Pecihitam.org<\/strong> – Salafi Wahabi meyakini bahwa Allah bersemayam di Atas Arasy<\/strong>, berdasarkan penafsiran tekstualnya terhadap ayat Al-Qur’an. Inilah paham aqidah yang sangat berbahaya yang boleh dikatakan bahwa sesungguhnya mereka telah menjerumuskan diri ke dalam pemahaman aqidah Tajsim (menyerupakan Allah dengan Makhluk), dan sangat bertentangan dengan aqidah ahlussunnah wal Jamaah.<\/p>\n\n\n\n

Dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama\u2019ah<\/a>, dipahami bahwa Allah bukanlah jisim atau eksistensi fisikal yang memiliki volume. Mayoritas ulama memustahilkan makna fisikal (jismiyah) dari Allah, salah satunya adalah Imam Ahmad bin Hanbal yang dengan tegas berkata:<\/p>\n\n\n\n

\u0625\u0650\u0646\u0651\u064e \u0627\u0644\u0623\u064e\u0633\u0652\u0645\u064e\u0627\u0621\u064e \u0645\u064e\u0623\u0652\u062e\u064f\u0648\u0630\u064e\u0629\u064c \u0645\u0650\u0646\u064e \u0627\u0644\u0634\u0651\u064e\u0631\u0650\u064a\u0639\u064e\u0629\u0650 \u0648\u064e\u0627\u0644\u0644\u0651\u064f\u063a\u064e\u0629\u0650\u060c \u0648\u064e\u0623\u064e\u0647\u0652\u0644\u064f \u0627\u0644\u0644\u0651\u064f\u063a\u064e\u0629\u0650 \u0648\u064e\u0636\u064e\u0639\u064f\u0648\u0627 \u0647\u064e\u0630\u064e\u0627 \u0627\u0644\u0627\u0633\u0652\u0645\u064e \u2013 \u0623\u064e\u064a\u0650 \u0627\u0644\u0652\u062c\u0650\u0633\u0652\u0645\u064e \u2013 \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0630\u0650\u064a \u0637\u0650\u0648\u0644\u064d \u0648\u064e\u0639\u064e\u0631\u0652\u0636\u064d \u0648\u064e\u0633\u064e\u0645\u0652\u0643\u064d \u0648\u064e\u062a\u064e\u0631\u0652\u0643\u0650\u064a\u0628\u064d \u0648\u064e\u0635\u064f\u0648\u0631\u064e\u0629\u064d \u0648\u064e\u062a\u064e\u0623\u0652\u0644\u0650\u064a\u0641\u064d\u060c \u0648\u064e\u0627\u0644\u0644\u0647\u064f \u062e\u064e\u0627\u0631\u0650\u062c\u064c \u0639\u064e\u0646\u0652 \u0630\u064e\u0644\u0650\u0643\u064e \u0643\u064f\u0644\u0650\u0651\u0647\u0650 \u2013 \u0623\u064a \u0645\u064f\u0646\u0632\u0651\u064e\u0647\u064c \u0639\u064e\u0646\u0652\u0647 \u2013 \u0641\u064e\u0644\u064e\u0645\u0652 \u064a\u064e\u062c\u064f\u0632\u0652 \u0623\u064e\u0646\u0652 \u064a\u064f\u0633\u0645\u0651\u064e\u0649 \u062c\u0650\u0633\u0652\u0645\u064b\u0627 \u0644\u0650\u062e\u0631\u0648\u062c\u0650\u0647\u0650 \u0639\u064e\u0646\u0652 \u0645\u064e\u0639\u0652\u0646\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u062c\u0650\u0633\u0652\u0645\u0650\u064a\u0651\u0629\u0650\u060c \u0648\u064e\u0644\u064e\u0645\u0652 \u064a\u064e\u062c\u0650\u0649\u0621\u0652 \u0641\u064a \u0627\u0644\u0634\u0651\u064e\u0631\u0650\u064a\u0639\u064e\u0629\u0650 \u0630\u064e\u0644\u0650\u0643\u064e \u0641\u064e\u0628\u064e\u0637\u0644\u064e<\/p>\n\n\n\n

