Pecihitam.org<\/strong> – Banyak mesjid saat shalat berlangsung secara berjamaah ada diselipkan oleh anak laki-laki yang belum khitan di antara saf shalat. Para anak-anak tersebut mengerjakan shalat juga. Maka sudah pasti bersentuhan dengan orang dewasa yang sedang shalat di sampingnya. <\/p>\n\n\n\n Berkaitan dengan persoalan ini, ada sebagian yang mengatakan bersentuhan dengan anak-anak tersebut bisa membatalkan shalat karena anak laki-laki yang belum khitan ada najis dalam qulfah<\/em>nya (kulup penis anak laki-laki yang belum dikhitan). <\/p>\n\n\n\n Sehingga banyak mesjid yang mengatur anak-anak berdiri di saf khusus di belakang walau mereka lebih awal datang. Ada juga yang berkata tidak batal, maka tidak boleh mereka di usir dari saf orang dewasa.<\/p>\n\n\n\n Karena itu, saya dalam artikel ini ingin menjawab persoalan ini berdasarkan kitab-kitab fiqih syafiiyah. <\/p>\n\n\n\n Berdasarkan kitab al-Majmu’<\/em>. Juz-II, hal. 199, I’anah al-Thalibin<\/a><\/strong><\/em> juz-I, hal. 92 dan 183, al- Asybah wa al- Nadhair,<\/em> hal 86, al-Bujairimi ‘ala al-Khathib <\/em>juz-I, hal. 53, Fath al- Bari<\/a><\/strong><\/em> juz-I, hal. 779, Qurrah al- ‘Ain,<\/em> hal. 55 dan al-Fiqh al-Islami<\/em> juz-I, hal. 725 dapat disimpulkan bahwa sebenarnya permasalahan qulfah<\/em> terjaadi khilaf para fukaha. <\/p>\n\n\n\n Menurut pendapat yang lebih sahih (ashah<\/em>) dalam qulfah<\/em> dihukumkan sebagai anggota zahir, sehingga wajib disucikan. Menurut pendapat yang berbeda dengan pendapat yang ashah (muqabil ashah<\/em>), dalam qulfah<\/em> dihukumkan sebagai anggota batin, sehingga tidak wajib disucikan. <\/p>\n\n\n\n Jika kita berpijak pada pendapat ashah <\/em>maka anak laki-laki yang belum dikhitan adalah mengandung najis<\/a><\/strong> dalam qulfah. <\/em> Karena itu, jika orang dewasa membawa, menggendong atau merangkul anak yang belum khitan saat salat maka batal salat karena ia sama saja dengan sedang membawa, menggendong dan merangkul najis yang ada dalam qulfah <\/em>anak tersebut.<\/p>\n\n\n\n Sedangkan jika kita berpijak pada muqabil<\/em>nya, anak laki-laki itu tidak dianggap membawa najis karena najis dalam qulfah <\/em>dianggap najis batin, jadi sama saja dengan najis dalam perut kita. <\/p>\n\n\n\n Maka orang dewasa yang menanggung, menggendong atau merangkul anak yang belum khitan saat shalat tidak batal salatnya karena najis dalam qulfah <\/em>tidak di kira.<\/p>\n\n\n\n Namun realitas dalam saf shalat tidaklah seperti demikian. Tetapi hanya bersentuhan atau dempet dengan anak itu saja ketika sedang mengerjakan shalat. <\/p>\n\n\n\n Maka walaupun berpijak pada pendapat ashah<\/em>, shalat orang dewasa tersebut tetap sah (tidak batal). Sebab hanya bersentuhan saja dengan anak-anak yang belum khitan, maka tidak masuk dalam kategori membawa najis. <\/p>\n\n\n\n Lain halnya jika anak yang belum khitan itu menginjak kaki orang dewasa saat dalam saf maka batal shalatnya menurut pendapat ashah<\/em>, karena ketika itu telah dikategorikan membawa najis. Coba dienungi agar bisa paham…!. Tetapi menurut pendapat yang khilaf dengan ashah <\/em>tetap tidak batal juga.<\/p>\n\n\n\n Berikut ini saya tampilkan salah satu teks\nkitab tersebut di bahwa ini, kitab al-Majmu’<\/em>. Juz-II, hal. 199:<\/p>\n\n\n\n \u0648\u0644\u0648 \u0643\u0627\u0646 \u063a\u064a\u0631 \u0645\u062e\u062a\u0648\u0646 \u0641\u0647\u0644 \u064a\u0644\u0632\u0645\u0647 \u0641\u064a \u063a\u0633\u0644 \u0627\u0644\u062c\u0646\u0627\u0628\u0629 \u063a\u0633\u0644 \u0645\u0627 \u062a\u062d\u062a \u0627\u0644\u062c\u0644\u062f\u0629 \u0627\u0644\u062a\u0649 \u062a\u0642\u0637\u0639 \u0641\u064a \u0627\u0644\u062e\u062a\u0627\u0646 \u0641\u064a\u0647 \u0648\u062c\u0647\u0627\u0646 \u062d\u0643\u0627\u0647\u0645\u0627 \u0627\u0644\u0645\u062a\u0648\u0644\u064a \u0648\u0627\u0644\u0631\u0648\u064a\u0627\u0646\u064a \u0648\u0622\u062e\u0631\u0648\u0646 \u0623\u0635\u062d\u0647\u0645\u0627 \u064a\u062c\u0628 \u0635\u062d\u062d\u0647 \u0627\u0644\u0631\u0648\u064a\u0627\u0646\u064a \u0648\u0627\u0644\u0631\u0627\u0641\u0639\u064a \u0644\u0623\u0646 \u062a\u0644\u0643 \u0627\u0644\u062c\u0644\u062f\u0629 \u0645\u0633\u062a\u062d\u0642\u0629 \u0627\u0644\u0625\u0632\u0627\u0644\u0629 \u0648\u0644\u0647\u0630\u0627 \u0644\u0648 \u0623\u0632\u0627\u0644\u0647\u0627 \u0625\u0646\u0633\u0627\u0646 \u0644\u0645 \u064a\u0636\u0645\u0646 \u0648\u0625\u0630\u0627 \u0643\u0627\u0646\u062a \u0645\u0633\u062a\u062d\u0642\u0629 \u0627\u0644\u0625\u0632\u0627\u0644\u0629 \u0641\u0645\u0627 \u062a\u062d\u062a\u0647\u0627 \u0643\u0627\u0644\u0638\u0627\u0647\u0631 \u0648\u0627\u0644\u062b\u0627\u0646\u064a \u0644\u0627 \u064a\u062c\u0628 \u0648\u0628\u0647 \u062c\u0632\u0645 \u0627\u0644\u0634\u064a\u062e \u0623\u0628\u0648 \u0639\u0627\u0635\u0645 \u0627\u0644\u0639\u0628\u0627\u062f\u064a \u0641\u064a \u0627\u0644\u0641\u062a\u0627\u0648\u0649 \u0644\u0627\u0646\u0647 \u064a\u062c\u0628 \u063a\u0633\u0644 \u062a\u0644\u0643 \u0627\u0644\u062c\u0644\u062f\u0629 \u0648\u0644\u0627 \u064a\u0643\u0641\u064a \u063a\u0633\u0644 \u0645\u0627 \u062a\u062d\u062a\u0647\u0627 \u0641\u0644\u0648 \u0643\u0627\u0646\u062a \u0643\u0627\u0644\u0645\u0639\u062f\u0648\u0645\u0629 \u0644\u0645 \u064a\u062c\u0628 \u063a\u0633\u0644\u0647\u0627 \u0641\u0628\u0642\u0649 \u0645\u0627 \u062a\u062d\u062a\u0647\u0627 \u0628\u0627\u0637\u0646\u0627.<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201cJikalau\nada anak-anak yang belum khitan, maka apakah wajib dibasuh najis yang di bawah\nkulit yang dipotong saat khitan?. Ada dua pendapat yang diriwayatkan oleh\nMutawalli, Rauyani dan lain-lain bahwa pendapat yang ashah<\/em> wajib dibasuh\nkarena kulit tersebut wajib dihilangkan. Maka apabila kulit itu wajib\ndihilangkan maka yang dalam kulit itu dihukumkan zahir. Menurut pendapat kedua\ntidak wajib, sebagaimana telah dipastikan oleh Syiekh Abu \u2018Ashim al-\u2018Ibadi\ndalam kitab Fatwanya. Karena yang wajib adalah membasuh kulitnya saja tidak\nyang didalam kulit. Karena itu jikalau ia sama dengan yang tidak ada maka yang\ndibawah kulit tidak wajib dibasuh, dan jadilah najis di bawah kulit pada hukum\nbatin.\u201d<\/p>\n\n\n\n Maka jelaslah bahwa masalah najis dalam qulfah <\/em>anak laki-laki adalah khilaf ulama syafiiyah. Pendapat ashah <\/em>menyatakan najis. Dan muqabil<\/em> ashah <\/em>menyatakannya tidak najis.<\/p>\n\n\n\n Adapun mengenai riwayat hadis bahwa Nabi ketika shalat pernah naik cucunya saat sedang sujud adalah hanya sebagai hadis saja, belum menjadi ilmu Fiqih. Kemudian ketika para fuqaha<\/a><\/strong> beristinbat hukum maka jadilah masalah ini khilafiyah fukaha sebagaimana sudah terang dalam teks kitab Majmu’ <\/em>di atas. <\/p>\n\n\n\n Wallahu a\u2019lam\nwa muwafiq ila aqwami al-thariq.<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" Pecihitam.org – Banyak mesjid saat shalat berlangsung secara berjamaah ada diselipkan oleh anak laki-laki yang belum khitan di antara saf shalat. Para anak-anak tersebut mengerjakan shalat juga. Maka sudah pasti bersentuhan dengan orang dewasa yang sedang shalat di sampingnya. Berkaitan dengan persoalan ini, ada sebagian yang mengatakan bersentuhan dengan anak-anak tersebut bisa membatalkan shalat karena […]<\/p>\n","protected":false},"author":33,"featured_media":21457,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[7],"tags":[4771],"yoast_head":"\n