Pecihitam.or g- <\/strong>Pada dasarnya tanggung jawab terhadap anak menjadi beban orang tuanya, baik kedua orang tuanya masih hidup rukun atau ketika perkawinan mereka gagal karena perceraian. Pemeliharaan anak akibat perceraian dalam bahasa fikih disebut dengan hadhanah. Al-Shan’ani mengatakan bahwa hadhanah adalah memelihara seorang (anak) yang tidak bisa mandiri mendidik dan memeliharanya untuk menghindarkan dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mendatangkan mudharat kepadanya. Dalam Pasal 41 undang-Undang Perkawinan dinyatakan, Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:<\/p>\n\n\n\n

1. Seorang ayah dan ibu tetap berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata mata berdasarkan kepentingan anak jikalau ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya.<\/li>
2. Tanggung jawab Bapak terhadap anak meliputi semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.<\/li>
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan\/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

   Disini terdapat\nperbedaan antara tanggung jawab pemeliharaan yang bersifat material dan\ntanggung jawab pengasuhan. Jika ketentuan Pasal 41 UU Perkawinan tersebut lebih\nmemfokuskan kepada kewajiban dan tanggung jawab material yang menjadi beban\nsuami atau bekas suami jika mampu, namun apabila terjadi bahwa suami tidak\nmampu, pengadilan dapat menentukan lain. Kompilasi mengaturnya secara lebih\nrinci dalam Pasal 105 sebagai berikut, Dalam hal terjadinya perceraian :<\/p>\n\n\n\n

   1. Pemeliharaan anak yang belum belum\nberumur 12 tahun atau mumayyiz adalah hak ibunya.<\/li>
   2. Pemeliharaan anak yang sudah\nmumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai\npemegang hak pemeliharaannya.<\/li>
   3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh\nayahnya.<\/li><\/ol>\n\n\n\n

      Jadi, meskipun\npemeliharaan anak akibat terjadinya perceraian dilakukan oleh ibu dari anak\ntersebut, biaya pemeliharaannya tetap menjadi tanggung jawab ayahnya. Karena\ntanggung Jawab seorang ayah tidak hilang karena terjadi perceraian. Seperti\ndinyatakan dalam firman Allah:<\/p>\n\n\n\n

      \u0648\u064e\u0627\u0644\u0652\u0648\u064e\u0627\u0644\u0650\u062f\u064e\u0627\u062a\u064f \u064a\u064f\u0631\u0652\u0636\u0650\u0639\u0652\u0646\u064e\n\u0623\u064e\u0648\u0652\u0644\u064e\u0627\u062f\u064e\u0647\u064f\u0646\u064e\u0651 \u062d\u064e\u0648\u0652\u0644\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 \u0643\u064e\u0627\u0645\u0650\u0644\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 <\/strong>\u06d6<\/strong> \u0644\u0650\u0645\u064e\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0631\u064e\u0627\u062f\u064e \u0623\u064e\u0646\u0652 \u064a\u064f\u062a\u0650\u0645\u064e\u0651\n\u0627\u0644\u0631\u064e\u0651\u0636\u064e\u0627\u0639\u064e\u0629\u064e <\/strong>\u06da<\/strong> \u0648\u064e\u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0648\u0652\u0644\u064f\u0648\u062f\u0650 \u0644\u064e\u0647\u064f\n\u0631\u0650\u0632\u0652\u0642\u064f\u0647\u064f\u0646\u064e\u0651 \u0648\u064e\u0643\u0650\u0633\u0652\u0648\u064e\u062a\u064f\u0647\u064f\u0646\u064e\u0651 \u0628\u0650\u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0639\u0652\u0631\u064f\u0648\u0641\u0650 <\/strong>\u06da<\/strong> \u0644\u064e\u0627 \u062a\u064f\u0643\u064e\u0644\u064e\u0651\u0641\u064f \u0646\u064e\u0641\u0652\u0633\u064c \u0625\u0650\u0644\u064e\u0651\u0627\n\u0648\u064f\u0633\u0652\u0639\u064e\u0647\u064e\u0627 <\/strong>\u06da<\/strong> \u0644\u064e\u0627 \u062a\u064f\u0636\u064e\u0627\u0631\u064e\u0651 \u0648\u064e\u0627\u0644\u0650\u062f\u064e\u0629\u064c \u0628\u0650\u0648\u064e\u0644\u064e\u062f\u0650\u0647\u064e\u0627\n\u0648\u064e\u0644\u064e\u0627 \u0645\u064e\u0648\u0652\u0644\u064f\u0648\u062f\u064c \u0644\u064e\u0647\u064f \u0628\u0650\u0648\u064e\u0644\u064e\u062f\u0650\u0647\u0650 <\/strong>\u06da<\/strong> \u0648\u064e\u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0648\u064e\u0627\u0631\u0650\u062b\u0650 \u0645\u0650\u062b\u0652\u0644\u064f\n\u0630\u064e\u0670\u0644\u0650\u0643\u064e <\/strong>\u06d7<\/strong> \u0641\u064e\u0625\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0631\u064e\u0627\u062f\u064e\u0627 \u0641\u0650\u0635\u064e\u0627\u0644\u064b\u0627 \u0639\u064e\u0646\u0652\n\u062a\u064e\u0631\u064e\u0627\u0636\u064d \u0645\u0650\u0646\u0652\u0647\u064f\u0645\u064e\u0627 \u0648\u064e\u062a\u064e\u0634\u064e\u0627\u0648\u064f\u0631\u064d \u0641\u064e\u0644\u064e\u0627 \u062c\u064f\u0646\u064e\u0627\u062d\u064e \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650\u0645\u064e\u0627 <\/strong>\u06d7<\/strong> \u0648\u064e\u0625\u0650\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0631\u064e\u062f\u0652\u062a\u064f\u0645\u0652 \u0623\u064e\u0646\u0652 \u062a\u064e\u0633\u0652\u062a\u064e\u0631\u0652\u0636\u0650\u0639\u064f\u0648\u0627\n\u0623\u064e\u0648\u0652\u0644\u064e\u0627\u062f\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0641\u064e\u0644\u064e\u0627 \u062c\u064f\u0646\u064e\u0627\u062d\u064e \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0625\u0650\u0630\u064e\u0627 \u0633\u064e\u0644\u064e\u0651\u0645\u0652\u062a\u064f\u0645\u0652 \u0645\u064e\u0627 \u0622\u062a\u064e\u064a\u0652\u062a\u064f\u0645\u0652 \u0628\u0650\u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0639\u0652\u0631\u064f\u0648\u0641\u0650\n<\/strong>\u06d7<\/strong> \u0648\u064e\u0627\u062a\u064e\u0651\u0642\u064f\u0648\u0627 \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u064e \u0648\u064e\u0627\u0639\u0652\u0644\u064e\u0645\u064f\u0648\u0627 \u0623\u064e\u0646\u064e\u0651 \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u064e\n\u0628\u0650\u0645\u064e\u0627 \u062a\u064e\u0639\u0652\u0645\u064e\u0644\u064f\u0648\u0646\u064e \u0628\u064e\u0635\u0650\u064a\u0631\u064c<\/strong><\/strong><\/p>\n\n\n\n

