Pecihitam.org<\/strong> – Belum lama ini ada sekelompok umat Islam yang ramai-ramai mengecam Gus Muwafiq<\/strong><\/a> atas isi materi ceramahnya di Purwodadi yang dianggap telah menghina dan merendahkan Nabi Muhammad Saw. <\/p>\n\n\n\n

Meski begitu, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas konten ceramah beliau karena beliau sendiri sudah melakukan klarifikasi secara bernas dan jelas, sehingga tidak perlu terlalu banyak komentar soal itu.<\/p>\n\n\n\n

Yang ingin penulis kaji di sini lebih pada persoalan yang lebih luas, yakni sifat manusiawi atau sisi-sisi kemanusiaan Rasulullah dan sampai batas mana kita memahami kepribadian Nabi secara manusiawi yang sama dengan manusia pada umumnya. <\/p>\n\n\n\n

Karenanya, sebagai umat Islam, kita perlu mengenal sifat-sifat manusiawi (basyariyah<\/em>) Rasulullah agar kita lebih mengenal junjungan kita bukan semata-mata hanya sebagai rasul, tapi juga sebagai manusia biasa pada umumnya.<\/p>\n\n\n\n

Dalam melihat sosok Nabi Muhammad<\/a><\/strong>, kita perlu membedakan posisi beliau sebagai Nabi dan juga sekaligus sebagai manusia biasa yang secara umum disebut dengan sisi basyariah <\/em>Nabi Muhammad (manusiawi). <\/p>\n\n\n\n

Juga, yang harus diperhatikan bahwa sifat basyariyah <\/em>Nabi itu ada banyak macamnya, sehingga perlu kiranya bagi umat Islam mengenali sisi-sisi manusiawi Rasulullah.<\/p>\n\n\n\n

Seluruh umat Islam meyakini bahwa Nabi merupakan seorang rasul, tapi kita juga tidak boleh menafikkan sisi lain yang ada pada Nabi, yakni sisi kemanusiaannya atau yang disebut sebagai basyariyah<\/em>. Sisi basyariyah<\/em> ini merupakan sifat manusiawi yang melekat pada diri rasulullah berupa karakter kepribadian dan kebiasaan manusia pada umumnya.<\/p>\n\n\n\n

Misalnya,\nNabi juga memiliki sifat pemalu, dermawan, setia, dan tahu balas budi. Nabi juga\nmemiliki sifat pemaaf, sabar, dan satu hal yang mungkin juga dimiliki oleh\nsetiap orang bahwa beliau adalah pribadi yang sangat humoris atau suka dengan\nbercandaan.<\/p>\n\n\n\n

Di\nantara dampak dari sifat kemanusiaan Nabi ini adalah beliau melakukan\npekerjaan-pekerjaan yang juga umumnya dilakukan oleh manusia, yang disebut\ndengan sifat basyariyah-amaliyah<\/em>. Sifat\nini berasal dari tabiat yang umum dimiliki oleh semua orang dan dapat dilihat\nlangsung oleh mata. <\/p>\n\n\n\n

Selain\nitu, ada perbuatan-perbuatan Nabi yang berciri khas manusia, seperti makan,\nminum, buang air besar dan kecil, berjalan, duduk, tidur, dan menikah. Ini persis\nsebagaimana semua orang melakukannya dan tidak ada perbedaan sama sekali. <\/p>\n\n\n\n

Ada\npula sifat Nabi yang disebut dengan jibillatul\nbasyariyah<\/em> yang berupa potensi pekerjaan, misalnya ketika kecil Nabi\nmengembala domba. Dalam kitab Fathul Bari<\/em>\ndikatakan bahwa Nabi memelihata domba dengan tujuan agar beliau terlatih dengan\nsikap rendah hati, agar hatinya terbiasa mengatur suatu urusan, lebih-lebih\nmeningkat dari mengatur domba ke mengatur umat.<\/p>\n\n\n\n

Ada\npula sifat yang disebut dengan sifat jibilatul\nbasyariyah jasadiyah<\/em> yang merupakan keterangan dalam bentuk fisik mengenai\nanggota tubuh Nabi. Diceritakan, beliau memiliki bentuk bahu yang bidang,\nrambut panjang sampai pucuk telinga, dan rambutnya bergelombang. Nabi juga\nmemiliki wajah yang bulat, ukuran kepalanya besar dan matanya hitam, dahinya\nlebar dan alisnya tebal.<\/p>\n\n\n\n

