Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":24784,"date":"2019-12-13T16:00:01","date_gmt":"2019-12-13T09:00:01","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=24784"},"modified":"2019-12-13T18:21:37","modified_gmt":"2019-12-13T11:21:37","slug":"perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/www.pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/","title":{"rendered":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org<\/strong> – Sufisme sebagai praktik spiritual keagamaan biasanya sangat lekat dengan kalangan muslim tradisional ketimbang modernis. Hal ini terjadi lantaran kalangan tradisionalis, baik dari kaum abangan maupun santri, sama-sama merujuk pada khazanah mistik klasik dan tetap dilestarikan hingga sekarang. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu organisasi keagamaan yang memiliki gerakan sufisme yang khas adalah Nahdlatul Ulama (NU). NU adalah organisasi tradisional yang di dalamnya pembinaan terhadap ajaran sufisme sangat ditekankan, khususnya ajaran Imam al-Ghazali. <\/p>\n\n\n\n

Boleh\ndibilang NU mampu menyelaraskan antara mistik Islam berhaluan Ghazalian dengan\najaran ilmu kalam Asy\u2019ariyah-Maturidiyah, dan dalam hukum menganut salah satu\ndari keempat mazhab. <\/p>\n\n\n\n

Dalam hal ini Nurcholish Madjid<\/a> mengatakan sebagai berikut: \u201cOrganisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama memperhatikan masalah ini (sufisme-tasawuf), dan membentuk badan yang dinamakan Jam\u2019iyyah Thariqah Mu\u2019tabarah (Perkumpulan Tarekat Mu\u2019tabarah). Muktamar NU di Situbondo 1984 menetapkan bahwa salah satu ketentuan tentang paham Ahlussunnah wal Jama\u2019ah<\/strong><\/a> adalah, dalam bidang tasawuf, mengikuti tarekat mu\u2019tabarah dengan berpedoman kepada ajaran imam al-Ghazali<\/strong><\/a>, di samping kepada ajaran para tokoh kesufian Sunni yang lain\u201d.<\/p>\n\n\n\n

NU yang di dalamnya beranggotakan kaum santri berkeyakinan bahwa unsur batin dari kehidupan keagamaan lebih penting daripada bentuk lahir. Namun, kesalehan luar merupakan ekspresi iman batin dan cara memperkukuh spiritual.<\/p>\n\n\n\n

Inilah yang tampaknya menjadi pegangan di kalangan santri yang begitu dekat dengan ajaran sufisme, bahkan sampai memiliki perkumpulan tarekat yang disepakati dan dilegalkan oleh NU sendiri.<\/p>\n\n\n\n

Bahkan,\nClifford Geertz menafsirkan dimensi-dimensi ritual dan mistik kesalehan santri\ntradisional sebagai produk dari sintesis Islam dan agama Jawa pra-Islam.\nmenurut pandanganya, santri tradisional hidup di dalam dunia yang menyendiri,\nyang sebagian besar terisolasi dari pusat-pusat \u201cortodoksi\u201d Timur Tengah.\nPandangan mereka mengenai Islam lebih bernuansa Jawa daripada Islam.<\/p>\n\n\n\n

Pandangan Geertz ini tampaknya kurang tepat dalam menggambarkan kondisi spiritual kaum santri. Memang kalangan santri tradisional sangat dekat dengan kultur Jawa, karena pesantren umumnya terpusat di Jawa. <\/p>\n\n\n\n

Tapi perkumpulan tarekat yang dimiliki oleh NU, yang di dalamnya santri berperan penting, bukanlah suatu hasil kompromi antara Islam dan mistik kejawen, tetapi lebih mengacu pada ajaran sufisme dari ulama-ulama Timur Tengah, seperti Syech Abdul Qadir al-Jilani<\/strong><\/a> dengan tarekatnya Qadiriyah. <\/p>\n\n\n\n

Di\nsini, praktik sufisme di kalangan santri memang tidak mengalami banyak\nperubahan, sebab ajaran sufisme di sini lebih dipahami sebagai alamilah\nkeagamaan, bukan wacana akademis yang perlu dikembangkan secara lebih lanjut.\nDengan demikian, wacana kontemporer sufisme di tubuh NU cenderung statis dan\ntidak mengalami perkembangan yang signifikan. <\/p>\n\n\n\n