“Sesungguhnya istilah-istilah itu diambil dari peristilahan syariah dan peristilahan bahasa sedangkan ahli bahasa menetapkan istilah ini (jisim) untuk sesuatu yang punya panjang, lebar, tebal, susunan, bentuk dan rangkaian, sedangkan Allah berbeda dari itu semua. Maka dari itu, tidak boleh mengatakan bahwa Allah adalah jisim sebab Allah tak punya makna jismiyah. Dan, istilah itu juga tidak ada dalam istilah syariat, maka batal menyifati Allah demikian”. (Abu al-Fadl at-Tamimy, I\u2019tiq\u00e2d al-Imam al-Munabbal Ahmad bin Hanbal, 45).<\/p>\n\n\n\n

Lalu bagaimana dengan suatu ungkapan yang terbilang lumrah di telinga penduduk Indonesia bahwa Allah bersemayam di atas Arasy? Bolehkah mengatakan Allah bersemayam meskipun bersemayam adalah sebuah tindakan fisikal yang hanya bisa dilakukan oleh jism (materi)?<\/p>\n\n\n\n

Apabila kita membaca Al-Qur\u2019an terjemahan Kementerian Agama dari surat at-Taha ayat 5 berikut:<\/p>\n\n\n\n

\u0627\u0644\u0631\u0651\u064e\u062d\u0652\u0645\u064e\u0670\u0646\u064f \u0639\u064e\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u0639\u064e\u0631\u0652\u0634\u0650 \u0627\u0633\u0652\u062a\u064e\u0648\u064e\u0649\u0670<\/p>\n\n\n\n

Maka akan kita dapati terjemahannya adalah: \u201cTuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas \u2018Arasy\u201d. Terjemahan ini diberi catatan sebagai berikut: \u201cBersemayam di atas \u2018Arasy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya\u201d. (Lihat: Al Qur\u2019an dan Terjemahnya terbitan Kementerian Agama)<\/p>\n\n\n\n

Bila kita terima begitu saja terjemahan tersebut berarti jawabannya sudah jelas: Ya, Allah bersemayam. Tetapi masalahnya tak sesederhana ini. Kita tak boleh membahas masalah aqidah hanya berdasarkan pada terjemahan saja sebab bisa jadi terjemahannya tidak tepat. Dan, tentu saja cara seseorang menerjemah tergantung pada mazhab yang ia anut sehingga terjemahan satu orang bisa berbeda dengan lainnya, apalagi ini terkait dengan ayat Al-Qur\u2019an yang memang kaya makna.<\/p>\n\n\n\n

Ayat tersebut menggunakan redaksi “istawa” yang diterjemahkan sebagai \u201cbersemayam\u201d. Bila kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bersemayam berarti: duduk, berkediaman, tinggal atau bila konteksnya adalah bersemayam dalam hati, maka maknanya adalah terpatri dalam hati. <\/p>\n\n\n\n

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam peristilahan bahasa Indonesia, kalimat \u201cbersemayam di atas \u2018Arasy\u201d artinya adalah duduk, berdiam atau tinggal di atas Arasy. Kesemua makna ini tanpa diragukan adalah makna jismiyah yang seharusnya dibuang jauh-jauh dari Allah sebab tak layak bagi kesucian-Nya.<\/p>\n\n\n\n

Makna duduk sendiri secara tegas dikecam sangat keras oleh Imam Syafi\u2019i, bahkan hingga level dianggap kafir. Imam Syafi\u2019i sebagaimana diriwayatkan oleh Qadli Husain menjelaskan bahwa di antara yang dianggap kafir adalah sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u0645\u0646 \u0643\u0641\u0631\u0646\u0627\u0647 \u0645\u0646 \u0623\u0647\u0644 \u0627\u0644\u0642\u0628\u0644\u0629: \u0643\u0627\u0644\u0642\u0627\u0626\u0644\u064a\u0646 \u0628\u062e\u0644\u0642 \u0627\u0644\u0642\u0631\u0622\u0646\u060c \u0648\u0628\u0623\u0646\u0647 \u0644\u0627 \u064a\u0639\u0644\u0645 \u0627\u0644\u0645\u0639\u062f\u0648\u0645\u0627\u062a \u0642\u0628\u0644 \u0648\u062c\u0648\u062f\u0647\u0627\u060c \u0648\u0645\u0646 \u0644\u0627 \u064a\u0624\u0645\u0646 \u0628\u0627\u0644\u0642\u062f\u0631\u060c \u0648\u0643\u0630\u0627 \u0645\u0646 \u064a\u0639\u062a\u0642\u062f \u0623\u0646 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u062c\u0627\u0644\u0633 \u0639\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0639\u0631\u0634\u061b \u0643\u0645\u0627 \u062d\u0643\u0627\u0647 \u0627\u0644\u0642\u0627\u0636\u064a \u0627\u0644\u062d\u0633\u064a\u0646 \u0647\u0646\u0627 \u0639\u0646 \u0646\u0635 \u0627\u0644\u0634\u0627\u0641\u0639\u064a.<\/p>\n\n\n\n