Di\nsamping itu, ada sisi basyariah<\/em> dalam\nbentuk sikap hidup, ini biasanya berupa ekspresi timbal balik terhadap suatu\nkeadaan, seperti lupa, marah, acuh, sedih, sakit, takut, kecewa, benci, cinta\ndan masih banyak lagi. Artinya, sifat-sifat semacam ini tidak ada bedanya\ndengan manusia pada umumnya, bahwa Nabi juga manusia biasa yang memiliki\nkarakterisik sifat tertentu.<\/p>\n\n\n\n

Kita\npun tidak boleh lupa bahwa sebagai manusia biasanya, Nabi Muhammad juga\nsesekali bisa keliru dalam perkara-perkara duniawi. <\/p>\n\n\n\n

Diceritakan\nsuatu ketika Nabi melewati perkebunan kurma di mana para petani sedang mengawinkan\nserbuk (kurma pejantan) ke putik (kurma betina), lalu Nabi mengatakan, \u201cSekiranya kalian tidak melakukan itu maka\nkurmamu baik<\/em>\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Mendengar\nkomentar dari Nabi, para petani seketika itu juga tidak mengawinkan kurma milik\nmereka. Namun beberapa waktu kemudian, Nabi kembali melewati kebun kurma itu\ndan menegur para petani, \u201cMengapa pohon\nkurmamu itu?<\/em>\u201d para petani menjelaskan bahwa pohon kurma mereka tidak sedang\nbaik, ini disebabkan karena mereka tidak melakukan penyerbukan lagi lantaran\nmengikuti anjuran Nabi sebelumnya.<\/p>\n\n\n\n

Mengenar\nucapan dari petani, Nabi lantas berkata, \u201cAku\nadalah manusia biasa, apabila aku perintahkan kalian sesuatu mengenai agama\nmaka ambillah, dan bila aku perintahkan kalian sesuatu dari pendapatku, maka\naku hanyalah manusia<\/em>\u201d. Dalam riwayat lain, Nabi mengatakan \u201cKalian lebih mengerti urusan dunia kalian<\/em>\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Dari\nriwayat di atas kita betul-betul dapat mengetahui bahwa dalam kehidupan\nsehari-hari, beliau mewujud sebagai manusia biasa sebagaimana yang lainnya,\nyang bisa keliru dan boleh-boleh saja tidak diikuti bila itu hanya perkara\nduniawi belaka yang tak ada kaitannya dengan agama. <\/p>\n\n\n\n

Hemat\nsaya, apa yang disampaikan oleh Gus Muwafiq dalam sesi ceramahnya beberapa\nwaktu yang lalu adalah dalam rangka menjalaskan posisi Nabi Muhammad sebagai\nmanusia biasa sebagaimana kita semua. Artinya, kalau menyebut Nabi \u201crembes\u201d\nyang artinya \u201cumbelen-ingusan\u201d, maka maksud beliau adalah menjelaskan keadaan\nNabi ketika kecil dalam kehidupan sehari-hari yang diasuh oleh seorang kakek. <\/p>\n\n\n\n

Menurut\nGus Muwafiq, banyak Nabi yang dilahirkan dan dibesarkan secara biasa-biasa saja\nsebagaimana umumnya manusia. Ini menjadi hikmah yang luar biasanya agar tidak\nbanyak yang tahu bahwa kelak beliau akan menjadi Nabi, terutama bagi\norang-orang yang akan merasa dirugikan. Seperti kelahiran Nabi Musa di tengah\nFir\u2019aun, Nabi Isa di tengah orang-orang Yahudi, dan Nabi Muhammad di tengah\nkafir Quraisy.<\/p>\n\n\n\n

Jadi\nsangat wajar bila penjelasan Gus Muwafiq itu terkesan bahwa Nabi itu\nbiasa-biasa saja di masa kecilnya. Memang ada kelebihan-kelebihan khusus, tapi\ntoh umumnya banyak orang tidak tahu. <\/p>\n\n\n\n

Sehingga, dari penjelasan singkat ini, kita sepatutnya bisa membedakan posisi Muhammad sebagai Nabi sekaligus sebagai manusia biasa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar posisi Nabi Muhammad di bumi ini berstatus sebagai manusia yang secara wujud sama dengan manusia pada umumnya, walaupun beliau memiliki derajat yang sungguh agung sebagai seorang utusan-Nya.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Belum lama ini ada sekelompok umat Islam yang ramai-ramai mengecam Gus Muwafiq atas isi materi ceramahnya di Purwodadi yang dianggap telah menghina dan merendahkan Nabi Muhammad Saw. Meski begitu, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas konten ceramah beliau karena beliau sendiri sudah melakukan klarifikasi secara bernas dan jelas, sehingga tidak perlu terlalu banyak […]<\/p>\n","protected":false},"author":13,"featured_media":23409,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6],"tags":[7306],"yoast_head":"\n