PECIHITAM.ORG – <\/strong>Kisah ini menceritakan tentang kejujuran ayah Abdullah bin Mubarak. Namanya adalah Mubarak bin Wadhih. Ia merupakan seorang budak berkulit hitam yang berasal dari India.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu, di kota Marwu, Persia<\/a> ada seorang laki-laki bernama Nuh bin Maryam. Beliau seorang pemimpin sekaligus Qadli. Selain alim, kaya raya dan berpengaruh, beliau juga mempunyai seorang putri yang sangat cantik. <\/p>\n\n\n\n

Melihat putrinya yang sudah waktunya menikah, tetapi belum juga dipertemukan sosok yang cocok sebagai imam yang baik bagi putrinya, Syaikh Nuh bin Maryam merasa gundah dan susah menghadapi masalah ini.<\/p>\n\n\n\n

Sementara itu, Syaikh Nuh bin Maryam memiliki seorang budak laki-laki yang bernama Mubarak bin Wadhih. Beliaulah kelak yang menjadi ayah Abdullah bin Mubarak. Ia adalah seorang budak yang berasal dari India dan merupakan seorang budak laki-laki yang sangat bertakwa. <\/p>\n\n\n\n

Syaikh Nuh bin Maryam memiliki kebun yang sangat luas. Kebun tersebut, ia tanami dengan berbagai macam pohon, buah-buahan, juga tumbuh-tumbuhan.<\/p>\n\n\n\n

Singkat cerita, Syaikh Nuh bin Maryam berkata kepada budak laki-lakinya; \u201cAku ingin engkau merawat dan menjaga kebunku\u201d. Mendapat perintah tersebut, ia lalu mulai menjaga dan menetap di kebun Syaikh Nuh bin Maryam selama satu bulan penuh.<\/p>\n\n\n\n

Setelah sebulan, Syaikh Nuh mengunjungi kebun. Ia pun berkata kepada Mubarak; \u201cWahai Mubarak, petikkan aku segenggam anggur\u201d. Mendapat perintah demikian, Mubarak segera mengambilkan segenggam anggur. Tapi anggur yang dipetikkan Mubarak, ternyata asam rasanya.<\/p>\n\n\n\n

Mendapat anggur yang masam, Syaikh Nuh bin Maryam memerintahkan budaknya itu untuk memetikkan anggur yang lain; \u201cPetikkan aku anggur yang lain, yang tadi masam rasanya\u2026!\u201d<\/p>\n\n\n\n

Mendapatkan perintah demikian, Mubarak pun memetikkan anggur yang lain, tetapi lagi-lagi anggur yang ia petik masam juga rasanya. Mengetahui hal tersebut, Syaikh Nuh bin Maryam heran lalu bertanya<\/p>\n\n\n\n

\u201cWahai Mubarak, dari anggur sebanyak ini, kenapa engkau tidak bisa memetikkan untukku anggur yang manis, engkau malah memetikkan anggur yang masam?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cWahai tuanku, sungguh aku bisa membedakan, mana anggur yang manis dan mana anggur yang masam\u201d, jelas Mubark. \u201cSubhanallah, engkau hidup satu bulan penuh dalam kebun anggur, tetapi engkau belum bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang masam?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cBenar wahai tuanku, aku tidak bisa membedakannya\u201d, kata Mubarok. “Kenapa engkau tidak mencicipi anggur tersebut, agar tahu rasanya?\u201d, kata Syaikh Nuh bin Maryam. \u201cEngkau hanya memerintahkan aku untuk menjaganya, dan tidak memerintahkan aku untuk mencicipinya, bagaimana bisa aku mengkhianatimu wahai tuanku?!\u201d, kata Mubarak.<\/p>\n\n\n\n

Mendengar jawaban demikain, Syaikh Nuh bin Maryam merasa takjub akan kejujuran pemuda ini, lalu berkata; \u201cSemoga Allah menjagamu atas amanah yang engkau emban wahai pemuda\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Syaikh Nuh bin Maryam sekarang tahu, bahwa pemuda yang sedang berada di hadapannya adalah pemuda yang memiliki akal yang cerdas. Syaikh Nuh bin Maryam berkata; \u201cWahai anak muda, sungguh hatiku saat ini sangat senang kepadamu, dan aku ingin engkau melaksanakan perintahku berikutnya\u201d.<\/p>\n\n\n\n

\u201cAku selalu mentaati Allah dan perintahmu, wahai Syaikh\u201d, kata Mubarak. Syaikh Nuh bin Maryam berkata; \u201cSesungguhnya aku memiliki seorang putri yang sangat cantik dan sudah pernah dilamar oleh banyak para pembesar dan orang-orang penting, tetapi aku masih belum tahu, siapa di antara mereka yang harus aku jadikan menantu. Aapa saranmu atas masalahku ini?\u201d<\/p>\n\n\n\n

