Pertama, Al Sima\u2019<\/strong><\/h4>\n\n\n\nYaitu penerimaan hadis dengan mendengarkan sendiri dari apa yang dikatakan gurunya dengan cara didiktekan, baik dari hafalannya maupun dari tulisannya. Cara ini menurut jumhur ulama hadis adalah cara yang paling tinggi tingkatannya.<\/p>\n\n\n\n
Selain itu, disebut juga sebagai cara penerimaan hadis yang paling kuat, maka tak heran jikalau sebagian dari para ulama hadis menyebutnya sebagai Al Sama\u2019 yang dibarengi dengan kata al Kitabah. <\/em><\/p>\n\n\n\nDalam hal mendengarkan hadis yang disampaikan sang guru atau seorang Syeikh dengan cara seperti ini, seorang ulama tidak mempermasalahkan jikalau seorang pendengar itu berada di balik Sattar (semacam kain pembatas\/penghalang) karena hal ini pun terjadi ketika para sahabat meriwayatkan hadis Rasulullah Saw., melalui Ummahat al Mukminin (Para Istri Nabi)<\/p>\n\n\n\n
Kedua, Al Qira\u2019ah \u2018ala Syaikh atau \u2018Aradh al Qira\u2019ah<\/strong><\/h4>\n\n\n\nYaitu penerimaan hadis yang dilakukan seorang murid dengan membacakan hadis di depan gurunya. Sedangkan si guru asyik menyimak atau mengikuti bacaan murid dari hafalannya atau dengan melihat kitab yang dipegangnya.<\/p>\n\n\n\n
Dalam cara ini, menurut Ajjaj al Khatib yang mengutip pendapat Imam Ahmad mensyaratkan orang yang membaca (Qari\u2019) adalah orang yang tidak hanya sekedar membaca akan tetapi pun memahami dan mengetahui hadis tersebut. <\/p>\n\n\n\n
Sedangkan Ulama seperti Al Lais bin Sa\u2019ad, Syu\u2019ban, Ibnu Juraih, Sufyan Al Tsauri dan Abu Hanifah beranggapan bahwa cara ini lebih baik dari pada cara al Sama\u2019. Sebab jikalau kita pandang dari cara al Sama\u2019 (menerima hadis dengan mendengarkan sendiri) tentu jikalau sang guru salah maka murid tidak leluasa menolak. <\/p>\n\n\n\n
Sebaliknya, jika menerima hadis dengan cara al Qira\u2019ah, tentu jika terjadi kesalahan yang di ungkapkan oleh sang murid pasti guru akan mengklarifikasi kesalahannya. Sedangkan dalam pandangan Imam Malik, Bukhari, dan sebagian besar Ulama Hijaz dan Kufah menganggap bahwasanya antara cara al Sama\u2019 dan al Qira\u2019ah derajatnya sama.<\/p>\n\n\n\n
Lain halnya dengan pendapat Ibnu Shalah dan Imam Nawawi serta mayoritas ulama lainnya yang memang telah beranggapan bahwasanya cara al Sama\u2019 lebih tinggi derajatnya. <\/p>\n\n\n\n
Ketiga, Al Ijazah<\/strong><\/h4>\n\n\n\nCara ini adalah cara pemberian izin seorang guru kepada\nmuridnya untuk meriwatkan hadis. Sehingga tak salah jika cara ini digunakan\noleh para guru dengan mengatakan kepada sang murid \u201cSaya mengijazahkan\nkepadamu untuk meriwayatkan hadis dariku\u201d. <\/em><\/p>\n\n\n\nMemandang cara ini, ternyata para ulama tidak seluruhnya sepakat bahkan beberapa dari mereka mengingkari cara al Ijazah ini. Lain halnya dengan mereka yang setuju dengan menetapkan syarat hendaknya sang guru betul-betul paham tentang apa yang di ijazahkan kepada muridnya, dan yang menjadi catatan pentingnya ialah naskah muridnya tentu harus menyamai dengan naskah yang lainnya. <\/p>\n\n\n\n
Keempat, Al Munawalah <\/strong><\/h4>\n\n\n\nYakni cara meriwayatkan hadis dimana sang guru memberikan\nhadis atau kitab hadis kepada sang murid untuk diriwayatkan. Pada cara ini ada\ndua bentuk diantaranya:<\/p>\n\n\n\n
- Al Munawalah yang\ndibarengi Ijazah. <\/em><\/li><\/ul>\n\n\n\n
Menurut Al Qadhi \u2018Iyad, cara ini termasuk cara yang dianggap\nsah oleh para ulama ahli hadis. Contohnya seorang guru yang menyerahkan kitab\nyang telah diriwayatkannya dan dicocokkan dengan karya atau hadis lain. Lalu dikatakan\nkepada muridnya<\/p>\n\n\n\n
\u201cIni riwayat saya maka riwayatkanlah dariku<\/em>\u201d setelah itu\nsang guru pun menyerahkan kepada muridnya dan berkata kembali <\/p>\n\n\n\n\u201cSaya Ijazahkan kepadamu untuk kamu meriwayatkan dariku\u201d<\/em> <\/p>\n\n\n\nSehingga cara penerimaan hadis melalui Al Munawalah yang dibarengi\nIjazah akan memiliki redaksi \u201cseseorang telah memberitahukan kepadaku\u201d<\/em>. <\/p>\n\n\n\n- Al Munawalah tanpa Ijazah<\/li><\/ul>\n\n\n\n
Cara ini kebanyakan ulama tidak setuju atau tidak memperbolehkan. Dimana perkataan guru pada cara al Munawalah tanpa ijazah ialah \u201cIni hadis saya, ini adalah hasil pendengaranku atau periwayatanku\u201d.<\/em> Sedangkan redaksi pada hadis ini ialah \u201cSeseorang telah memberikan kepadaku\/kami\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n