Pecihitam.org<\/strong> – Wasiat menurut syariat adalah pemindahan kepemilikan harta baik berupa benda ataupun manfaatnya dengan cara sukarela. Dan akadnya dilakukan ketika pemberi wasiat masih hidup. Akan tetapi si penerima dapat memiliki hartanya ketika pemberi wasiat sudah meninggal dunia, lalu bolehkah ahli waris menerima wasiat? Bagaimana hukumnya?<\/p>\n\n\n\n Sebelumnya masuk pada pembahasan, perlu diketahui bahwa waris dan wasiat adalah dua hal yang berbeda.<\/p>\n\n\n\n Meskipun keduanya memiliki persamaan berupa bahwa akad dari keduanya dapat terealisakikan jika pewaris dan pewasiat sudah meninggal dunia.<\/p>\n\n\n\n Namun terdapat pula hal-hal yang membedakannya, seperti sifat dari keduanya. Jika wasiat \u00a0diberikan dengan sukarela tanpa adanya paksaan, maka waris bersifat suatu ketetapan, yang mana sudah ditentukan Allah dalam kitabnya, oleh karena itu manusia tidak punya hak untuk mengaturnya.<\/p>\n\n\n\n Juga dalam segi akad dan non akadnya. Ketika seseorang ingin berwasiat maka ia wajib melaksanakan akadnya ketika masih hidup.<\/p>\n\n\n\n Lain halnya dengan waris, karena waris terjadi tanpa adanya akad. Maka ketika seseorang meninggal, dengan sendirinya harta tersebut berpindah ke tengan ahli waris berdasarkan pembagian yang telah Allah tetapkan dalam al Qur\u2019an.<\/p>\n\n\n\n Dalam segi penerimanya juga berbeda. Karena penerima waris adalah mereka yang sudah Allah tetapkan dalam al quran, maka warisan tidak boleh diberikan ke sembarang orang, kecuali ahli warisnya.<\/p>\n\n\n\n Lain halnya dengan wasiat, karena wasiat boleh diberikan kepada siapapun kecuali ahli warisnya, dengan catatan jumlah harta yang diberikan tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan si mayit.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya, wasiat boleh\ndiberikan kepada ahli waris, berdasarkan firman Allah dalam al qur\u2019an surat al\nBaqarah: 180<\/p>\n\n\n\n \u0643\u064f\u062a\u0650\u0628\u064e \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0625\u0650\u0630\u064e\u0627 \u062d\u064e\u0636\u064e\u0631\u064e \u0623\u064e\u062d\u064e\u062f\u064e\u0643\u064f\u0645\u064f \u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0648\u0652\u062a\u064f \u0625\u0650\u0646\u0652 \u062a\u064e\u0631\u064e\u0643\u064e \u062e\u064e\u064a\u0652\u0631\u064b\u0627 \u0627\u0644\u0652\u0648\u064e\u0635\u0650\u064a\u064e\u0651\u0629\u064f \u0644\u0650\u0644\u0652\u0648\u064e\u0627\u0644\u0650\u062f\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 \u0648\u064e\u0627\u0644\u0652\u0623\u064e\u0642\u0652\u0631\u064e\u0628\u0650\u064a\u0646\u064e \u0628\u0650\u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0639\u0652\u0631\u064f\u0648\u0641\u0650 \u062d\u064e\u0642\u064b\u0651\u0627 \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0645\u064f\u062a\u064e\u0651\u0642\u0650\u064a\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201cDiwajibkan\natas kalian berwasiat kepada orang tua dan kerabat dengan cara yang baik,\napabila maut hendak menjemput salah seorang diantara kalian, jika ia\nmeninggalkan harta. (sebagai) kewajiban\nbagi orang yang bertakwa\u201d.<\/em><\/em><\/p>\n\n\n\n Kemudian ayat tersebut di naskh <\/em>dengan hadis mutawatir riwayat Imam Bukhori dalam kitab Shohih <\/em>nya bab badul wahyi<\/em>, yaitu \u0644\u0627 \u0648\u0635\u064a\u0629 \u0644\u0648\u0627\u0631\u062b<\/strong> \u00a0, maka dengan begitu hukum berwasiat kepada Ahli Waris adalah tidak boleh.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi hukum tersebut belum ittifaq,\n<\/em>sebab para ulama masih berbeda pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama\nmengatakan bahwa boleh berwasiat kepada ahli waris, jika telah mendapat izin\ndari ahli waris yang lainnya, seperti yang dikatakan sebagian ulama\u2019 Syafi\u2019iyah,\nMalikiyah, Hanabilah, dan Hafiyah. (lihat di Fath al Qadir karya Ibnu al Humam,\njuz 9, hal. 382)<\/p>\n\n\n\n Dasar hukumnya adalah surat an Nisa\nayat: 11<\/p>\n\n\n\n \u0645\u0650\u0646\u0652 \u0628\u064e\u0639\u0652\u062f\u0650 \u0648\u064e\u0635\u0650\u064a\u064e\u0651\u0629\u064d \u064a\u064f\u0648\u0635\u0650\u064a \u0628\u0650\u0647\u064e\u0627 \u0623\u064e\u0648\u0652 \u062f\u064e\u064a\u0652\u0646\u064d<\/p>\n\n\n\n \u201c(pembagian-pembagian\ntersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau setelah dibayar\nhutangnya.\u201d <\/em><\/p>\n\n\n\n Ayat diatas secara dohir menjelaskan bahwa wasiat boleh diberikan kepada siapapun, tanpa dibatasi siapa yang tidak boleh menerima wasiat. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa wasiat boleh diberikan pada Ahli waris. <\/p>\n\n\n\n Dalil yang kedua adalah, larangan tersebut disebabkan oleh adanya illat <\/em>berupa menjaga hak ahli waris yang lain. Karena masing masing dari mereka telah mendapatkan hak yang telah ditentukan. Sehingga apabila terdapat ahli waris yang mendapatkan wasiat, maka jatahnya akan bertambah.<\/p>\n\n\n\n Oleh sebab itu, apabila\nahli waris yang lainnya telah ridho (mengizinkan) serta merelakan haknya maka\nwasiat itu boleh hukumnya, sebab telah hilang ilatnya.<\/p>\n\n\n\n