Pecihitam.org<\/strong> – Pribadi sebagai Ahli Ibadah dan Ahli Syariah seharusnya dimiliki oleh setiap muslim. Tak hanya salah satunya, melainkan keduanya sekaligus. Namun, yang seringkali terjadi adalah bahwa ahli ibadah tidak selalu mengerti syariah. Sehingga ia tidak tahu batas sah atau tidak sahnya suatu ibadah yang sedang ia laksanakan. Dan sebaliknya, Ahli syariah juga tidak selalu ahli ibadah, dimana ia mengerti hukum suatu ibadah, namun belum tentu semangat melaksanakannya.<\/p>\n\n\n\n Dalam kasus \u2018wudhu\u2019 misalnya: ahli ibadah yang tidak mengerti syariah tidak mampu membedakan mana anggota tubuh yang wajib diusap\/dibasuh, dan mana yang sekedar sunnah untuk dibasuh. Ia juga tidak mengerti mana syarat dan mana yang rukun. Akhirnya, semua itu bercampur aduk dalam benaknya, dan seringkali merasa was-was dalam melaksanakan ibadahnya.<\/p>\n\n\n\n Namun di sisi lain, ahli syariah juga tidak selalu menjadi ahli ibadah. Artinya, bisa jadi ia mengerti hitam-putih suatu hukum syariat<\/a>, akan tetapi belum tentu getol beribadah dan tidak terlalu mementingkan kualitas ibadah. <\/p>\n\n\n\n Sehingga yang terjadi adalah \u2018ibadah serba minimalis\u2019: minimal sudah menggugurkan kewajiban, dan minimal sudah sah ibadahnya. Tidak terlalu penting apakah shalatnya khusyu’ atau tidak. Mungkin juga tidak merasa harus berpuasa senin-kamis, karena jika tidak dilakukanpun, toh tidak akan berdosa karena itu sunnah hukumnya, dan bukan wajib.<\/p>\n\n\n\n Lalu idealnya bagaimana? Tentu gabungan dari keduanya. Seorang ahli ibadah yang mengerti syariah akan mengerti betul bagaimana melaksanakan ibadahnya. Ia tidak hanya getol beribadah, tapi juga mengerti betul standar sah dan tidak sahnya suatu ibadah.<\/p>\n\n\n\n