Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":1725,"date":"2018-02-01T03:49:34","date_gmt":"2018-02-01T03:49:34","guid":{"rendered":"http:\/\/pecihitam.org\/?p=1725"},"modified":"2018-02-01T03:49:57","modified_gmt":"2018-02-01T03:49:57","slug":"saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/","title":{"rendered":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah"},"content":{"rendered":"

Pecihitam.org<\/strong> – Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah<\/strong> ditanya makna \u201cIstawa\u201d, beliau menjawab: \u201cBarangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya<\/em>\u201d (Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini dikutip oleh banyak ulama. Di antaranya oleh al-Imam Abu Manshur al-Maturidi dalam Syarh al-Fiqh al-Akbar, al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam Hall ar-Rumuz, al-Imam Taqiyuddin al-Hushni dalam Daf\u2019u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad, dan al-Imam Ahmad ar-Rifa\u2019i dalam al-Burhan al-Mu\u2019yyad).<\/p>\n

Di sini ada pernyataan yang harus kita waspadai, ialah pernyataan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah<\/strong>. Murid Ibn Taimiyah ini banyak membuat kontroversi dan melakukan kedustaan persis seperti yang biasa dilakukan gurunya sendiri. Di antaranya, kedustaan yang ia sandarkan kepada al-Imam Abu Hanifah. Dalam beberapa bait sya\u2019ir Nuniyyah-nya, Ibn al-Qayyim menuliskan sebagai berikut:<\/p>\n

\u201cDemikian telah dinyatakan oleh Al-Imam Abu Hanifah an-Nu\u2019man ibn Tsabit, juga oleh Al-Imam Ya\u2019qub ibn Ibrahim al-Anshari. Adapun lafazh-lafazhnya berasal dari pernyataan Al-Imam Abu Hanifah\u2026<\/em>
\nbahwa orang yang tidak mau menetapkan Allah berada di atas arsy-Nya, dan bahwa Dia di atas langit serta di atas segala tempat, \u2026<\/em><\/p>\n

Demikian pula orang yang tidak mau mengakui bahwa Allah berada di atas arsy, \u2013di mana perkara tersebut tidak tersembunyi dari setiap getaran hati manusia\u2013,\u2026<\/em><\/p>\n

Maka itulah orang yang tidak diragukan lagi dan pengkafirannya. Inilah pernyataan yang telah disampaikan oleh al-Imam masa sekarang (maksudnya gurunya sendiri; Ibn Taimiyah).<\/em>
\nInilah pernyataan yang telah tertulis dalam kitab al-Fiqh al-Akbar (karya Al-Imam Abu Hanifah), di mana kitab tersebut telah memiliki banyak penjelasannya<\/em>\u201d.<\/p><\/blockquote>\n

Apa yang ditulis oleh Ibn al-Qayyim dalam untaian bait-bait syair di atas tidak lain hanya untuk mempropagandakan akidah tasybih yang ia yakininya. Ia sama persis dengan gurunya sendiri, memiliki keyakinan bahwa Allah bersemayam atau bertempat di atas arsy. Pernyataan Ibn al-Qayyim bahwa keyakinan tersebut adalah akidah al-Imam Abu Hanifah adalah kebohongan belaka. Kita meyakini sepenuhnya bahwa Abu Hanifah adalah seorang ahli tauhid, mensucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk-Nya.<\/p>\n

Bukti kuat untuk itu mari kita lihat karya-karya al-Imam Abu Hanifah<\/strong> sendiri, seperti al-Fiqh al-Akbar, al-Washiyyah, atau lainnya. Dalam karya-karya tersebut terdapat banyak ungkapan beliau menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya, Dia tidak membutuhkan kepada tempat atau arsy, karena arsy adalah makhluk Allah sendiri. Mustahil Allah membutuhkan kepada makhluk-Nya.<\/p>\n

Sesungguhnya memang seorang yang tidak memiliki senjata argumen, ia akan berkata apapun untuk menguatkan keyakinan yang ia milikinya, termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka. Inilah tradisi ahli bid\u2019ah, untuk menguatkan bid\u2019ahnya, mereka akan berkata: al-Imam Malik berkata demikian, atau al-Imam Abu Hanifah berkata demikian, dan seterusnya. Padahal sama sekali perkataan mereka adalah kedustaan belaka.<\/p>\n