Berbeda\ndengan NU, Muhammadiyah justru mengalami sedikit pergeseran dalam wacana\nsufisme. Meski di kalangan Muhammadiyah sendiri sufisme kurang begitu populer,\ntapi ada saat di mana tokoh-tokoh Muhammadiyah memiliki intensitas yang tinggi\nterhadap perkembangan ajaran sufisme dan membuat sebuah formulasi baru terhadap\najaran sufisme yang lebih disesuaikan dengan ajaran syariat yang ketat.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu tokoh Muhammadiyah yang memiliki peranan penting dalam mewacanakan sufisme kontemporer di Indonseia adalah Hamka. Melalui bukunya berjudul Tasawuf Modern, beliau telah sungguh-sungguh menjadi peletak dasar bagi wacana baru sufisme di tanah air. Wacana baru sufisme ini juga bisa disebut sebagai neo-sufisme. <\/p>\n\n\n\n

Neo-sufisme\nadalah wacana kontemporer tentang sufisme yang mencoba mencari keselarasan\nantara syariat dan hakikat, antara dimensi lahir dan batin, di mana pelopornya\nadalah Fazlur Rahman.<\/p>\n\n\n\n

Di dalam buku itu terdapat alur pemikiran yang cukup memberi apresiasi yang wajar kepada penghayatan sufisme atau esoteris Islam, namun sekaligus disertakan peringatan bahwa esoterisme itu harus tetap dikendalikan oleh ajaran-ajaran standar syariat.<\/p>\n\n\n\n

Apa yang dilakukan oleh Hamka di sini bukanlah pembaharuan praktik ajaran sufi, tetapi lebih pada wacana pembaruan sufi di Indonesia, yang dengannya, diharapkan setiap orang yang mempraktikkan ajaran sufi bisa lebih memperhatikan aspek-aspek syariat agar terjadi keseimbangan dan tidak berat sebelah. <\/p>\n\n\n\n

Sebagai ulama yang sangat mengenal pemikiran kaum pembaharu klasik seperti Ibn Taimiyah<\/strong><\/a> dan Ibn Qayyim al-Jauziyah, Hamka menunjukkan konsistensi pemikirannya dengan pemikiran tokoh-tokoh itu. <\/p>\n\n\n\n

Maka bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan bila Fazlur Rahman, menyebut kedua tokoh klasik itu sebagai perintis apa yang dinamakan sebagai neo-sufisme.<\/p>\n\n\n\n

Adalah jenis kesufian yang terkait dengan syariat, atau dalam wawacan Ibn Taymiyah, jenis kesufian yang merupakan kelanjutan dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana termaktub dalam al-Qur\u2019an, dan tetap berada dalam pengawasan kedua sumber utama ajaran Islam tersebut, kemudian ditambah dengan ketentuan untuk tetap menjaga ketertiban dalam masyarakat secara aktif.<\/p>\n\n\n\n

Tapi\nperlu diingat bahwa wacana neo-sufisme yang dikembangkan Hamka ini bukan\nberarti menganggap bahwa praktik sufi yang dilakukan oleh kalangan\ntradisionalis seperti NU kurang menghargai syariat atau kurang Islami, sama\nsekali tidak demikian. <\/p>\n\n\n\n

Sebab,\nkalangan tradisional sendiri tetap menjadikan syariat sebagai hal yang paling\ndasar dalam Islam dan tak pernah lepas dari al-Qur\u2019an dan Sunnah. Hanya saja,\nmungkin kalangan tradisionalis memiliki cara pandang yang berbeda terhadap\najaran sufisme tersebut sehingga tidak ada yang mesti disalahkan antara satu\ndengan yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Jadi\nperbedaan signifikan antara sufisme di NU dan Muhammadiyah lebih pada wacana\ndan gerakan. Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik amaliyah spiritual\nkeagamaan \u2013 meski tidak mengesampingkan kajian secara ilmiah berbasis kitab\nkuning \u2013 maka Muhammadiyah lebih tertarik memahami sufisme pada tataran\nkonseptual dan wacana akademis. <\/p>\n\n\n\n

Artinya,\ndi Muhamamdiyah tidak memiliki perkumpulan tarekat sebagaimana di NU, hanya\nbeberapa tokoh saja yang memiliki ketertarikan akademis, selebihnya\nmempraktikkan sufisme dalam kehidupan sehari-hari dalam sikap keagamaannya. <\/p>\n\n\n\n