      \u201cPara ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya\nselama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan\nkewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.\nSeseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah\nseorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena\nanaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih\n(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak\nada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,\nmaka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang\npatut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat\napa yang kamu kerjakan.\u201d <\/em>(QS. Al-Baqarah ayat 233).<\/p>\n\n\n\n

      Adapun pelaksanaannya, seperti yang dimaksud oleh Pasal 105 Kompilasi, ibu mendapat prioritas utama untuk mengasuhnya selama anak tersebut belum mumayyiz. Apabila anak sudah mumayyiz maka anak disuruh memilih, kepada siapa di antara ayah dan ibunya dia akan ikut. Hadis riwayat dari Abdullah ibn Amr menceritakan: Seorang perempuan berkata kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah SAW, anakku ini aku yang mengandungnya, air susuku yang diminumnya, dan di bilikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan ingin memisahkannya dari aku\u201d maka Rasulullah Saw bersabda: “Kamulah yang lebih hak (memelihara)nya, selama kamu tidak menikah\u201d<\/em> (Riyawat Ahmad, Abu Dawud<\/a>, dan Hakim menshahihkannya). <\/p>\n\n\n\n

      Hadis tersebut menegaskan bahwa ibulah yang lebih berhak untuk memelihara anaknya, selama ibunya itu tidak menikah dengan laki-laki lain. Apabila ibunya menikah, maka praktis hak hadhanah tersebut beralih kepada ayahnya. Alasannya adalah bahwa apabila ibu anak tersebut menikah, maka besar kemungkinan perhatiannya akan beralih kepada suaminya yang baru dan mengalahkan atau bahkan mengorbankan anak kandungnya sendiri. <\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

      Pecihitam.or g- Pada dasarnya tanggung jawab terhadap anak menjadi beban orang tuanya, baik kedua orang tuanya masih hidup rukun atau ketika perkawinan mereka gagal karena perceraian. Pemeliharaan anak akibat perceraian dalam bahasa fikih disebut dengan hadhanah. Al-Shan’ani mengatakan bahwa hadhanah adalah memelihara seorang (anak) yang tidak bisa mandiri mendidik dan memeliharanya untuk menghindarkan dari segala […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":22044,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[22,6],"tags":[7015],"yoast_head":"\n