Dalam al-Fiqh al-Akbar, al-Imam Abu Hanifah menuliskan sebagai berikut<\/strong>:<\/p>\n

\u201cDan sesungguhnya Allah itu satu bukan dari segi hitungan, tapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada suatu apapun yang meyerupai-Nya. Dia bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Dia tidak memiliki batasan (tidak memiliki bentuk; artinya bukan benda), Dia tidak memiliki keserupaan, Dia tidak ada yang dapat menentang-Nya, Dia tidak ada yang sama dengan-Nya, Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun dari makhluk-Nya yang menyerupainya<\/em>\u201d (Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan Syarh-nya karya Mulla \u2018Ali al-Qari\u2019, h. 30-31).<\/p>\n

Masih dalam al-Fiqh al-Akbar, Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut:<\/p>\n

\u201cDan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)<\/em>\u201d\u201d ( Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan syarah Syekh Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).<\/p>\n

Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini sangat jelas dalam menetapkan kesucian tauhid. Artinya, kelak orang-orang mukmin disurga akan langsung melihat Allah dengan mata kepala mereka masing-masing. Orang-orang mukmin tersebut di dalam surga, namun Allah bukan berarti di dalam surga. Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya \u201cdi dalam\u201d atau \u201cdi luar\u201d. Dia bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.<\/p>\n

Pada bagian lain dari Syarh al-Fiqh al-Akbar, yang juga dikutip dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:<\/p>\n

\u201cBertemu dengan Allah bagi penduduk surga adalah kebenaran. Hal itu tanpa dengan Kayfiyyah, dan tanpa tasybih, dan juga tanpa arah<\/em>\u201d (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla \u2018Ali al-Qari\u2019, h. 138).<\/p>\n

Kemudian pada bagian lain dari al-Washiyyah, beliau menuliskan:<\/p>\n

\u201cKita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhkan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhkan kepada makhluk-makhluk-Nya tersebut. Karena jika Allah membutuhkan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Nya sendiri. Dengan demikian jika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptakan arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk). Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung<\/em>\u201d (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh Mullah Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70).<\/p>\n

Dalam al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:<\/p>\n

\u201cAku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada. Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu<\/em>\u201d (Lihat al-Fiqh al-Absath karya al-Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 20).<\/p>\n

Pada bagian lain dalam kitab al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:<\/p>\n

\u201cAllah ada tanpa permulaan (Azali, Qadim) dan tanpa tempat. Dia ada sebelum menciptakan apapun dari makhluk-Nya. Dia ada sebelum ada tempat, Dia ada sebelum ada makhluk, Dia ada sebelum ada segala sesuatu, dan Dialah pencipta segala sesuatu. Maka barangsiapa berkata saya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah Ia di langit atau di bumi?, maka orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula menjadi kafir seorang yang berkata: Allah bertempat di arsy, tapi saya tidak tahu apakah arsy itu di bumi atau di langit<\/em>\u201d (al-Fiqh al-Absath, h. 57).<\/p>\n

Dalam tulisan al-Imam Abu Hanifah di atas, beliau mengkafirkan orang yang berkata: \u201cSaya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah Ia di langit atau di bumi<\/strong>\u201d. Demikian pula beliau mengkafirkan orang yang berkata: \u201cAllah bertempat di arsy, tapi saya tidak tahu apakah arsy itu di bumi atau di langit<\/strong>\u201d.<\/p>\n

Klaim kafir dari al-Imam Abu Hanifah terhadap orang yang mengatakan dua ungkapan tersebut adalah karena di dalam ungkapan itu terdapat pemahaman adanya tempat dan arah bagi Allah. Padahal sesuatu yang memiliki tempat dan arah sudah pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam tempat dan arah tersebut. Dengan demikian sesuatu tersebut pasti baharu (makhluk), bukan Tuhan.<\/p>\n

Tulisan al-Imam Abu Hanifah ini seringkali disalahpahami atau sengaja diputarbalikan pemaknaannya oleh kaum Musyabbihah. Perkataan al-Imam Abu Hanifah ini seringkali dijadikan alat oleh kaum Musyabbihah untuk mempropagandakan keyakinan mereka bahwa Allah berada di langit atau berada di atas arsy.<\/p>\n

