Pecihitam.org<\/strong> – Saat ini banyak sebagian muslim di Indonesia berbondong-bondong memakai jubah. Bahkan saat ini sudah terjadi identifikasi bahwa kalau mau menjadi muslim yang taat harus memakai jubah. <\/p>\n\n\n\n

Dan yang menjadi masalah adalah timbulnya penafian terhadap pakaian lain yang bernuansa kearifan tradisi dengan tidak dianggap Islami. Terkait dengan persoalan ini, sebenarnya bagaimana sejarah jubah di Indonesia?<\/p>\n\n\n\n

Begini ceritanya. Jubah pada mulanya digunakan oleh para haji yang\npulang dari Mekah. Setelah selesai menunaikan ibadah haji mereka memakai\npakaian jubah. Kemudian, jubah pada masa awal penggunaanya diidentifikasikan\ndengan pakaian pejuang perlawanan kolonialisme Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Menurut Hendri F. Isnaeni dalam artikelnya Wabah Jubah<\/em> di\nHistoria, dengan mengutip Kees Van Dijk dalam karyanya Sarung, Jubah, dan\nCelana: Penampilan Sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi <\/em>menjelaskan\nbahwa pada tahun 1670 an di Banten banyak kaum muslim yang melakukan perlawanan\ndengan Belanda meninggalkan pakaian tradisional dan beralih menggunakan jubah.<\/p>\n\n\n\n

Hendri F. Isnaeni mengutip Babad Diponegoro <\/em>menjelaskan\nbahwa Pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830 M saat berperang melawan\npenjajah Belanda menggunakan pakaian jubah, celana, dan sorban. Penggunaan\njubah ini dinilai sebagai sebuah efisiensi, sebab akan sulit berperang jika\nmenggunakan pakaian lain.<\/p>\n\n\n\n

Penggunaan jubah, selain bertujuan untuk efisiensi. Namun juga adalah sebuah strategi perang. Penggunaan jubah tersebut dapat digunakan untuk membedakan siapa kawan dan siapa lawan. <\/p>\n\n\n\n

Dengan menggunakan jubah, Pangeran Diponegoro dapat mengasosiasikan orang yang berpakaian Belanda adalah musuh. Strategi ini juga penting untuk menggalang dukungan masyarakat kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selain Pangeran Diponegoro<\/strong><\/a>, yang menggunakan pakaian jubah adalah Imam Bonjol. Saat terjadi Perang Padri<\/a>, Imam Bonjol memimpin pasukannya dengan menggunakan jubah warna putih. Penggunaan jubah putih oleh Imam Bonjol ini merupakan bagian dari keterpengaruhannya atas Wahabisme<\/strong><\/a> di Mekah.<\/p>\n\n\n\n

Sebab kaum Padri yang dipimpin Imam Bonjol ini mengampanyekan\npurifikasi ajaran agama. Mereka memberikan standarisasi yang ketat terhadap\npraktik peribadahan, termasuk dalam penggunaan pakaiannya.<\/p>\n\n\n\n

Imam Bonjol memakai pakaian jubah adalah ketika saat melakukan\nibadah haji ke Mekah, Arab Saudi. Jubah saat itu dianggap sebagai pakaian haji.\nOrang yang menunaikan ibadah haji kemudian memakai pakaian jubah.<\/p>\n\n\n\n

Menurut Hendri F. Isnaeni dengan mengutip Snouck Hurgronje bahwa\norang Nusantara yang melakukan ibadah haji tidak hanya terpapar pakaiannya\nsaja. Namun, saat itu mulai terjadi internasionalisasi kesadaran akan jahatnya\nkolonialisme Belanda di Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Para jama\u2019ah haji tersebut membicarakan perihal kasus Aceh dan\nberbagai kasus kolonialisme lainnya. Bahkan tokoh perlawanan Petani Banten yang\ndipimpin tokoh tarekat tersebut mendapatkan kesadaran anti-kolonilasimenya\nadalah dari ibadah haji yang dilakukannya di Mekah, Arab Saudi.<\/p>\n\n\n\n

Ketika kemudian banyak haji yang pulang dari Mekah melakukan\nperlawanan terhadap penjajahan. Kemudian pemerintahan kolonial Belanda mulai\nmewaspadai simbol-simbol Islam di Nusantara. Pakaian seperti jubah dan sorban\noleh pemerintah kolonial dianggap sebagai pakaian pemberontak.<\/p>\n\n\n\n

Menurut Hendri  F. Isnaeni\ndengan mengutip William R. Root dalam karyanya Islam di Asia Tenggara Abad\nke-19 <\/em>menjelaskan bahwa setelah berbagai peristiwa perlawanan para\nhaji  kepada kolonialisme, pemerintah kolonial\nBelanda mulai mengkhawatirkan simbol-simbol pakaian Islam.<\/p>\n\n\n\n

Setelah timbul kekhawatiran terhadap para haji yang melakukan\nperlawanan tersebut, pemerintah kolonial sedikit mempersulit calon haji. Para\ncalon haji ini diharuskan memiliki harta yang cukup kepada pihak keluarga yang\nditinggalkan.<\/p>\n\n\n\n

Dan setelah kembali dari Mekah mereka akan diinterogasi apakah\nmereka benar-benar pergi ke Mekah. Baru setelah mereka lolos proses interogasi\ntersebut mereka diakui memiliki gelar haji dan sekaligus sah memakai pakaian\njubah.<\/p>\n\n\n\n

Demikianlah sejarah tentang awal mula muslim di Indonesia\nmenggunakan jubah. Trend penggunaan jubah tersebut memiliki makna perlawanan\nterhadap penjajahan dan bahkan menjadi pakaian tempur seperti Pangeran\nDiponegoro.<\/p>\n\n\n\n

Namun, saat ini jubah sering menjadi ajang untuk unjuk merasa paling Islami. Sisi-sisi spirit anti-kolonialismenya sudah hilang. Dan kini direduksi hanya menjadi trend pakaian Islami yang disponsori oleh industri kapitalisme pakaian Islami saja. Wallahua’lam.<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Saat ini banyak sebagian muslim di Indonesia berbondong-bondong memakai jubah. Bahkan saat ini sudah terjadi identifikasi bahwa kalau mau menjadi muslim yang taat harus memakai jubah. Dan yang menjadi masalah adalah timbulnya penafian terhadap pakaian lain yang bernuansa kearifan tradisi dengan tidak dianggap Islami. Terkait dengan persoalan ini, sebenarnya bagaimana sejarah jubah di […]<\/p>\n","protected":false},"author":47,"featured_media":29074,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6],"tags":[8574,8575],"yoast_head":"\n