Setelah situasi mulai sedikit tenang, Muhammad Hasan kecil\ndibawa kembali oleh orang tuanya ke kampung halaman mereka di Krueng Kalee. Di\nsanalah perjalanan keilmuannya dimulai di bawah asuhan sang ayah, Tgk. Muhammad\nHanafiyah yang lebih dikenal dengan panggilan Teungku Haji Muda. Selain itu ia\njuga belajar agama di Dayah Tgk. Chik di Keubok pada Tgk. Musannif yang menjadi\nguru pertama setelah ayahnya sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Ketika beranjak dewasa, Abu Hasan Krueng Kalee melanjutkan\npendidikannya ke Malaysia, tepatnya di Negeri Yan, Kedah. Beliau berguru kepada\nSalah seorang Ulama Aceh yang turut mengungsi kesana akibat situasi perang,\nyakni Tgk. Chik Muhammad Irsyad Ie Leubeu.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya beliau berangkat ke Mekkah bersama dengan adik kandungnya, Tgk. Abdul Wahhab untuk melaksanakan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama. Namun setiba mereka di sana, adiknya tersebut meninggal dunia karena sakit. <\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Hal tersebut tidak membuat Abu hasan patah semangat, ia tetap sabar dan teguh melanjutkan pendidikannya, belajar kepada para ulama besar Mesjid al-Haram hingga lebih kurang 7 tahun lamanya.<\/p>\n\n\n\n

Selain belajar ilmu agama pada umumnya, ia juga mendalami\nilmu falak dari seorang pensiunan jenderal kejaaan Turki Ustmani yang menetap\ndi Mekkah. Hingga kemudian membuatnya ahli dalam bidang Falakiyah dan digelar\ndengan sebutan \u201cTgk. Muhammad Hasan Al-Asyie Al-Falaky.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Kiprahnya Untuk Agama dan Bangsa<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Sepulangnya dari Mekkah, Abu Hasan Krueng Kalee tidak\nlangsung pulang ke Aceh, namun beliau terlebih dahulu menyempatkan diri tuk singgah\ndi Pesantren gurunya Tgk. M. Irsyad Ie Leubeu di Kedah. Di pesantren ini Abu\nKrueng Kalee sempat mengajar beberapa tahun dan kemudian dijodohkan oleh\ngurunya dengan seorang gadis yatim yang juga keturunan Aceh bernama Nyak Safiah\nbinti Husein.<\/p>\n\n\n\n

Lalu Abu Hasan berangkat ke Meunasah Baro untuk mengajar di\ndayah pamannya, Tgk. Muhammad Sa\u2019id. Tak lama kemudian beliau membuka pesantren\nsendiri di meunasah blang yang sekarang terletak di desa Siem bersebelahan\ndengan desa Krueng Kalee, Darussalam, Kabupaten Aceh Besar.<\/p>\n\n\n\n

Di Dayahnya inilah beliau mengabdikan segala ilmu yang telah\ndiperolehnya hingga akhirnya berhasil mencetak kader-kader ulama yang\nberpengaruh dan berpencar ke seluruh Aceh. Seperti misalnya Tgk. H. Abdul Rasyid\nSamlako, Tgk. H. Sayid Sulaiman, Tgk. H. Mahmud Blang Bladeh, Tgk. H. Idris\nLamreung, dan banyak lagi lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Abu  Hasan Krueng\nKalee memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan\nagama di Aceh pada masa berikutnya. Begitu pula dengan kiprahnya dalam bidang\npolitik yang telah memberi arti penting, dukungan dan semangat bagi\nkelangsungan Republik Indonesia yang ketika itu baru seumur jagung.<\/p>\n\n\n\n

Kiprahnya Dalam Dunia Politik<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Meskipun Abu Krueng Kalee seorang Ulama Sufi terkemuka di Aceh, namun beliau tetap berusaha untuk terjun dalam dunia politik. Misalanya dalam upaya untuk mengusir penjajah Belanda, beliau membentuk laskar mujahidin yang beranggotakan para santri dan masyarakat untuk mengusir kolonial Belanda dari tanah Serambi Mekkah.<\/p>\n\n\n\n

Beliau juga memberikan dukungannya terhadap kemerdekaan Republik Indonesia ketika itu dengan menerbitkan \u201cMaklumat Ulama Seluruh Aceh\u201d pada tanggal 15 oktober 1945. <\/p>\n\n\n\n

Maklumat tersebut berisikan tentang fatwa bahwa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia adalah sama halnya dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil\/Jihad Fii Sabilillah, dan merupakan lanjutan dari perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Alm. Tgk. Chik Di Tiro, dan pahlawan-pahlawan kebangsaan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Keluarnya Maklumat Ulama seluruh Aceh ini sangat memberi dampak positif bagi pemeritah baru RI saat itu dan munculnya semangat dukungan fisik dan materil dari rakyat Aceh untuk membiayai perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. <\/p>\n\n\n\n

Sehingga tidak mengherankan, dalam kunjungan pertama Presiden Soekarno ke Aceh Juni 1948, ia menegaskan bahwa Aceh beserta segenap rakyatnya adalah modal utama bagi kemerdekaan RI.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Sekitar tahun lima puluhan, Abu Hasan Krueng Kalee beserta\nbeberapa tokoh lainnya memprakarsai lahirnya PERTI (Persatuan Tarbiyah\nIslamiyah) di Aceh, kemduian beliau memimpin organisasi ini hingga tahun 1968.<\/p>\n\n\n\n

Kiprah beliau dalam dunia politik terus berlanjut hingga pernah diangkat menjadi Dewan Konstituante pasca pemilu 1955 mewakili PERTI. Beliau Juga terus Istiqamah memberikan ilmu-ilmunya kepada masyarakat melaui konsultasi dan pengajian-pengajian.<\/p>\n\n\n\n

Karyanya dalam Bidang Tasawuf<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Abu Hasan Krueng Kalee Terkenal juga dengan Kesufiannya, beliau adalah orang pertama yang memperkenalkan sekaligus mengembangkan Thariqat al-Haddadiyah di Aceh, hal ini sesuai dengan keterangan yang dijelaskan dalam sanad thariqat.<\/p>\n\n\n\n