Padahal sama sekali perkataan al-Imam Abu Hanifah tersebut bukan untuk menetapkan tempat atau arah bagi Allah. Justru sebaliknya, beliau mengatakan demikian adalah untuk menetapkan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Hal ini terbukti dengan perkataan-perkataan al-Imam Abu Hanifah sendiri seperti yang telah kita kutip di atas. Di antaranya tulisan beliau dalam al-Washiyyah: \u201cJika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia<\/em>?\u201d.<\/p>\n

Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa klaim kafir yang sematkan oleh al-Imam Abu Hanifah adalah terhadap mereka yang berakidah tasybih; yaitu mereka yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam di atas arsy. Inilah maksud yang dituju oleh al-Imam Abu Hanifah dengan dua ungkapannya tersebut di atas, sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imam al-Bayyadli al-Hanafi dalam karyanya; Isyarat al-Maram Min \u2018Ibarat al-Imam (Lihat Isyarat al-Maram, h. 200).<\/p>\n

Demikian pula prihal maksud perkataan al-Imam Abu Hanifah ini telah dijelasakan oleh al-Muhaddits al-Imam Muhammad Zahid al-Kautsari dalam kitab Takmilah as-Saif ash-Shaqil (Lihat Takmilah ar-Radd \u2018Ala an-Nuniyyah, h. 180).<\/p>\n

Asy-Syaikh \u2018Ali Mulla al-Qari di dalam Syarah al-Fiqh al-Akbar menuliskan sebagai berikut:<\/p>\n

\u201cAda sebuah riwayat berasal dari Abu Muthi\u2019 al-Balkhi bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang orang yang berkata \u201cSaya tidak tahu Allah apakah Dia berada di langit atau berada di bumi!?<\/em>\u201d. Abu Hanifah menjawab: \u201cOrang tersebut telah menjadi kafir, karena Allah berfirman \u201car-Rahman \u2018Ala al-arsy Istawa\u201d, dan arsy Allah berada di atas langit ke tujuh<\/em>\u201d. Lalu Abu Muthi\u2019 berkata: \u201cBagaimana jika seseorang berkata \u201cAllah di atas arsy, tapi saya tidak tahu arsy itu berada di langit atau di bumi?!<\/em>\u201d. Abu Hanifah berkata: \u201cOrang tersebut telah menjadi kafir, karena sama saja ia mengingkari Allah berada di langit. Dan barangsiapa mengingkari Allah berada di langit maka orang itu telah menjadi kafir. Karena Allah berada di tempat yang paling atas. Dan sesungguhnya Allah diminta dalam doa dari arah atas bukan dari arah bawah<\/em>\u201d.<\/p>\n

Kita jawab riwayat Abu Muthi\u2019 ini dengan riwayat yang telah disebutkan oleh al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam kitab Hall ar-Rumuz, bahwa al-Imam Abu Hanifah berkata: \u201cBarangsiapa berkata \u201cSaya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi?<\/em>!\u201d, maka orang ini telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam ini memberikan pemahaman bahwa Allah memiliki tempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah memiliki tempat maka orang tersebut seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya\u201d.<\/p>\n

Al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam adalah ulama besar terkemuka dan sangat terpercaya. Riwayat yang beliau kutip dari al-Imam Abu Hanifah dalam hal ini wajib kita pegang teguh. Bukan dengan memegang tegung riwayat yang dikutip oleh Ibn \u2018Abi al-Izz; (yang telah membuat syarah Risalah al-\u2018Aqidah ath-Thahawiyyah versi akidah tasybih). Di samping ini semua, Abu Muthi\u2019 al-Balkhi sendiri adalah seorang yang banyak melakukan pemalsuan, seperti yang telah dinyatakan oleh banyak ulama hadits\u201d (Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 197-198).<\/p>\n

Asy-Syaikh Musthafa Abu Saif al-Hamami, salah seorang ulama al-Azhar terkemuka, dalam kitab karyanya berjudul Ghauts al-\u2018Ibad Bi Bayan ar-Rasyad menuliskan beberapa pelajaran penting terkait riwayat Abu Muthi\u2019 al-Balkhi di atas, sebagai berikut:<\/p>\n

