Pecihitam.org<\/strong> – Salah satu topik yang sangat perlu dijelaskan kepada umat hari ini adalah bagaimana Hukum Mencium Tangan dan Kaki<\/strong> Orang Tua, Ulama atau terhadap Orang yang Dihormati, karena Masih banyak orang yang keliru memahami kata ta\u2019zhim (penghormatan tinggi) dan kata ibadah. <\/p>\n\n\n\n Kekeliruan ini mengakibatkan pencampuradukan antara dua kata tersebut. Sehingga menarik kesimpulan pengagungan (ketundukan) berarti penyembahan. <\/p>\n\n\n\n Berdasarkan pengertian yang salah ini, mereka berpendapat bahwa bersikap khidmat dan bersikap rendah diri di depan pusara Rasulallah Saw, pusara orang-orang saleh, mencium tangan orang-orang saleh atau para wali, para penguasa maupun orang kaya yang saleh, dianggap juga sebagai sikap berlebih-lebihan (ghuluw), yang dapat menyeret orang pada sesembahan selain Allah Swt. (syirik). <\/p>\n\n\n\n Begitu pula adat istiadat dan tradisi yang berlaku di kalangan masyarakat Jawa. Pada tiap hari Raya pada umumnya orang Jawa\u2013juga yang beragama Islam\u2013berjongkok (bersungkem) didepan ayah ibunya masing-masing. <\/p>\n\n\n\n Sebenarnya, semua ini sama sekali tidak bisa diartikan penyembahan. Bahkan, tidak terlintas sama sekali dalam hati serta pikiran untuk menyembah orang-orang saleh atau wali, yang dicium tangannya, sebagaimana menyembah Tuhan. Semua itu hanyalah bentuk ta\u2019zhim atau tabaruk (mencari keberkahan).<\/p>\n\n\n\n Hadis-hadis Rasulallah S.a.w dan atsar para sahabat yang berkaitan dengan hukum mencium tangan dan kaki:<\/p>\n\n\n\n Ada sebagian orang mengatakan, kalau hukum mencium tangan dan kaki Nabi Saw. dibolehkan karena beliau adalah Rasulallah Saw., tetapi kalau selain beliau Saw. hukumnya haram. <\/p>\n\n\n\n Pikiran semacam itu, adalah perkiraan mereka sendiri. Dan sangat jauh sekali dari kenyataan, karena kalau hukum mencium tangan dan kaki itu dilarang oleh syariat Islam, Rasulallah Saw. adalah orang yang pertama kali melarang perlakuan para sahabat terhadap Nabi Saw.. Karena Rasulallah Saw. adalah pembawa syariat Islam dan sudah tentu sebagai contoh bagi umatnya. Bila hal itu, khusus untuk beliau Saw., beliau juga akan menjelaskannya. <\/p>\n\n\n\n Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad (hadis no.976) dengan sanad sahih bahwa sahabat Ali Ibnu Abi Thalib mencium tangan dan kaki Abbas Ibnu Abdul Muthalib. Padahal, Sayidina Ali juga seorang sahabat yang mulia. Karena Sayidina Abbas selain pamannya juga seorang yang saleh. <\/p>\n\n\n\n Dari Shuhaib, ia berkata, \u201cSaya melihat sahabat Ali mencium tangan sahabat Abbas dan kakinya.\u201d (HR. Bukhari)<\/p>\n\n\n\n Dari Ibnu Jad\u2019an, ia berkata kepada Anas bin Malik, \u201cApakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini?\u201d Sahabat Anas berkata, Ya.\u201d Lalu Ibnu Jad\u2019an mencium tangan Anas tersebut. (HR. Bukhari dan Ahmad).<\/p>\n\n\n\n Abdullah bin Abbas setelah wafatnya Rasulallah pergi kepada seorang sahabat Rasulallah untuk menuntut ilmu. Suatu ketika, beliau pergi kepada Zaid bin Tsabit, salah seorang sahabat senior yang paling banyak menulis wahyu. Saat itu, Zaid bin Tsabit sedang keluar dari rumahnya. Melihat itu, dengan cepat Abdullah bin Abbas memegang tempat pijakan kaki pelana hewan tunggangan Zaid bin Tsabit. Abdullah bin Abbas menyongsong Zaid untuk menaiki hewan tunggangannya tersebut. Namun, tiba-tiba Zaid bin Tsabit mencium tangan Abdullah bin Abbas, karena dia adalah keluarga Rasulallah. Zaid bin Tsabit berkata, \u201cSeperti inilah, kami memperlakukan keluarga Rasulallah.