Pecihitam.org <\/strong>– Melaksanakan sholat merupakan hal yang wajib dan sudah seharusnya dilakukan oleh umat islam. Tapi bagaimana bagi orang yang sakit parah dan mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah atau hal-hal lain yang menyebabkan ia tidak dapat sepenuhnya menjalakankan shalat dengan semestinya?.<\/p>\n\n\n\n Agama islam adalah agama yang sangat toleran sekali terhadap umatnya. Setiap perintah dan aturan yang dibuat oleh Allah tidak pernah dan tidak ada yang memberatkan hamba-Nya. Bahkan Allah Swt banyak memberikan keringanan dan kemudahan bagi hamba-Nya dalam setiap menghadapi kesulitan. <\/p>\n\n\n\n Setiap aturan dan perintah yang dibuat oleh Allah Swt bersifat fardhu untuk dilaksanakan. Misalnya saja perintah Allah untuk mendirikan sholat fardhu yang dilaksanakan sebanyak lima waktu dalam sehari. <\/p>\n\n\n\n Dalam hal ini islam tidak pernah menyulitkan umatnya dalam beribadah kepada Allah Swt. Seperti yang kita tahu bahwa dilakukan dengan berdiri dan ada beberapa gerakan sholat yang dilakukan dilakukan dengan berdiri, takbir, rukuk dan sujud. <\/p>\n\n\n\n Allah Swt tidak pernah memberikan kesulitan pada hamba-Nya seperti dalam firman Allah Swt yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 185 yang artinya :<\/p>\n\n\n\n \u201cAllah Swt. Menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.\u201d(QS. Al-Baqarah; 185)<\/em><\/p>\n\n\n\n Sudah jelas dari ayat diatas bahwa Allah sama sekali tidak ingin memberikan kesulitan kepada hamba-Nya. Apalagi agama islam itu agama yang sangat banyak kemudahan didalamnya. Hal ini juga ditegaskan pada sabda Rasulullah SAW, yang artinya;<\/p>\n\n\n\n \u201c Agama itu mudah, agama yang disenangi oleh Allah Swt adalah agama yang benar dan mudah.\u201d (HR. Bukhori).<\/em><\/p>\n\n\n\n Kaidah ini terdapat dalam ilmu fiqh yang disebut dengan Al-Masyqotu Tajlibu At-Taysiru (keberatan mendatangkan kemudharatan). Dan maksudnya ialah bahwa suatu kesusahan mengharuskan adanya kemudahan.<\/p>\n\n\n\n Sehingga, suatu hukum yang mengandung kesusahan dalam pelaksanaanya, baik kepada badan, jiwa maupun harta seorang mukallaf, kemudian diringankan sehingga tidak ada mudharat lagi baginya.<\/p>\n\n\n\n Kaidah ini kemudian diterapkan pada shalat fardhu yang harus berdiri, jika ia tidak mampu berdiri maka ia boleh menjalakan sholat dengan duduk. Apabila ia tidak mampu melaksanakan sholat dengan duduk maka ia boleh melaksanakan sholat dengan keadaan berbaring.<\/p>\n\n\n\n