Pertama:<\/strong> Bahwa pernyataan yang dinisbatkan kepada al-Imam Abu Hanifah tersebut sama sekali tidak ada penyebutannya dalam al-Fiqh al-Akbar. Pernyataan semacam itu dikutip oleh orang yang tidak bertanggungjawab, dan dengan sengaja ia berdusta mengatakan bahwa itu pernyataan al-Imam Abu Hanifah dalam al-Fiqh al-Akbar, tujuannya tidak lain adalah untuk mempropagandakan kesesatan orang itu sendiri.<\/p>\n

Kedua:<\/strong> Kutipan riwayat semacam ini jelas berasal dari seorang pemalsu (wadla\u2019). Riwayat orang semacam ini, dalam masalah-masalah furu\u2019iyyah (fiqih) saja sama sekali tidak boleh dijadikan sandaran, terlebih lagi dalam masalah-masalah ushuliyyah (akidah). Mengambil periwayatan orang pemalsu semacam ini adalah merupakan pengkhiatan terhadap ajaran-ajaran agama. Dan ini tidak dilakukan kecuali oleh orang yang hendak menyebarkan kesesatan atau bid\u2019ah yang ia yakini.<\/p>\n

Ketiga:<\/strong> Periwayatan pemalsu ini telah terbantahkan dengan periwayatan yang benar dari seorang al-Imam agung terpercaya (tsiqah), yaitu al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam. Periwayatan al-Imam Ibn Abd as-Salam tentang perkataan al-Imam Abu Hanifah jauh lebih terpercaya dan lebih benar dibanding periwayatan pemalsu tersebut. Berpegang teguh kepada periwayatan seorang pendusta (kadzdzab) dengan meninggalkan periwayatan seorang yang tsiqah adalah sebuah pengkhianatan, yang hanya dilakukan seorang ahli bid\u2019ah saja.<\/p>\n

Seorang yang melakukan pemalsuan semacam ini, cukup untuk kita klaim sebagai orang yang tidak memiliki amanah. Jika orang awam saja melakukan pemalsuan semacam ini dapat menjadikannya seorang yang tidak dapat dihormati lagi, terlebih jika pemalsuan ini dilakukan oleh seorang yang alim, maka jelas orang alim ini tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi dengan ilmu-ilmunya. Dan \u201corang alim\u201d semacam itu tidak pantas untuk kita sebut sebagai orang alim, terlebih kita golongkannya dari jajaran Imam-Imam terkemuka, atau para ahli ijtihad. Dan lebih parah lagi jika pengkhianatan pemalsu ini dalam tiga perkara ini sekaligus.<\/p>\n

Padahal dengan hanya satu pengkhianatan saja sudah dapat menurunkannya dari derajat tsiqah. Karena jika satu riwayat sudah ia dikhianati, maka kemungkinan besar terhadap riwayat-riwayat yang lainpun ia akan melakukan hal sama (Lebih lengkap lihat Ghauts al-\u2018Ibad Bi Bayan ar-Rasyad, h. 99-100).<\/p>\n

Kemudian dalam bait sya\u2019ir di atas, Ibn al-Qayyim tidak hanya membuat kedustaan kepada al-Imam Abu Hanifah, namun ia juga melakukan kedustaan yang sama terhadap al-Imam Ya\u2019qub. Yang dimaksud al-Imam Ya\u2019qub dalam bait sya\u2019ir ini adalah sahabat al-Imam Abu Hanifah; yaitu Abu Yusuf Ya\u2019qub ibn Ibrahim al-Anshari. Dalam menyikapi perbuatan Ibn al-Qayyim ini, asy-Syaikh Musthafa Abu Saif al-Humami berkata: \u201cTidak diragukan lagi apa yang ia nyatakan ini adalah sebuah kedustaan untuk tujuan mempropagandakan keyakinan bid\u2019ahnya<\/em>\u201d (Lihat Ghauts al-\u2018Ibad Bi Bayan ar-Rasyad, h. 99).<\/p>\n