\u201d Padahal, Zaid Ibnu Tsabit jauh lebih tua dari Abdullah bin Abbas. Atsar ini, diriwayatkan juga oleh al-Hafidh Abu Bakar bin al-Muqri dalam Juz Taqbil al-Yad. Juga dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitabnya al-Isabah dan as-Sya\u2019bi.<\/p>\n\n\n\n Ibnu Sa\u2019d dalam kitab Thabaqat meriwayatkan dengan sanad dari Abdurrahman bin Zaid al-Iraqi yang berkata, \u201cKami telah mendatangi Salamah Ibnu al-Akwa di ar-Rabdzah. Lalu, ia mengeluarkan tangannya yang besar seperti sepatu kaki unta, kemudian dia berkata: \u2018Dengan tanganku ini, aku telah membaiat Rasulallah\u2019. Maka, kami meraih tangan beliau dan menciumnya\u201d<\/p>\n\n\n\n Dalam at-Talkhish al-Habir, al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani menuliskan sebagai berikut, \u201cTentang masalah mencium tangan ada banyak hadis yang dikumpulkan oleh Abu Bakar bin al-Muqri, beliau mengumpulkannya dalam satu juz penuh. Diantaranya, hadis Abdullah Ibnu Umar yang menceritakan suatu peristiwa di masa Rasulallah, beliau berkata, \u2018Maka kami mendekat kepada Rasulallah lalu kami cium tangan dan kakinya.\u2019\u201d (HR. Abu Dawud). Hadis ini, juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa\u2019i, Imam Ibnu Majah dan Imam Abu Dawud dengan sanad yang kuat.<\/p>\n\n\n\n Dikeluarkan oleh imam Ibnu al-Arabi dan Ibnu al-Maqri di dalam Juzu mereka, Abdul Razak di dalam kitabnya al-Musannaf, al-Kharaeti di dalam al-Makarim, al-Baihaqi dan Ibnu Asakir dengan isnad berdasarkan syarat Imam Muslim (sanad tersebut berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Muslim), \u201cSesungguhnya Abu Ubaidah r.a mencium tangan sayidina Umar r.a. ketika kedatangannya dari Syam.\u201d Tamim bin Salamah menganggap mencium tangan ahli al-Fadl (orang-orang yang mendapat kemuliaan) adalah sunnah.<\/p>\n\n\n\n Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Imam Muslim mencium tangan Imam al-Bukhari. Imam Muslim berkata kepadanya, \u201cSeandainya anda mengizinkan, pasti aku cium kaki anda.\u201d Jelas, dalam riwayat ini, imam Muslim mengetahui bahwa mencium tangan dan kaki seorang ulama mustahab.<\/p>\n\n\n\n Dinukil oleh As-Syeikh al-Ansari bahwa Imam Muslim bin al-Hajaj mencium antara dua mata Imam Bukhari. Beliau juga mencoba untuk mencium kakinya. Bertujuan sebagai menghormati ilmu, kemuliaan dan kebaikan gurunya.(Imam Nawawi dalam Tahzhib al-Asma [88\/1] ).<\/p>\n\n\n\n Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyitir pendapat Imam Nawawi yang berkata, \u201cMencium tangan seseorang karena zuhud, kebaikan, ilmu, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan.\u201d Pendapat ini, juga didukung oleh Imam al-Bajuri dalam kitab Hasyiah, jilid 2, hal.116.<\/p>\n\n\n\n Imam al-Zaila\u2019i berkata, \u201cDibolehkan mencium tangan seorang ulama dan orang yang wara karena mengharap barakahnya.<\/p>\n\n\n\n Dari Abi Malik al-Asyja\u2019i berkata, \u201cSaya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a, Ulurkan tanganmu yang engkau gunakan untuk membaiat Rasul, ia mengulurkannya kemudian aku menciumnya.