Pecihitam.org<\/strong> – KH Sholeh Darat mempunyai nama asli Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani. Lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar tahun 1820 \/1235 H, dengan nama Muhammad Shalih. Wafat di Semarang pada hari Jum\u2019at Wage tanggal 28 Ramadan 1321 H\/18 Desember 1903 dan dimakamkan di pemakaman umum \u201cBergota\u201d Semarang dalam usia 83 tahun. <\/p>\n\n\n\n KH. Sholeh Darat atau yang lebih di kenal dengan sebutan Mbah Sholeh Darat, merupakan seorang ulama sekaligus guru bangsa yang mungkin terlupakan bagi kalangan awam dan kalangan yang menyebut mereka sebagai kaum Nasionalis, tak setenar muridnya seperti RA Kartini. Kenapa demikian?<\/p>\n\n\n\n Karena pada kenyataannya nama KH Sholeh Darat lebih dikenal dikalangan kaum santri, sedangkan nama RA Kartini lebih dikenanl luas dibandingkan nama Sholeh Darat. Padahal pada sejatinya inspirasi yang mengalir dari pada perjuangan seorang RA Kartini itu tidak terlepas dari petuah dan dorongan yang diberikan olah Mbah Sholeh Darat itu sendiri.<\/p>\n\n\n\n Sebab Mbah Soleh Daratlah yang satu-satunya menjadi guru spiritual dan penasehat dalam segala aspek perjuangan RA Kartini yang selama ini di kenal di Bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n Timbulnya selogan atau moto ” Habis Gelap Terbitlah Terang ” itu sendiri merupakan penafsiran dari sebuah Kitab suci Al-Qur’an dalam surat aL-Baqarah .<\/p>\n\n\n\n Orang-orang beriman dibimbing Alloh dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqarah: 257).<\/em><\/p>\n\n\n\n Hal ini disebabkan di zaman RA kartini sulit untuk memahami sebuah tafsir dalam bahasa Arab. Karena pada saat itu Pemerintah Belanda melarang masyarakat dan Kyai untuk menafsirkan Al-Qur’an.<\/p>\n\n\n\n Sehingga timbul sebuah kegundahan dan pendapat pada dirinya yang mengaggap percuma untuk mengkaji sebuah aL-Qur’an yang pada sejatinya makna yang dikandungnya tidak dapat ia mengerti.<\/p>\n\n\n\n Saat ia berkunjung ke rumah pamannya,yang juga seorang Bupati Demak, dan saat itu ia RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Shaleh Darat.<\/p>\n\n\n\n Dan saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. Mendengar dan melihat sistem pengajaran Mbah Sholeh darat yang menggunakan bahasa sederhana dan mudah dipahami bagi orang awam, menjadikan RA Kartini begitu tertarik.<\/p>\n\n\n\n Sehingga dalam lain kesempatan dari sebuah pertemuan RA Kartini meminta agar Qur\u2019an diterjemahkan karena menurut pendapatnya tidak ada faedahnya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya dan makna yang dikandungnya.<\/p>\n\n\n\n Karena waktu itu pemerintah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan al-Qur\u2019an, sehingga Mbah Shaleh Darat melanggar larangan ini. Beliau memilih menerjemahkan Qur\u2019an dengan ditulis dalam huruf arab gundul\/pegon sehingga tak dicurigai pemerintah belanda.<\/p>\n\n\n\n Akhirnya buah karya dari Kitab tafsir dan terjemahan Qur\u2019an ini diberi nama Kitab Faid ar-Rahman, yang merupakan tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab.<\/p>\n\n\n\n Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seroang Bupati Rembang. Dari hadiah ini Kartini amat sangat menyukainya dan mengatakan:<\/p>\n\n\n\n “Selama ini al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.<\/em><\/p>\n\n\n\n Dari tafsir terjemahan Mbah Shaleh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya: Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqarah: 257).<\/p>\n\n\n\n Dalam banyak suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang kata \u201cDari gelap menuju cahaya\u201d yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: \u201cDoor Duisternis Toot Licht.\u201d<\/p>\n\n\n\n Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi \u201cHabis Gelap Terbitlah Terang,\u201d yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.<\/p>\n\n\n\n Namun sayangnya penerjemahan kitab ini tidak selesai karena Mbah Shaleh Darat keburu wafat<\/p>\n\n\n\n Selain dari R.A Kartini murid Mbah Kyai Sholeh Darat yang menjadi tokoh dan pejuang Nusantara adalah:<\/p>\n\n\n\nMurid-muridnya<\/strong><\/h4>\n\n\n\n