PeciHitam.org<\/strong> – Berboncengan dengan bukan mahram, masih menjadi polemik hingga saat ini. Dulu, hal seperti itu memang menjadi aib jika dilakukan karena kendaraan yang digunakan berbeda, bagaimanakah dengan sekarang?<\/p>\n Seiring perkembangan zaman, manusia memiliki ketergantungan terhadap kendaraan dalam untuk memenuhi kebutuhan mobilitas, baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, baik darat, laut maupun udara. Sekarang ini masyarakat cenderung memilih kendaraan yang murah, efisien, dan cepat untuk mencapai tujuan.<\/p>\n Kendaraan alternatif yang dipilih dan diminati oleh mayoritas masyarakat di Indonesia adalah sepeda motor. Sepeda motor mempunyai kompatibilitas tinggi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Indonesia, baik pengendara maupun penumpang itu tidak mengenal adanya perbedaan kelamin, usia, maupun sara. Dalam pelaksanaannya di lapangan, karena tidak adanya perbedaan jenis kelamin, maka banyak pengendara sepeda motor yang saling berboncengan dengan bukan mahram. Hal tersebut memungkinkan timbulnya berbagai dampak termasuk di antaranya dapat menimbulkan fitnah.<\/p>\n Lalu bagaimanakah hukum berboncengan dengan bukan mahram dalam satu motor?<\/p>\n Hukum berboncengan tersebut tidak diperbolehkan kecuali bila bisa terhindar dari fitnah (hal-hal yang diharamkan) seperti :<\/p>\n Di dalam Islam, berboncengan dengan lawan jenis yang bukan mahram itu juga terjadi ketika zaman Rasulullah, yaitu ketika Rasulullah membawa Asma’ ra. (adik ipar Nabi) di Madinah, tatkala dia memikul beban yang berat di atas kepalanya. Maka, Rasulullah hendak merundukkan untanya agar bisa dinaiki Asma’, namun Asma’ lebih suka melanjutkan perjalanannya, dengan tidak menaiki (unta Nabi).<\/p>\n Dalam masalah ini perbandingan antara alat yang dikendarakan pada zaman nabi dan kendaraan pada zaman sekarang ini. Pada masa nabi kendaraan yang digunakan adalah onta sedangkan pada jaman sekarang ini adalah motor yang dimana sangat jauh berbeda diantara keduanya.<\/p>\n Perbedaan antara keduanya adalah onta memiliki punuk yang bisa dijadikan sebagai pembatas antara pengendara dan penumpangnya, sehingga antara keduanya tidak dapat saling bersentuhan. Sedangkan semua jenis motor tidak memiliki halangan antara pengendara dan penumpangnya sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya sesuatu yang tidak dibolehkan seperti bersentuhannya badan yang bisa saja menimbulkan syahwat.<\/p>\n Jika bersinggungan secara langsung, maka dapat dihukumi haram. Namun jika ada yang menghalangi, maka hukumnya makruh. Ini berlaku juga jika ada anak ataupun tas yang berada di tengah-tengah antara pengendara dan pembonceng.<\/p>\n\n