Penilaian yang sama terhadap Ibn al-Qayyim semacam ini juga telah diungkapkan oleh al-Muhaddits al-Imam Muhammad Zahid al-Kautsari dalam kitab bantahannya terhadap Ibn al-Qayyim sendiri, berjudul Takmilah ar-Radd \u2018Ala Nuniyyah Ibn al-Qayyim. Karya Al-Imam al-Kautsari ini adalah sebagai tambahan atas kitab karya Al-Imam Taqiyyuddin as-Subki berjudul as-Saif ash-Shaqil Fi ar-Radd \u2018Ala ibn Zafil, kitab yang juga berisikan serangan dan bantahan terhadap bid\u2019ah-bid\u2019ah Ibn al-Qayyim. Yang dimaksud dengan \u201cIbn Zafil\u201d oleh Al-Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam judul kitabnya ini adalah Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah; murid dari Ibn Taimiyah (Lihat Takmilah ar-Radd \u2018Ala an-Nuniyyah, h. 108).<\/p>\n

Dengan demikian riwayat yang sering dipropagandakan oleh Ibn al-Qayyim, yang juga sering dipropagandakan oleh kaum Wahhabiyyah bahwa al-Imam Abu Hanifah berkeyakinan \u201cAllah berada di langit<\/strong>\u201d adalah kedustaan belaka. Riwayat ini sama sekali tidak benar. Dalam rangkaian sanad riwayat ini terdapat nama-nama perawi yang bermasalah, di antaranya; Abu Muhammad ibn Hayyan, Nu\u2019aim ibn Hammad, dan Nuh ibn Abi Maryam Abu \u2018Ishmah.<\/p>\n

Orang pertama, yaitu Abu Muhammad ibn Hayyan, dinilai dla\u2019if oleh ulama hadits terkemuka yang hidup dalam satu wilayah dengan Abu Muhammad ibn Hayyan sendiri. Ulama hadits tersebut adalah al-Imam al-Hafizh al-\u2018Assal. Kemudian orang kedua, yaitu Nu\u2019aim ibn Hammad adalah seorang mujassim (Lihat Tahdzib at-Tahdzib, j. 10, h. 409).<\/p>\n

Demikian pula Nuh ibn Abi Maryam yang merupakan ayah tiri dari Nu\u2019aim ibn Hammad, juga seorang mujassim (Lihat Tahdzib at-Tahdzib, j. 10, h. 433).<\/p>\n

Dan Nuh ibn Abi Maryam ini adalah anak tiri dari Muqatil ibn Sulaiman; pemuka kaum mujassimah. Dengan demikian, Nu\u2019aim ibn Hammad telah dirusak oleh ayah tirinya sendiri, yaitu Nuh ibn Abi Maryam. Demikian pula Nuh ibn Abi Maryam telah dirusak oleh ayah tirinya sendiri, yaitu Muqatil ibn Sulaiman. Orang-orang yang kita sebutkan ini, sebagaimana dinilai oleh para ulama ahli kalam, mereka semua adalah orang-orang yang berkeyakinan tasybih dan tajsim. Dengan demikian bagaimana mungkin riwayat orang-orang yang berakidah tasybih dan tajsim semacam mereka dapat dijadikan sandaran dalam menetapkan permasalahan akidah?! Sesungguhnya orang yang bersandar kepada mereka adalah bagian dari mereka sendiri.<\/p>\n

Al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jawzi dalam kitab Daf\u2019u Syubah at-Tasybih, dalam penilaiannya terhadap Nu\u2019aim ibn Hammad, mengutip perkataan Ibn \u2018Adi, mengatakan: \u201cDia (Nu\u2019aim ibn Hammad) adalah seorang pemalsu hadits\u201d (Lihat Daf\u2019u Syubah at-Tasybih, h. 32).<\/p>\n

Kemudian al-Imam Ahmad ibn Hanbal pernah ditanya tentang riwayat Nu\u2019im ibn Hammad, tiba-tiba beliau memalingkan wajahnya sambil berkata: \u201cHadits munkar dan majhul\u201d (Daf\u2019u Syubah at-Tasybih, h. 32). Penilaian Al-Imam Ahmad ini artinya bahwa riwayat Nu\u2019aim ibn Hammad ada sesuatu yang sama sekali tidak benar.<\/p>\n

