PeciHitam.org<\/strong> \u2013 Seiring berkembangnya mode dan teknologi, yang awalnya kebutuhan Tersier menjadi kebutuhan Sekunder bahkan Primer. Salah satu bentuknya ialah swafoto atau selfie. Bagaimanakah hukum selfie dalam Islam itu sendiri? Apakah boleh? Berikut penjelasannya.<\/p>\n Sebelum membahas selfie dalam kacamata Hukum Islam, dewasa ini, self-photography atau potret diri dengan mudahnya menghiasi linimasa atau halaman media sosial. Fenomena selfie seolah menjadi candu serta kebutuhan membudaya yang telah dianggap hal biasa di masyarakat.<\/p>\n Selanjutnya, bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi? Selfie merupakan tentang bagaimana kita mendefinisikan serta berekspresi diri dan merupakan suatu cara untuk mencari jati diri kita. Faktor lainnya karena didukung oleh kencangnya kemajuan teknologi yang semakin canggih, yang menyajikan perangkat dan modifikasi foto dengan kualitas yang lebih baik.<\/p>\n Adapun Media sosial merupakan faktor yang sangat memengaruhi hal tersebut, dengan mengambil foto dan membaginya di medsos dengan ribuan orang secara online kapan saja dan di mana saja, dan berdampak pada penilaian orang lain terhadap kita. Hal itu lah yang membuat pelaku sosial media ketagihan dengan selfie sehingga merubah yang awalnya kebutuhan sekunder menjadi primer.<\/p>\n kebanyakan dari mereka menyalahgunakan hal tersebut untuk sekedar mencari perhatian, membuat sensasi, mendongkrak popularitas, riya\u2019 hingga pamer. Dan apabila kita tidak berhati-hati ketika berselfie, hal tersebut dapat mencelakai kita, bahkan tak jarang jika selfie berujung pada kematian.<\/p>\n Tak dapat dipungkiri bahwasannya selfie lebih banyak digandrungi oleh kaum hawa yakni muslimah. Kebanyakan dari mereka melakukan hal tersebut tanpa menjaga adab-adab Islami baik dalam kurang sempurnanya menutup aurat dan melakukan pose-pose yang diduga dapat menimbulkan fitnah atau mendorong kemaksiatan.<\/p>\n Lalu, bagaimana hukum selfie dalam Islam khususnya kacamata fiqih? Berfoto sebenarnya merupakan perkara mu\u2019amalah yang hukum asalnya boleh. Menurut kaidah fiqh;<\/p>\n \u0627\u0644\u0623\u064e\u0635\u0652\u0644\u064f \u0641\u0650\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0645\u064f\u0639\u064e\u0627\u0645\u064e\u0644\u064e\u0629\u064f \u0627\u0644\u0652\u0625\u0650\u0628\u064e\u0627\u062d\u064e\u0629 \u062d\u064e\u062a\u0651\u064e\u0649 \u064a\u064e\u062f\u064f\u0644\u0651\u064e \u0627\u0644\u062f\u0651\u064e\u0644\u0650\u064a\u0652\u0644\u064f \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u062a\u064e\u062d\u0652\u0631\u0650\u064a\u0652\u0645\u0647\u0627<\/strong><\/p>\n Artinya: (Asal hukum mu\u2019amalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya).<\/p>\n