\u201d (HR. Ibnu al-Muqarri).<\/p>\n\n\n\n Yahya bin al-Harith berkata, \u201cAku bertemu Watsilah bin al-Asqa, aku berkata, \u2018Kau membaiat tanganmu ini pada Rasulallah Saw?\u2019 Watsilah berkata, \u2018Ya.\u2019 Aku berkata, \u2018Berikan tanganmu itu, aku ingin menciumnya.\u2019 Beliau pun memberikan tangannya kepadaku, kemudan aku menciumnya.\u201d Maksud mencium tangan disini, adalah untuk memperoleh keberkahan dari baiat Watsilah kepada Rasulallah Saw. secara bersalaman dan mencium tangan beliau Saw.. Begitu juga mencium tangan orang-orang saleh dan ulama. (HR. at-Thabarani di dalam kitab al-Kabir 22\/94, no. 226).<\/p>\n\n\n\n Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa mencium tangan di antara para sahabat dan para ulama selain Rasulallah Saw. adalah sunnah, sebagai dalil bagi orang yang meniadakan dan menganggap sebagai bid\u2019ah munkar perbuatan tersebut.<\/p>\n\n\n\n Diriwayatkan oleh Abu Daud (hadis no. 5222), Sayidina Abu Bakar r.a. mencium anaknya Sayidatina Aisyah r.a. ketika beliau mendapati anaknya demam. Dengan demikian, ciuman bukan khusus untuk anak-anak lelaki saja.<\/p>\n\n\n\n Dalam kitab sunan yang tiga (Sunan Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai) dari Aisyah, yang berkata, \u201cAku tidak pernah melihat seorang pun lebih mirip dengan Rasulallah dari Fathimah dalam sifatnya, cara hidup dan gerak-geriknya. Ketika Fathimah datang kepada Rasulallah, Rasulallah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Fathimah, kemudian Rasulallah mencium Fathimah dan membawanya duduk di tempat duduk beliau. Dan apabila Rasulallah Saw. datang kepada Fathimah, Fathimah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Rasulallah, kemudian menciumnya, setelah itu ia mempersilahkan beliau duduk di tempatnya.\u201d Demikian penjelasan al-Hafidh Ibnu Hajar dalam kitab at-Talkhish al-Habir. Abu Daud juga mencatatnya pada hadis no. 5217.<\/p>\n\n\n\n Menurut riwayat Imam Tirmizi (hadis no. 3872), apabila Fatimah r.a. masuk bertemu Rasulallah Saw., baginda Rasul Saw. terus berdiri dan mengambil tangan puterinya dan menciumnya serta duduk bersamanya di dalam satu majlis. Ciuman anak pada kedua tangan ibu-bapak adalah karena penghormatan mereka terhadap kemuliaan derajat orang tua. Sedangkan, ciuman ibu-bapak kepada anak-anaknya adalah kasih sayang terhadap mereka. Ini semua merupakan sunnah Nabi Saw.<\/p>\n\n\n\n Dalam suatu hadis diriwayatkan, seorang lelaki bercerita di dalam satu majlis Nabi Saw. bahwa dia tidak pernah mencium anak-anaknya. Lalu, Rasulallah Saw. bersabda, \u201cApa yang dapat saya nyatakan bahwa Allah Swt. telah melenyapkan rahmat dari hati kamu.\u201d(HR.Imam Bukhari no. 5998).<\/p>\n\n\n\n Nabi Saw. mencium Sayidina Usman bin Maz\u2019un setelah wafatnya. (HR.Imam Ahmad [56\/6], Abu Daud [3163], Tirmizi [989] berkata, hadis hasan sahih, Ibnu Majah [1456], dan hadis ini juga disandarkan kepada Imam Bukhari).<\/p>\n\n\n\n Diriwayatkan oleh Ibnu al-Arabi dari Jabir, sesungguhnya ayahnya wafat syahid ketika perang Uhud, ketika tersingkap wajahnya, beliau menciumnya.