(Masalah)<\/strong>: Jika kaum Musyabbihah, seperti kaum Wahhabiyyah, mengatakan bahwa adz-Dzahabi telah mengutip riwayat dari kitab al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat karya al-Hafizh al-Bayhaqi bahwa pernyataan \u201cAllah berada di langit\u201d adalah berasal dari al-Imam Abu Hanifah.<\/p>\n

(Jawab)<\/strong>: Kita katakan: Riwayat al-Hafizh al-Bayhaqi dalam kitab al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat dengan memepergunakan kata \u201cIn shahhat al-hikayah\u2026\u201d (al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, h. 429). Hal ini menunjukan bahwa riwayat tersebut bermasalah. Artinya, riwayat yang dikutip al-Hafizh al-Bayhaqi ini bukan untuk dijadikan dalil. Yang menjadi masalah besar ialah bahwa tulisan al-Bayhaqi \u201cIn shahhat ar-riwayah\u2026\u201d ini diacuhkan oleh adz-Dzahabi untuk tujuan memberikan pemahaman kepada para pembaca bahwa pernyataan \u201cAllah berada di langit\u201d adalah statemen al-Imam Abu Hanifah. Ini menunjukan bahwa adz-Dzahabi tidak memiliki amanat ilmiyah. Hal ini juga menunjukan bahwa adz-Dzahabi telah banyak dipengaruhi oleh faham-faham gurunya sendiri, yaitu Ibn Taimiyah. al-Imam al-Muhaddits Muhammad Zahid al-Kautsari dalam Takmilah ar-Radd \u2018Ala Nuniyyah Ibn al-Qayyim menuliskan bahwa pernyataan al-Bayhaqi dalam al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat: \u201cIn shahhat ar-riwayah\u2026\u201d menunjukan bahwa dalam riwayat tersebut terdapat beberapa cacat (al-khalal).<\/p>\n

Namun hal terpenting dari pada itu ialah bahwa al-Imam al-Bayhaqi dalam kitab al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat tersebut, di dalam banyak tempat banyak menyebutkan tentang kesucian Allah dari pada tempat dan arah, salah satunya pernyataan beliau berikut ini:<\/p>\n

\u201cSebagian sahabat kami (kaum Ahlussunnah dari madzhab Asy\u2019ariyyah Syafi\u2019iyyah) mengambil dalil dalam menafikan tempat dari Allah dengan sebuah hadits sabda Rasulullah: \u201cEngkau ya Allah az-Zahir (Yang segala sesuatu menunjukan akan keberadaan-Nya) tidak ada suatu apapun di atas-Mu, dan Engkau ya Allah al-Bathin (Yang tidak dapat diraih oleh akal pikiran) tidak ada suatu apapun di bawah-Mu\u201d. Dari hadits ini dipahami jika tidak ada suatu apapun di atas Allah, dan tidak ada suatu apapun di bawah-Nya maka berarti Dia ada tanpa tempat\u201d (al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, h. 400).<\/p>\n

Pada halaman lain dalam kitab al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, Al-Imam al-Bayhaqi menuliskan: \u201cApa yang diriwayatkan secara menyendiri (tafarrud) oleh al-Kalbi dan lainnya memberikan pemahaman bahwa Allah memiliki bentuk, padahal sesuatu yang memiliki bentuk maka pasti dia itu baharu, membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam bentuk tersebut. Sementara Allah itu Qadim dan Azali (tanpa permulaan)\u201d (al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, h. 415).<\/p>\n

Pada bagian lain dari kitab di atas, al-Imam al-Bayhaqi menuliskan: \u201cSesungguhnya Allah ada tanpa tempat\u201d (al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, h. 448-449).<\/p>\n

Juga mengatakan: \u201cSesungguhnya gerak, diam, dan bersemayam atau bertempat itu adalah termasuk sifat-sifat benda. Sementara Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia tidak membutuhkan kepada suatu apapun, dan tidak ada suatu apapun yang menyerupai-Nya\u201d (al-Asma\u2019 Wa ash-Shifat, h. 448-449).<\/p>\n

Dengan penjelasan ini menjadi sangat terang bagi kita bahwa keyakinan Allah berada di langit yang dituduhkan sebagai keyakinan Al-Imam Abu Hanifah adalah kedustaan belaka yang sama sekali tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tuduhan semacam ini tidak hanya kedustaan kepada Al-Imam Abu Hanifah semata, tapi juga kedusataan terhadap orang-orang Islam secara keseluruhan dan kedustaan terhadap ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Naudzu billahi min dzalik.<\/p>\n

