Pecihitam.org –<\/strong> Kebutuhan untuk melakukan hubungan badan antara suami isteri merupakan kebutuhan dasar biologis manusia. Apabila hasrat ini datang susah untuk membendungnya. Bagaimana kalau hasrat datang saat isteri istiglhadlah, bagaimanakah hukum menggauli isteri saat istihadlah?<\/p>\n\n\n\n Gambaran dari darah istihadlah merupakan kondisi di mana isteri sedang mengeluarkan darah. Darah itu bukan darah menstruasi atau haid. Bukan juga darah wiladah, bukan darah nifas atau darah pasca melahirkan. Darah ini sering orang menyebutnya dengan darah penyakit.<\/p>\n\n\n\n Darah istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah atau putus dan keluarnya bukan pada masa haid atau nifas (kebanyakan), tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat nifas.<\/p>\n\n\n\n Karena dia adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti mengalir sampai wanita itu sembuh darinya. Karena itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar sama sekali dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam sebulan.<\/p>\n\n\n\n Menurut istilah Fiqh darah Istihadlah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita di luar kebiasaan bulannya (haid) atau di luar waktu haid, serta bukan disebabkan karena melahirkan.<\/p>\n\n\n\n Pada umumnya, wanita mengalami haid selama enam sampai delapan hari. Paling lama lima belas hari. Ketika melebihi lima belas hari itulah disebut dengan darah istihadhah.<\/p>\n\n\n\n Seorang wanita yang mengalami istihadhah dilarang meninggalkan ibadahnya, seperti salat, puasa dan ibadah lainnya.<\/p>\n\n\n\n Ketika wanita istihadlah tidak dicegah untuk melakukan ibadah semacam shalat, maka saat itu pula tidak ada larangan untuk ‘mendekatinya’. <\/p>\n\n\n\n