<\/p>\n\n\n\n Sayidina Abu Bakar mencium wajah Nabi Saw. setelah baginda Saw. wafat. (HR.imam Ahmad dan Bukhari (no. 1241). <\/p>\n\n\n\n Hadis yang Dijadikan Dasar Hukum Mencium Tangan Sebagai Haram<\/strong><\/p>\n\n\n\n Seorang bertanya kepada Rasulallah Saw., \u201cWahai Rasulallah haruskah seseorang membungkuk kepada saudaranya? Baginda menjawab, \u2018Tidak.\u2019 Lelaki itu berkata lagi, Haruskah seseorang memeluk dan menciumnya? Nabi Saw. menjawab, \u2018Tidak\u2019. Dia bertanya lagi, \u2018Cukupkah seseorang mengambil tangan saudara- nya dan bersalaman dengannya?\u2019 Nabi Saw. menjawab, \u2018Ya.\u2019\u2019\u2019 (HR.Tirmidzi no.2728, dan berkata bahwa hadis ini hasan).<\/p>\n\n\n\n Hadis ini, disamping berlawanan dengan hadis sahih juga telah dilemahkan oleh imam Ahmad dan al-Baihaqi seperti yang dinukil oleh al-Iraqi di dalam kitabnya al-Mughni. Di dalam sanad- nya ada seorang perawi yang bernama Hanzhalah. Imam Ahmad, Nasa\u2019i dan Ibnu Ma\u2019in telah menetapkan bahwa lelaki tersebut dha\u2019if (lemah). Imam Ahmad menambah dengan perkataannya, \u201cSesungguhnya (Hanzhalah) meriwayatkan banyak hadis yang mungkar maka jangan beramal dengan hadisnya.\u201d Maka gugur lah hadis ini.<\/p>\n\n\n\n Hadis imam at-Thabarani dan Abu Ya\u2019la dan Ibnu Addi, \u201cSesungguhnya Nabi Saw. menarik tangannya bagi orang yang ingin menciumnya.\u201d Hadis ini dinukil juga oleh Ibnu al-Jauzi di dalam kitabnya al-Maudhu\u2019at. Hadis ini sangat lemah menurut ahli hadis. <\/p>\n\n\n\n Sangat aneh sekali bila seseorang lebih memilih hadis dha\u2019if yang melarang mencium tangan dan kaki daripada sekian banyak hadis sahih yang membolehkannya. Hadis-hadis tersebut sangat bertentangan dan terbantahkan dengan hadis-hadis sahih dan fatwa para pakar hadis yang telah dikemukan sebelumnya. Oleh karena itu, hadis yang melarang cium tangan ini tidak dapat di jadikan dalil.<\/p>\n\n\n\n Riwayat-riwayat diatas berkenaan dengan cium tangan dan lain sebagainya sebagai pelajaran untuk memperoleh keberkahan. Selain itu bertujuan untuk melatih diri bersikap tawadhu dan untuk mendapat keridhaan Allah Swt. Begitu juga sering mencium kepala antara satu dengan yang lain adalah sebagai tanda kasih dan hormat. Riwayat-riwayat sahih tadi menunjukkan pula mencium tangan ibu-bapak untuk penghormatan kepada mereka sebagai hak mereka adalah sunnah.<\/p>\n\n\n\n Hukum Mencium tangan syeikh (guru), ulama, para salihin dan para waliyullah adalah Disunnahkan dan tujuannya adalah mencari berkah kemuliaan dan kebajikan amal mereka. Adapun, cium tangan yang merendahkan diri (tadzallul) terhadap orang munafik, kafir (baik yang kaya maupun yang miskin), menyanjung orang yang berkuasa dan memiliki kedudukan tetapi perbuatan mereka curang, zalim dan lain sebagainya, inilah yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam. <\/p>\n\n\n\nHadits Hukum Mencium Tangan dan Kaki<\/h2>\n\n\n\n
Sahabat Saling Cium Tangan dan Kaki di Antara Mereka<\/h3>\n\n\n\n
Hukum Mencium Tangan dan Kaki Ulama<\/h3>\n\n\n\n
Ciuman Orang Tua dan Anak<\/h3>\n\n\n\n
Mencium Wajah Orang yang Telah Wafat<\/h3>\n\n\n\n
\nBegitu juga, sebagai salah satu sifat kasih sayang, menguatkan keakraban dan pertemuan yang diakui sebagai sebaik-baik cara dalam bersikap santun dan menghormati mereka. Dengan cara ini, dapat melenyapkan perasaan dengki, mengeratkan ukhwah Islam, menambah pahala dan menyempurnakan qudwah hasanah (teladan yang baik). <\/p>\n\n\n\n