\n Sebelum masuk pembahasan mengenai ilmu mantiq, Syekh al-Akhdhori lebih dulu memaparkan beberapa pendapat ulama perihal mempelajari ilmu ini.<\/p>\n\n\n\n Ibnu Shalah (1181-1243 M) dan Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi (1233-1277 M) mengharamkan. Sedangkan beberapa ulama lain menganjurkan, diantaranya Abu Hamid Muhammad al-Ghazali<\/a><\/strong> (1059-1111 M).<\/p>\n\n\n\n Sebagaimana terekam dalam kitab Idhahul Mubham, Imam Ghazali bahkan pernah mengatakan, orang yang tak mengerti mantiq, pengetahuannya tak dapat dipercaya (tak dapat dipertanggungjawabkan). Lalu, menurut pendapat yang masyhur lagi sahih, boleh mempelajari ilmu mantiq bagi mereka yang akalnya sudah sempurna dan betul-betul memahami al-Qur\u2019an dan Hadits.<\/p>\n\n\n\n Mungkin pendapat ke tiga ini yang melandasi ilmu mantiq dipelajari di pesantren umumnya. Ketika santri telah mampu membaca Alquran dengan baik dan mempelajari ilmu fiqh. (Seperti kitab Fathul Qorib), ushul fiqh (seperti kitab Waraqat dan Lathaiful Isyarat) , ilmu nahwu (seperti kitab Alfiyah Ibni Malik), ilmu sharaf, hadits (seperti kitab Bulughul Maram), ilmu musthalahul hadits (seperti kitab Baiquniyah), ilmu tafsir , ilmu tauhid (seperti kitab Kifayatul Awam dan Fathul Majid) dan sebagainya.<\/p>\n\n\n\n Kitab Sullamul Munawraq, walaupun terbilang sangat tipis, namun memuat beberapa bab dan fashal yang cukup banyak. Di mulai dari membahas berbagai macam ilmu baru, dalalah wadh\u2019iyah, pembahasan lafadz-lafadz, menyamakan lafadz pada makna, kully-kullyyat dan juz \u2019I-juz\u2019iyyat, pembagian mu\u2019arrif, qodhiyah dan hukumnya, tanaqudh, \u2018aksil mustawa, qiyas, syakal, susunan dalam qiyas, dan terakhir pembagian hujjah.<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n