Pecihitam.org<\/strong> – Suatu ketika setelah shalat Isya, seorang laki-laki mendatangi rumah Kyai Jahari. Laki-laki itu terkenal sebagai seorang penjudi. Semua orang mengetahuinya, termasuk Kiai Jahari. <\/p>\n\n\n\n \u201cSilahkan masuk,\u201d kata Kyai Jahari setelah melihatnya berada di pintu.<\/p>\n\n\n\n Laki-laki paruh baya itu menghampiri Kyai Jahari dan menyalaminya. Ia duduk di samping Kyai Jahari setelah dipersilahkan.<\/p>\n\n\n\n \u201cLama kita tak berjumpa,\u201d ujar Kyai Jahari.<\/p>\n\n\n\n \u201cIya, Kyai, Begini Kyai, saya hendak bertanya sesuatu.\u201d kata si penjudi<\/p>\n\n\n\n \u201cSilakan,\u201d ucap kyai asal Susukan, Cirebon, yang hidup di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 itu.<\/p>\n\n\n\n \u201cAnak dan istri saya menolak nafkah pemberian dari saya. Katanya uang hasil judi itu haram. Benarkah demikian, kyai?\u201d tanya si penjudi<\/p>\n\n\n\n Kyai Jahari tersenyum, kemudian berkata: \u201cTidak juga, selama tuan tidak pernah kalah sekalipun.\u201d<\/p>\n\n\n\n Si penjudi itu sedikit tercengang. Lalu berkata: \u201cTidak mungkin, kyai. Ketika berjudi, tidak ada seorang pun yang belum pernah kalah. Semua penjudi pernah mengalaminya.\u201d<\/p>\n\n\n\n \u201cJika tuan sudah tahu jawabannya, kenapa tuan masih melakukannya?\u201d sahut Kyai Jahari<\/p>\n\n\n\n Laki-laki itu terdiam, dengan wajah menunduk.<\/p>\n\n\n\n \u201cTak ada keuntungan dalam berjudi. Menang atau kalah, sama-sama merugikan. Ketika tuan menang, tuan merugikan orang yang kalah. Ketika tuan kalah, tuanlah yang dirugikan. Itulah alasan kenapa uang hasil judi dihukumi haram, karena didapatkan dengan merugikan orang lain.\u201d jelas Kyai Jahari<\/p>\n\n\n\n \u201cTapi sukar menghentikannya, kyai.\u201d sahut si penjusi<\/p>\n\n\n\n \u201cYa, memang sukar. Jika mudah, tuan tidak akan datang kemari,\u201d ujar Kyai Jahari tersenyum lebar.<\/p>\n\n\n\n Pendekatan Kyai Jahari ini sangat memanusiakan. Beliau tidak mengusir penjudi itu dan menerimanya dengan ramah, meski orang itu telah terkenal sebagai penjudi dan pemabuk.<\/p>\n\n\n\n Jawaban yang diberikannya pun menarik, tidak seketika mengharamkan dan menyalahkan. Beliau memberikan jawaban yang memancing perenungan, sehingga tanpa sadar sang penjudi mengatakan: \u201cTidak mungkin, kyai. Ketika berjudi, tidak ada seorang pun yang belum pernah kalah. Semua penjudi pernah mengalaminya.\u201d<\/p>\n\n\n\n Andai ditarik ke ranah teoritis, pendekatan Kiai Jahari dalam menjawab bisa -mungkin- di-skemakan seperti ini.<\/p>\n\n\n\n Pertama, mengajukan argumentasi logis dengan mengatakan: \u201cTidak juga, selama tuan tidak pernah kalah sekalipun.\u201d Argumentasi logis ini yang kemudian dipahami oleh penjudi sebagai bentuk ketidak-mungkinan. Artinya, Kyai Jahari sengaja menggunakan pengalaman berjudi orang tersebut untuk membangun landasan argumentatifnya.<\/p>\n\n\n\n Kedua, setelah landasan argumentatifnya terbangun, yaitu perkataan: \u201cJika tuan sudah tahu jawabannya, kenapa tuan masih melakukannya?\u201d<\/p>\n\n\n\n