Pecihitam.org<\/strong> – Kerajaan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya pada tanggal 12 Dzulqadah tahun 916 H\/ 1511 M, yang bertepatan dengan runtuhnya Malaka pada Portugis.<\/p>\n\n\n\n Menurut M. Yahya Harun dalam bukunya Kerjaan Islam Nusantara Abad Enam Belas dan Tujuh Belas<\/em>, sebenarnya tatkala orang-orang Portugis menginjakkan kaki di Malaka awal abad ke-16, Aceh masih merupakan kerajaan taklukan Kerajaan Pedie yang terletak di Sumatera Utara. \u00a0<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi berkat jasa dari Sultan Ali Mughiat Syah, Aceh akhirnya mampu melepaskan diri dari pengaruh Pedie dan menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.<\/p>\n\n\n\n Bahkan pada berikutnya, Acehlah yang kemudian menjadi sentral kekuasaan di wilayah Sumatera Utara tersebut. Atas keberhasilannya melepaskan Aceh dari pengaruh Pedie, Sultan Ali Mughiat Syah yang juga dikenal dengan sebutan Sultan Ibrahim menjadi penguasa pertama (sejak tahun 1514 sampai 1528 M) sekaligus sebagai pendiri kerajaan Aceh Darussalam. <\/p>\n\n\n\n Dibawah kepemimpinannya, Kerajaan Aceh Darussalam terus melaju ke arah kesuksesan yang semakin gemilang. Baik di bidang ekonomi, politik, maupun ekspansi (perluasan wilayah).<\/p>\n\n\n\n Aceh merupakan gudang monumen sejarah, jika dilihat dari segi kebudayaan zaman kuno berdasarkan benda peninggalannya. Berikut inilah contoh tiga bangunan khas peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam.<\/p>\n\n\n\n Beberapa makam yang berada di kota Madya Banda Aceh, di antaranya kompleks makam di Museum Negeri Aceh (Rumoh Aceh) yang dikenal sebagai kelompok Bapperis. Makam-makam tersebut berjejeran dan di tancapkan pula papan nama yang sesuai dengan nama myit dan tahun meninggalnya secara lengkap.<\/p>\n\n\n\n Sedangkan lektak Makam Iskandar Muda tidak jauh dari daerah Bapperis. Kompleks makam yang berada di lokasi Kerajaan Aceh adalsh makam raja-raja dan keluarganya, seperti Sultan Alaudin al-Qahar. Kompleks tersebut terkenal dengan sebutan nama Makam Kandang XII sebab terdapat dua belas makam, dan kandang berarti makam.<\/p>\n\n\n\n Masjid Raya Baiturrahman berdiri pada abad ke 16 tepatnya pada tahun 1612, masjid tersebut dibangun oleh Sultan Iskandar Muda. Namun ada juga yang berpendapat bahwa masjid tersebut dibangun oleh Sultan Alaudin Johan Mahmudsyah pada tahun 1292.<\/p>\n\n\n\n Bagunan megah yang di desain seperti Taj Mahal itu menjadi pusat segala kegiatan di Aceh, bahkan banyak dari penjuru umat islam di dunia yang berkunjung untuk beajar ilmu agama, atau hanya sekedar menikmati keindahannya. <\/p>\n\n\n\n Kubahnya pun menyerupai kubah yang berada di masjid-masjid Persia, bangunan tersebut terpengaruh oleh corak bangsa Persia, sebab adanya hubungan baik antara Kerajaan Aceh Darussalam dengan negara-negara tersebut dalam waktu yang cukup lama. <\/p>\n\n\n\n Lonceng Cakra Donya yang tergantung di pintu masuk Museum Aceh, merupakan tanda persahabatan Aceh dan Tiongkok sejak abad ke-15 lalu. Lonceng tersebut menjadi saksi bisu atas kuatnya armada militer Kerajaan Aceh Darussalam saat Kerajaan mencapai masa kejayaannya.<\/p>\n\n\n\n Lonceng Cakra Donya ini berukuran raksasa dan berbentuk stupa (bangunan dari batu yang bentuknya seperti genta). Dan dibuat pada tahun 1409 M. Tinggi dari lonceng tersebeut mencapai 125 sentimeter, dan lebarnya mencapai 75 sentimeter.<\/p>\n\n\n\n1. Makam Raja\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0 <\/strong><\/h4>\n\n\n\n
2. Masjid Raya Baiturrahman<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
3. Lonceng Cakra Donya<\/strong><\/h4>\n\n\n\n