Terlepas\ndari itu semua, bila ditarik secara garis besar maka wacana kontemporer sufisme\ndi Indonesia boleh dibilang lebih cair daripada di masa-masa silam atau di\nbelahan negara muslim lainnya. Dulu, berbagai pemberontakan terhadap kalangan\nsufi bisa dari latar belakang mana saja, baik para ulama fikih, kalam, filosof,\ndan masih banyak lagi. <\/p>\n\n\n\n

Sekarang ini, penolakan semacam itu sudah tidak ada lagi, paling banter penolakan itu biasanya dilakukan oleh kalangan Salafi-Wahabi<\/strong><\/a> yang ulama-ulamanya memang sangat getol menolak paham sufisme dan mistik Islam. Menurut mereka, sufisme tidak ada bedanya dengan kekafiran, bid\u2019ah, dan para praktisinya adalah ahli neraka.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Sufisme sebagai praktik spiritual keagamaan biasanya sangat lekat dengan kalangan muslim tradisional ketimbang modernis. Hal ini terjadi lantaran kalangan tradisionalis, baik dari kaum abangan maupun santri, sama-sama merujuk pada khazanah mistik klasik dan tetap dilestarikan hingga sekarang. Salah satu organisasi keagamaan yang memiliki gerakan sufisme yang khas adalah Nahdlatul Ulama (NU). NU adalah […]<\/p>\n","protected":false},"author":13,"featured_media":25308,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[17],"tags":[51,33,4382],"yoast_head":"\nPerbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org<\/title>\n<meta name=\"description\" content=\"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.\" \/>\n<meta name=\"robots\" content=\"index, follow, max-snippet:-1, max-image-preview:large, max-video-preview:-1\" \/>\n<link rel=\"canonical\" href=\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\" \/>\n<meta property=\"og:locale\" content=\"en_US\" \/>\n<meta property=\"og:type\" content=\"article\" \/>\n<meta property=\"og:title\" content=\"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"og:description\" content=\"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.\" \/>\n<meta property=\"og:url\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\" \/>\n<meta property=\"og:site_name\" content=\"Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"article:publisher\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\" \/>\n<meta property=\"article:published_time\" content=\"2019-12-13T09:00:01+00:00\" \/>\n<meta property=\"article:modified_time\" content=\"2019-12-13T11:21:37+00:00\" \/>\n<meta property=\"og:image\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:width\" content=\"1024\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:height\" content=\"576\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:type\" content=\"image\/jpeg\" \/>\n<meta name=\"author\" content=\"Rohmatul Izad\" \/>\n<meta name=\"twitter:card\" content=\"summary_large_image\" \/>\n<meta name=\"twitter:label1\" content=\"Written by\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data1\" content=\"Rohmatul Izad\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:label2\" content=\"Est. reading time\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data2\" content=\"5 minutes\" \/>\n<script type=\"application\/ld+json\" class=\"yoast-schema-graph\">{\"@context\":\"https:\/\/schema.org\",\"@graph\":[{\"@type\":\"Article\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#article\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\"},\"author\":{\"name\":\"Rohmatul Izad\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/6ff77bd4e73f1d72c0f96789b040072a\"},\"headline\":\"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah\",\"datePublished\":\"2019-12-13T09:00:01+00:00\",\"dateModified\":\"2019-12-13T11:21:37+00:00\",\"mainEntityOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\"},\"wordCount\":931,\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg\",\"keywords\":[\"muhammadiyah\",\"nahdlatul ulama\",\"sufisme\"],\"articleSection\":[\"Tasawuf\"],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"WebPage\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\",\"name\":\"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\"},\"primaryImageOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg\",\"datePublished\":\"2019-12-13T09:00:01+00:00\",\"dateModified\":\"2019-12-13T11:21:37+00:00\",\"description\":\"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.\",\"breadcrumb\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#breadcrumb\"},\"inLanguage\":\"en-US\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"ReadAction\",\"target\":[\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/\"]}]},{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg\",\"contentUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg\",\"width\":1024,\"height\":576,\"caption\":\"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah\"},{\"@type\":\"BreadcrumbList\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#breadcrumb\",\"itemListElement\":[{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":1,\"name\":\"Home\",\"item\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\"},{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":2,\"name\":\"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah\"}]},{\"@type\":\"WebSite\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"description\":\"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah\",\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"potentialAction\":[{\"@type\":\"SearchAction\",\"target\":{\"@type\":\"EntryPoint\",\"urlTemplate\":\"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}\"},\"query-input\":\"required name=search_term_string\"}],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"Organization\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"logo\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"width\":2401,\"height\":2401,\"caption\":\"Pecihitam.org\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\"},\"sameAs\":[\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\",\"https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ\"]},{\"@type\":\"Person\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/6ff77bd4e73f1d72c0f96789b040072a\",\"name\":\"Rohmatul Izad\",\"image\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/ba93774ce9134d53c46448d99649d962?s=96&r=g\",\"contentUrl\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/ba93774ce9134d53c46448d99649d962?s=96&r=g\",\"caption\":\"Rohmatul Izad\"},\"description\":\"Magister Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada | Alumni Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/rohmizad\/\"}]}<\/script>\n<!