Source<\/em><\/a><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah ditanya makna \u201cIstawa\u201d, beliau menjawab: \u201cBarangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya\u201d […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":1727,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6,5,8,9],"tags":[1085,1087,1086,1084,1088,1089],"yoast_head":"\nSaat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org<\/title>\n<meta name=\"robots\" content=\"index, follow, max-snippet:-1, max-image-preview:large, max-video-preview:-1\" \/>\n<link rel=\"canonical\" href=\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\" \/>\n<meta property=\"og:locale\" content=\"en_US\" \/>\n<meta property=\"og:type\" content=\"article\" \/>\n<meta property=\"og:title\" content=\"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"og:description\" content=\"Pecihitam.org – Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah ditanya makna \u201cIstawa\u201d, beliau menjawab: \u201cBarangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya\u201d […]\" \/>\n<meta property=\"og:url\" content=\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\" \/>\n<meta property=\"og:site_name\" content=\"Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"article:publisher\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\" \/>\n<meta property=\"article:author\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\" \/>\n<meta property=\"article:published_time\" content=\"2018-02-01T03:49:34+00:00\" \/>\n<meta property=\"article:modified_time\" content=\"2018-02-01T03:49:57+00:00\" \/>\n<meta property=\"og:image\" content=\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:width\" content=\"700\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:height\" content=\"400\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:type\" content=\"image\/png\" \/>\n<meta name=\"author\" content=\"Redaksi\" \/>\n<meta name=\"twitter:card\" content=\"summary_large_image\" \/>\n<meta name=\"twitter:label1\" content=\"Written by\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data1\" content=\"Redaksi\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:label2\" content=\"Est. reading time\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data2\" content=\"15 minutes\" \/>\n<script type=\"application\/ld+json\" class=\"yoast-schema-graph\">{\"@context\":\"https:\/\/schema.org\",\"@graph\":[{\"@type\":\"Article\",\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#article\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\"},\"author\":{\"name\":\"Redaksi\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/ff3b58d5b39ab10ea20e402be7d60fac\"},\"headline\":\"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah\",\"datePublished\":\"2018-02-01T03:49:34+00:00\",\"dateModified\":\"2018-02-01T03:49:57+00:00\",\"mainEntityOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\"},\"wordCount\":2978,\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png\",\"keywords\":[\"dusta Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah\",\"dusta terhadap pendapat imam abu hanifah\",\"fitnah Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah\",\"Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah\",\"imam abu hanifah\",\"usta terhadap imam abu hanifah\"],\"articleSection\":[\"Khazanah\",\"Manhaj\",\"Opini\",\"Wahabi\"],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"WebPage\",\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\",\"name\":\"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\"},\"primaryImageOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png\",\"datePublished\":\"2018-02-01T03:49:34+00:00\",\"dateModified\":\"2018-02-01T03:49:57+00:00\",\"breadcrumb\":{\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#breadcrumb\"},\"inLanguage\":\"en-US\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"ReadAction\",\"target\":[\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/\"]}]},{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png\",\"width\":700,\"height\":400,\"caption\":\"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah\"},{\"@type\":\"BreadcrumbList\",\"@id\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#breadcrumb\",\"itemListElement\":[{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":1,\"name\":\"Home\",\"item\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\"},{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":2,\"name\":\"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah\"}]},{\"@type\":\"WebSite\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"description\":\"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah\",\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"potentialAction\":[{\"@type\":\"SearchAction\",\"target\":{\"@type\":\"EntryPoint\",\"urlTemplate\":\"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}\"},\"query-input\":\"required name=search_term_string\"}],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"Organization\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"logo\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"width\":2401,\"height\":2401,\"caption\":\"Pecihitam.org\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\"},\"sameAs\":[\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\",\"https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ\"]},{\"@type\":\"Person\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/ff3b58d5b39ab10ea20e402be7d60fac\",\"name\":\"Redaksi\",\"image\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/6425f4fe249f16a664104ad8a6a65e4f?s=96&r=g\",\"contentUrl\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/6425f4fe249f16a664104ad8a6a65e4f?s=96&r=g\",\"caption\":\"Redaksi\"},\"description\":\"Suka Menulis? Silahkan kirimkan tulisan dengan topik seputar Keislaman ke email redaksi di portalpecihitam@gmail.com\",\"sameAs\":[\"https:\/\/toko.pecihitam.org\",\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\",\"https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/\"],\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/newpecihitam\/\"}]}<\/script>\n<!