Pecihitam.org<\/strong> – Gus Dur<\/strong><\/a> memiliki peran besar dalam proses NU kembali ke khittah.<\/em> Saat itu situasinya adalah setelah transisi Orde Lama ke Orde Baru<\/a>, kebijakan politiknya Suharto tidak mengenakkan buat partai-partai Islam. Semula, banyak kalangan partai Islam berharap dengan naiknya Suharto dengan Orde Barunya, kalangan partai Islam bakalan mendapatkan kesempatan politik yang bebas.<\/p>\n\n\n\n

Namun harapan tersebut berujung kecewa, Suharto justru merepresi aktivitas politik kaum muslim, termasuk dengan melarang Masyumi untuk berdiri kembali. Kebijakan Orde Baru terhadap partai Islam adalah memaksa seluruh partai Islam untuk melakukan fusi penyatuan ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).<\/p>\n\n\n\n

Termasuk Partai NU juga harus bergabung dengan berbagai kalangan modernis bekas Masyumi yang dulu sering bertentangan dengan ulama-ulama NU. Dalam wadah PPP tersebut awal Orde Baru NU menyalurkan kegiatan politiknya, sebagian dari pengurus PPP adalah berasal dari NU.<\/p>\n\n\n\n

Dikisahkan Greg\nBarton dalam Biografi Gus Dur (2002) <\/em>bahwa situasi menjadi pelik dan\ntidak menguntungkan NU di dalam PPP sejak Djaelani Naro terpilih sebagai Ketua\nUmum Baru PPP di awal tahun 1980an. Djaelani Naro adalah orang yang didukung\noleh rezim Orde Baru untuk menggembosi partai Islam.<\/p>\n\n\n\n

Dalam situasi demikian itu banyak sesepuh NU kecewa dengan Ketua Umum PBNU saat itu KH. Idham Chalid yang tidak membela kepentingan NU di tengah kebijakan Djaelani Naro yang mengerdilkan fungsi struktural NU di PPP.<\/p>\n\n\n\n

Pada saat itu\ndiceritakan Greg Barton bahwa empat kiai sepuh NU yang sekaligus menjabat\nSyuriah PBNU mendatangi KH. Idham Chalid untuk memintannya mengundurkan diri\ndari jabatan Ketum PBNU. Empat kiai sepuh tersebut adalah KH. Ali Maksum, KH.\nAs\u2019ad Syamsul Arifin, Kiai Masykur dan KH. Machrus Aly.<\/p>\n\n\n\n

Semula KH.\nIdham Chalid mau menandatangani permintaan sesepuh NU tersebut. Namun setelah\nitu KH. Idham membatalkan dalam sebuah Pers Conference<\/em> dan menganggap\npermintaan pengunduran dirinya tersebut tidak sesuai konstitusi organisasi.\nPersis sejak itulah kemudian internal NU terpecah menjadi dua kubu.<\/p>\n\n\n\n

Kubu KH. Idham\nChalid disebut sebagai kubu Cipete. Nama itu merujuk alamat rumah dari KH.\nIdham sendiri di Jakarta. Dan kubu kedua adalah kubu KH. Asy\u2019ad yang dinamai\nkubu Situbondo. Nama tersebut merujuk kepada alamat pesantren KH. As\u2019ad di\nSitubondo, Jawa Timur.<\/p>\n\n\n\n

Dalam kondisi\nyang memprihatinkan tersebut. Pertama karena NU semakin terdesak di internal\nPPP dan kurang memberdayakan warga jam\u2019iyahnya di daerah dan\npesantren-pesantren. Kedua, prihatin karena terjadi perpecahan dalam internal\nkepengurusan PBNU. Kemudian Gus Dur bersama teman-teman muda NU membuat forum\nuntuk membahas permasalahan tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Forum tersebut\ndinamai Dewan 24. Dewan 24 tersebut terdiri dari kiai dan cendikiawan muda NU\nsaat itu. Kemudian forum tersebut pada akhirnya membentuk tim kecil yang\nterdiri dari Tujuh orang untuk melakukan pembaharuan di tubuh NU sekaligus meredam\nkonflik internal tersebut. Di dalamnya termasuk Gus Dur dan KH. Achmad Shiddiq\nsebagai bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Gus Dur\nkemudian terus bergerak untuk sowan dan berkomunikasi dengan semua pihak dari\nPBNU untuk membicarakan rencana perbaikan NU. Kemudian, dalam situasi tersebut\nPresiden Suharto memaksakan kepada semua ormas Islam untuk menerima asas\ntunggal Pancasila. Dalam situasi tersebut sekaligus Gus Dur membicarakan hal\ntersebut bersama tentang upaya untuk kembali ke khittah <\/em>NU.<\/p>\n\n\n\n

Kemudian setelah berdiskusi dan bernegosiasi panjang. Akhirnya berbagai sespepuh NU sepakat untuk NU kembali ke-khittah <\/em>1926 dengan mengambil kebijakan NU keluar dari partai politik dan fokus mengembangkan jam\u2019iyah di akar rumput. Selain itu NU juga sepakat untuk menerima asas tunggal Pancasila.<\/p>\n\n\n\n

Kebijakan tersebut disahkan pada saat Muktamar NU pada tahun 1984 di Pesantrennya KH. As\u2019ad Syamsyul Arifin di Situbondo Jawa Timur. Dan pada saat yang bersamaan Gus Dur ditunjuk oleh sesepuh ulama NU untuk menjadi Ketua Umum PBNU. <\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Gus Dur memiliki peran besar dalam proses NU kembali ke khittah. Saat itu situasinya adalah setelah transisi Orde Lama ke Orde Baru, kebijakan politiknya Suharto tidak mengenakkan buat partai-partai Islam. Semula, banyak kalangan partai Islam berharap dengan naiknya Suharto dengan Orde Barunya, kalangan partai Islam bakalan mendapatkan kesempatan politik yang bebas. Namun harapan […]<\/p>\n","protected":false},"author":47,"featured_media":25324,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[10],"tags":[7765],"yoast_head":"\n