-- \/ Yoast SEO plugin. -->","yoast_head_json":{"title":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org","description":"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.","robots":{"index":"index","follow":"follow","max-snippet":"max-snippet:-1","max-image-preview":"max-image-preview:large","max-video-preview":"max-video-preview:-1"},"canonical":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/","og_locale":"en_US","og_type":"article","og_title":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org","og_description":"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.","og_url":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/","og_site_name":"Pecihitam.org","article_publisher":"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","article_published_time":"2019-12-13T09:00:01+00:00","article_modified_time":"2019-12-13T11:21:37+00:00","og_image":[{"width":1024,"height":576,"url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg","type":"image\/jpeg"}],"author":"Rohmatul Izad","twitter_card":"summary_large_image","twitter_misc":{"Written by":"Rohmatul Izad","Est. reading time":"5 minutes"},"schema":{"@context":"https:\/\/schema.org","@graph":[{"@type":"Article","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#article","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/"},"author":{"name":"Rohmatul Izad","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/6ff77bd4e73f1d72c0f96789b040072a"},"headline":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah","datePublished":"2019-12-13T09:00:01+00:00","dateModified":"2019-12-13T11:21:37+00:00","mainEntityOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/"},"wordCount":931,"publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg","keywords":["muhammadiyah","nahdlatul ulama","sufisme"],"articleSection":["Tasawuf"],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"WebPage","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/","name":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - Pecihitam.org","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website"},"primaryImageOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg","datePublished":"2019-12-13T09:00:01+00:00","dateModified":"2019-12-13T11:21:37+00:00","description":"Bila NU memahami sufisme lebih sebagai praktik spiritual keagamaan, maka Muhammadiyah lebih memahami sufisme pada tataran konseptual dan wacana akademis.","breadcrumb":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#breadcrumb"},"inLanguage":"en-US","potentialAction":[{"@type":"ReadAction","target":["https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/"]}]},{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#primaryimage","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg","contentUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/12\/Perbedaan-Wacana-Sufisme-di-Nahdlatul-Ulama-dan-Muhammadiyah-scaled.jpg","width":1024,"height":576,"caption":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah"},{"@type":"BreadcrumbList","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/perbedaan-wacana-sufisme-di-nahdlatul-ulama-dan-muhammadiyah\/#breadcrumb","itemListElement":[{"@type":"ListItem","position":1,"name":"Home","item":"https:\/\/pecihitam.org\/"},{"@type":"ListItem","position":2,"name":"Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah"}]},{"@type":"WebSite","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","name":"Pecihitam.org","description":"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah","publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"potentialAction":[{"@type":"SearchAction","target":{"@type":"EntryPoint","urlTemplate":"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}"},"query-input":"required name=search_term_string"}],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"Organization","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization","name":"Pecihitam.org","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","logo":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","contentUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","width":2401,"height":2401,"caption":"Pecihitam.org"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/"},"sameAs":["https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ"]},{"@type":"Person","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/6ff77bd4e73f1d72c0f96789b040072a","name":"Rohmatul Izad","image":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/","url":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/ba93774ce9134d53c46448d99649d962?s=96&r=g","contentUrl":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/ba93774ce9134d53c46448d99649d962?s=96&r=g","caption":"Rohmatul Izad"},"description":"Magister Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada | Alumni Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/rohmizad\/"}]}},"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/24784"}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/13"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=24784"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/24784\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/25308"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=24784"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=24784"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=24784"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}