\u201cOrang yang kami kafirkan dari kalangan orang yang shalat adalah: mereka yang berkata bahwa al-Qur\u2019an adalah makhluk, bahwa Allah tak mengetahui sesuatu sebelum terjadinya, juga orang yang tak percaya takdir, demikian juga orang yang mengatakan bahwa Allah duduk di atas Arasy. Seperti diriwayatkan oleh Qadli Husain dari penjelasan literal Imam Syafi\u2019i.\u201d (Ibnu ar-Rif\u2019ah, Kif\u00e2yat al-Nab\u00eeh f\u00ee Syarh at-Tanb\u00eeh, juz IV, halaman 23).<\/p>\n\n\n\n

Tentang vonis kafir terhadap aliran sesat di atas sebenarnya bukanlah hal yang disepakati di kalangan ulama, namun setidaknya semua sepakat bahwa pendapat yang memahami bahwa Allah bersemayam di atas arasy adalah sesat. <\/p>\n\n\n\n

Bagaimana tidak sesat, mengatakan Allah duduk di Arasy sama saja dengan mengatakan bahwa Allah punya pantat yang menempel di atas Arasy; mengatakan Allah tinggal atau berdiam di Arasy sama saja dengan mengatakan bahwa Allah punya volume dan ukuran fisik sehingga pasti Allah juga makhluk. Kesemuanya sama sekali mustahil bagi Allah dan Maha Suci Allah dari semua itu. <\/p>\n\n\n\n

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa mengatakan Allah bersemayam di atas Arasy adalah ungkapan yang tidak tepat. Tim penerjemah dari Kementerian Agama tampaknya sadar akan celah ini sehingga mereka memberi catatan \u201cBersemayam di atas \u2018Arasy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya\u201d seolah mau menjelaskan bahwa bersemayam yang mereka maksud bukanlah bersemayam dalam arti duduk, tinggal atau berdiam yang kesemuanya tidak layak bagi kebesaran dan kesucian Allah, tetapi makna lain yang layak bagi-Nya.<\/p>\n\n\n\n

Namun bagaimanapun harus diakui bahwa diksi yang dipilih oleh tim penerjemah Kementerian Agama tersebut kurang tepat sebab kata bersemayam tak punya arti lain dalam kamus bahasa Indonesia selain makna jismiyah tersebut. Diksi yang kurang tepat ini rawan menimbulkan salah paham bagi orang awam. Padahal, dalam bahasa Arab kata istawa tak selalu bermakna jismiyah, namun bisa diartikan bermacam-macam sesuai konteksnya. <\/p>\n\n\n\n

Hal ini berbeda kasusnya dengan kata \u201cyad\u201d yang oleh Kementerian Agama diterjemah sebagai \u201ctangan\u201d. Meskipun kata \u201ctangan\u201d juga berkonotasi jismiyah, namun dalam KBBI kata ini tak hanya bermakna tangan sebagai organ tubuh tetapi bisa juga bermakna non-jismiyah seperti makna kekuasaan, perintah dan sebagainya sehingga penerjemahan kata \u201cyad\u201d menjadi \u201ctangan\u201d lebih bisa dimaklumi. Yang justru paling aman adalah tidak menerjemah kata-kata berupa sifat khabariyah ini tetapi membiarkannya apa adanya lalu diberi catatan berbagai kemungkinan makna yang layak bagi Allah. Wallahua\u2019lam.<\/p>\n\n\n\n

Sumber: NU Online<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Salafi Wahabi meyakini bahwa Allah bersemayam di Atas Arasy, berdasarkan penafsiran tekstualnya terhadap ayat Al-Qur’an. Inilah paham aqidah yang sangat berbahaya yang boleh dikatakan bahwa sesungguhnya mereka telah menjerumuskan diri ke dalam pemahaman aqidah Tajsim (menyerupakan Allah dengan Makhluk), dan sangat bertentangan dengan aqidah ahlussunnah wal Jamaah. Dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama\u2019ah, dipahami […]<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":2989,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[2030],"tags":[250,2028,2029,1026],"yoast_head":"\n