Pecihitam.Org – <\/strong>Ada beberapa ketentuan tentang waktu melafalkan niat ini, Pertama <\/em>: Waktu melafalkan niat itu harus berbareng\/bersamaan dengan permulaan ibadah, seperti Wudhu, niatnya dilakukan pada waktu membasuh sebagian muka. Shalat, niatnya harus berbareng\/bersamaan dengan takbiratul ihram dan sebagainya. Hal ini, mengecualikan beberapa amal ibadah yang niatnya tidak harus dibarengkan dengan permulaan amalnya, seperarti puasa dan zakat.<\/p>\n\n\n\n

Kedua <\/em>: Jika permulaan ibadah itu berupa dzikir, maka berbarengnya niat\nitu harus bersamaan dengan lengkapnya dzikir itu misalnya Sholat, permulaan\nshalat adalah takbir (Allahu Akbar). Jadi niatnya harus berbareng dengan\nlengkapnya bacaan “Allahu Akbar” dan tidak cukup hanya bersamaan  dengan “Allah” atau dengan\n“Akbar” saja.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang demikian tentu sulit bagi orang awam. Karena itu Imam Haramain dan Imam Al-Ghazali<\/a> memperbolehkan tidak berbareng seratus persen, bahkan sebagian Ulama fiqh berpendapat Niat itu mendahului atau terlambat sedikit dari takbir, boleh.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga <\/em>: jika ibadah itu berupa perbuatan \u0627\u064e\u0644\u0652\u0627\u0641\u0652\u0639\u064e\u0627\u0644\u0652))<\/strong>\nmaka niatnya cukup berbareng dengan permulaan ibadat itu. Hanya saja\ndisunnahkan untuk selalu mengingat istihdlar<\/em> sampai ibadah itu selesai\ndikerjakan. Semisal Wudhu, pada permulaan wudhu niat cukup dilakukan, sedangkan\npada waktu membasuh tangan dan seterusnya, hanya disunnahkan untuk selalu\ningat, bahwa ia sedang mengerjakan wudlu.” (Moh. Adib Bisri, terjemah\nal-Fara Idul Bahiyyah, <\/em>Menara Kudus, 1977 M, hal. 4).<\/p>\n\n\n\n

Pada dasarnya mengucapkan atau  melafalkan niat, misalnya membaca \u201cUshalli\nfardla dzuhri arba\u2019a raka\u2019atin mustaqbilal kiblati ada\u2019an lillahi ta\u2019ala\u201d<\/em>\n(Saya berniat melakukan shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan menghadap\nkiblat dan tepat pada waktunya semata-mata karena Allah SWT) pada menjelang\ntakbiratul ihram dalam shalat dzuhur adalah sesuatu yang sudah menjadi\nkebiasaan di kalangan warga NU (nahdliyin). Tetapi sepertinya menjadi asing dan\nsesuatu yang disoal oleh sebagian kalangan yang tidak sepemahaman dengan warga\nnahdliyin.<\/p>\n\n\n\n

Adapun hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang\ntakbiratul ihram menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafi\u2019iy\n(Syafi\u2019iyah) dan pengikut mazhab Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah\nsunnah, karena melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu seseorang lebih\nkhusyu\u2019 dalam melaksanakan shalatnya, karena mengingatkan hati untuk melakukan\nniat yang dimaksud.<\/p>\n\n\n\n

Melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak\ndisyari\u2019atkan kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap\nniatnya sendiri), ini menurut pengikut mazhab Imam Malik (Malikiyah) dan\npengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyah) bahwa. Menurut penjelasan Malikiyah,\nbahwa bagi orang yang terkena penyakit was-was hukum melafalkan niat sebelum\nshalat adalah sunnah. Sedangkan penjelasan al Hanafiyah bahwa melafalkan niat\nshalat sebelum takbir adalah bid\u2019ah, namun dianggap baik (istihsan) melafalkan\nniat bagi orang yang terkena penyakit was-was.<\/p>\n\n\n\n

Sebenarnya tentang melafalkan niat dalam suatu ibadah wajib\npernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah haji.<\/p>\n\n\n\n

\u0639\u064e\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0646\u064e\u0633\u064d \u0631\u064e\u0636\u0650\u064a\u064e \u0627\u0644\u0644\u0647 \u064f\u0639\u064e\u0646\u0652\u0647\u064f\n\u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u0633\u064e\u0645\u0650\u0639\u0652\u062a\u064f \u0631\u064e\u0633\u064f\u0648\u0652\u0644\u064e \u0627\u0644\u0644\u0647\u0650 \u0635\u064e\u0644\u064e\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u064f\u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0648\u064e\u0633\u064e\u0644\u0651\u0645\u064e \u064a\u064e\u0642\u064f\u0648\u0652\u0644\u064f \u0644\u064e\u0628\u064e\u0651\u064a\u0652\u0643\u064e\n\u0639\u064f\u0645\u0652\u0631\u064e\u0629\u064b \u0648\u064e\u062d\u064e\u062c\u064b\u0651\u0627\u064b<\/strong>
\n
\n<\/strong><\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cDari\nAnas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, \u201cLabbaika, aku\nsengaja mengerjakan umrah dan haji\u201d.” (HR. Muslim).<\/em><\/em><\/p>\n\n\n\n

Memang ketika Nabi Muhammad SAW  melafalkan niat itu\ndalam menjalankan ibadah haji, bukan shalat, wudlu\u2019 atau ibadah puasa, tetapi\ntidak berarti selain haji tidak bisa diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali\natau ditutup sama sekali untuk melafalkan niat.
\n
\nMemang tempatnya niat ada di hati, tetapi untuk\nsahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan empat hal, yaitu Islam, berakal sehat\n(tamyiz), mengetahui sesuatu yang diniatkan dan tidak ada sesuatu yang merusak\nniat.  Syarat yang nomor tiga (mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi\ntolok ukur tentang diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam\ndua hal. Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat),\nseperti membedakan orang yang beri\u2019tikaf di masjid dengan orang yang beristirah\ndi masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya,\nseperti membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat \u2018Ashar.\n\nHukum melafalkan niat adalah sunnah, walaupun Melafalkan\nniat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori tersebut tetapi pernah\ndilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya. Imam Ramli mengatakan: \u201cDisunnahkan\nmelafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu\n(kekhusyu\u2019-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar\ndari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat\u201d. (Nihayatul Muhtaj,\njuz I,: 437)\n\n\n\n<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.Org – Ada beberapa ketentuan tentang waktu melafalkan niat ini, Pertama : Waktu melafalkan niat itu harus berbareng\/bersamaan dengan permulaan ibadah, seperti Wudhu, niatnya dilakukan pada waktu membasuh sebagian muka. Shalat, niatnya harus berbareng\/bersamaan dengan takbiratul ihram dan sebagainya. Hal ini, mengecualikan beberapa amal ibadah yang niatnya tidak harus dibarengkan dengan permulaan amalnya, seperarti puasa […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":17780,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691],"tags":[5910],"yoast_head":"\n