-- \/ Yoast SEO plugin. -->","yoast_head_json":{"title":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org","robots":{"index":"index","follow":"follow","max-snippet":"max-snippet:-1","max-image-preview":"max-image-preview:large","max-video-preview":"max-video-preview:-1"},"canonical":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/","og_locale":"en_US","og_type":"article","og_title":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org","og_description":"Pecihitam.org – Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah ditanya makna \u201cIstawa\u201d, beliau menjawab: \u201cBarangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya\u201d […]","og_url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/","og_site_name":"Pecihitam.org","article_publisher":"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","article_author":"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","article_published_time":"2018-02-01T03:49:34+00:00","article_modified_time":"2018-02-01T03:49:57+00:00","og_image":[{"width":700,"height":400,"url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png","type":"image\/png"}],"author":"Redaksi","twitter_card":"summary_large_image","twitter_misc":{"Written by":"Redaksi","Est. reading time":"15 minutes"},"schema":{"@context":"https:\/\/schema.org","@graph":[{"@type":"Article","@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#article","isPartOf":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/"},"author":{"name":"Redaksi","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/ff3b58d5b39ab10ea20e402be7d60fac"},"headline":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah","datePublished":"2018-02-01T03:49:34+00:00","dateModified":"2018-02-01T03:49:57+00:00","mainEntityOfPage":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/"},"wordCount":2978,"publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"image":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png","keywords":["dusta Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah","dusta terhadap pendapat imam abu hanifah","fitnah Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah","Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah","imam abu hanifah","usta terhadap imam abu hanifah"],"articleSection":["Khazanah","Manhaj","Opini","Wahabi"],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"WebPage","@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/","name":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah - Pecihitam.org","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website"},"primaryImageOfPage":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage"},"image":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png","datePublished":"2018-02-01T03:49:34+00:00","dateModified":"2018-02-01T03:49:57+00:00","breadcrumb":{"@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#breadcrumb"},"inLanguage":"en-US","potentialAction":[{"@type":"ReadAction","target":["https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/"]}]},{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#primaryimage","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png","contentUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2018\/02\/save-1.png","width":700,"height":400,"caption":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah"},{"@type":"BreadcrumbList","@id":"https:\/\/www.pecihitam.org\/saat-ulama-salafi-wahabi-berdusta-atas-nama-imam-abu-hanifah\/#breadcrumb","itemListElement":[{"@type":"ListItem","position":1,"name":"Home","item":"https:\/\/pecihitam.org\/"},{"@type":"ListItem","position":2,"name":"Saat Ulama Salafi Wahabi Berdusta Atas Nama Imam Abu Hanifah"}]},{"@type":"WebSite","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","name":"Pecihitam.org","description":"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah","publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"potentialAction":[{"@type":"SearchAction","target":{"@type":"EntryPoint","urlTemplate":"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}"},"query-input":"required name=search_term_string"}],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"Organization","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization","name":"Pecihitam.org","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","logo":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","contentUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","width":2401,"height":2401,"caption":"Pecihitam.org"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/"},"sameAs":["https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ"]},{"@type":"Person","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/ff3b58d5b39ab10ea20e402be7d60fac","name":"Redaksi","image":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/","url":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/6425f4fe249f16a664104ad8a6a65e4f?s=96&r=g","contentUrl":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/6425f4fe249f16a664104ad8a6a65e4f?s=96&r=g","caption":"Redaksi"},"description":"Suka Menulis? Silahkan kirimkan tulisan dengan topik seputar Keislaman ke email redaksi di portalpecihitam@gmail.com","sameAs":["https:\/\/toko.pecihitam.org","https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/"],"url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/newpecihitam\/"}]}},"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1725"}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1725"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1725\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1727"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1725"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1725"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1725"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}