Mubarak berkata; \u201cOrang-orang kafir zaman jahiliyyah, mereka lebih mengutamakan keturunan, nasab, kemasyhuran keluarga, juga kedudukan\u201d.<\/p>\n\n\n\n

\u201cOrang-orang Yahudi dan Nasrani lebih mengutamakan keelokan dan kecantikan. Pada masa Nabi shalallahu\u2019alaihi wasallam, para sahabat lebih mengutamakan kebaikan agama juga ketakwaan\u201d.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSedangkan di zaman kita sekarang, dalam masalah mencari menantu, para orang tua lebih mengutamakan banyaknya harta benda. Oleh karena itu wahai Syaikh, anda bebas menentukan pilihan anda dari empat hal ini\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Mendapat jawaban demikian, Syaikh Nuh bin Maryam berkata; \u201cWahai pemuda, aku lebih memilih calon menantu yang kokoh agamanya, bertakwa dan amanah. Oleh karena itu, aku ingin menjadikan engkau sebagai menantuku. Karena aku sungguh telah menemukan kebaikan, agama yang kokoh, juga amanah pada dirimu. Juga engkau adalah pemuda yang memiliki iffah (harga diri) juga penjagaan diri yang bagus\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Mendegar ucapan tuannya, Mubarak berkata; \u201cWahai tuan, saya adalah seorang budak yang berasal dari India dan berkulit hitam yang telah engkau beli dengan hartamu. Mengapa engkau justeru ingin menikahkan aku dengan putrimu? <\/p>\n\n\n\n

\u201cBerdirilah bersamaku menuju rumahku untuk merembug masalah ini, kata Syaikh Nuh bin Maryam. Setelah Syaikh Nuh bin Maryam bersama Mubarak sampai di rumah, beliau berkata kepada istrinya; \u201cKetahuilah, pemuda India ini adalah seorang pemuda yang baik agamanya juga bertakwa. Aku suka akan keshalehannya dan aku ingin menikahkannya dengan anak kita. Apa pendapatmu mengenai hal ini?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cSemua keputusan berada di tanganmu, wahai suamiku. Tetapi berilah aku waktu sebentar untuk memberitahu anak kita. Aku ingin mendengar jawabannya\u201d, kata sang istri. <\/p>\n\n\n\n

Sesampainya sang ibu di kamar anaknya, ia pun menyampaikan perihal keinginan ayahnya. Mendengar perkataan ibunya, gadis tersebut menjawab; \u201cJika hal tersebut sudah menjadi pilihan ayah dan ibu, maka aku akan melaksanakannya. Aku tidak akan pernah menentang keputusan ayah dan ibu. Aku akan selalu berbuat baik kepada ayah dan ibu\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Mendapat persetujuan dari anak gadisnya yang sangat salihah ini, Syaikh Nuh bin Maryam segera menikahkan Mubarak dengan anak putri cantiknya tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Setelah menikah, Syaikh Nuh bin Maryam memberikan harta yang sangat banyak sekali kepada kedua mempelai tersebut, dan tidak begitu lama kemudian, lahirlah dari kedua pasangan yang shaleh dan shalihah tersebut seorang anak laki-laki tampan yang kemudian dinamai Abdullah.<\/p>\n\n\n\n

Dialah anak yang kelak sangat terkenal di kalangan ulama Islam dengan nama Abdullah bin Mubarak, seorang ulama besar yang memiliki banyak ilmu, zuhud, dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shalallahu\u2019alaihi wasallam.<\/p>\n\n\n\n

Hingga kini, nama besar Abdullah bin Mubarak masih dikenang dalam dunia Islam. Ini salah satunya karena berkah kedua orang tuanya yang shalih dan shalihah. (Cerita tentang ayah Abdullah bin Mubarak ini dimuat dalam salah satu karya Imam Al-Ghazali<\/a> yang berjudul At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk<\/em>)<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PECIHITAM.ORG – Kisah ini menceritakan tentang kejujuran ayah Abdullah bin Mubarak. Namanya adalah Mubarak bin Wadhih. Ia merupakan seorang budak berkulit hitam yang berasal dari India. Dahulu, di kota Marwu, Persia ada seorang laki-laki bernama Nuh bin Maryam. Beliau seorang pemimpin sekaligus Qadli. Selain alim, kaya raya dan berpengaruh, beliau juga mempunyai seorang putri yang […]<\/p>\n","protected":false},"author":38,"featured_media":30054,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[12],"tags":[8786,8788],"yoast_head":"\n