Pecihitam.org<\/strong> – Sufi asal Persia, Syaikh Abdul Qadir al-Jilany<\/a> (1077-1166 M) dalam suatu majelis ilmu sebagaimana tertuang dalam kitab al-Fath al-Rabbani wa al-Faidlu al-Rahmani, ndawuh<\/em>: <\/p>\n\n\n\n

\u0627\u0646\u062a \u0639\u0628\u062f \u0622\u0628\u0642 \u0645\u0646 \u0645\u0648\u0644\u0627\u0643\u060c \u0627\u0631\u062c\u0639 \u0627\u0644\u064a\u0647<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Engkau adalah hamba yang pergi dari tuanmu, kembalilah pada-Nya<\/em>“<\/p>\n\n\n\n

Ujaran Syaikh Abdul Qadir di atas boleh dipahami bahwa hakikatnya kita semua dalam ketersesatan. Segenap kita adalah manusia-manusia yang lupa dan bahkan tak tahu jalan pulang ke \u201ckebenaran\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Oleh sebab itu diturunkanlah para rasul untuk menuntun kita kembali kepada-Nya; minadzh dzhulumati ilannuri<\/em>. Allah Ta\u2019ala mengutus para rasul, mewahyukan risalah yang kemudian dikenal sebagai \u201cagama\u201d.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari 14 abad Sang Utusan Nabi Muhammad SAW mangkat ke haribaan-Nya. Namun begitu, risalahnya masih hidup dan menghidupi segenap kaum muslimin. <\/p>\n\n\n\n

Risalah Nabi atau agama Islam, sungguhpun ajaran-ajarannya tertuang dalam kitab suci al-Qur\u2019an dan al-Hadits, akan tetapi sukar bagi kita untuk memahaminya secara otodidak.<\/p>\n\n\n\n

Mustahil seseorang belajar agama Islam tanpa melalui guru. Maka dari itu, pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama sangat menekankan pentingnya sanad (genealogi) keilmuan Islam. <\/p>\n\n\n\n

Saling terhubung antara murid dan guru, antara guru dan gurunya, dan seterusnya hingga Rasulullah SAW adalah diantaranya agar agama Allah tetap hidup; i\u2019la kalimatillah.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Di era kecanggihan teknologi sekarang ini orang bisa dengan mudah mengakses berbagai situs web keislaman. Mereka bisa mempelajari Islam di sana. <\/p>\n\n\n\n

Namun, itu saja tidak cukup. Untuk betul-betul menjadi pribadi yang mumpuni akan keilmuan Islam, ia perlu mempunyai guru yang jelas sanad keilmuannya, yang bersambung hingga Kanjeng Rasulullah SAW. <\/p>\n\n\n\n

Juga, tampaknya dengan akses serba mudah saat ini, ambisi umat Islam \u2013 di Indonesia khususnya \u2013 untuk menampilkan identitas keislamannya semakin kuat. Kita bisa melihatnya di antarmuka dunia sosial media. <\/p>\n\n\n\n

Banyak sekali akun yang menonjolkan simbol-simbol keislaman, membuat thread<\/em> atau postingan yang islami, mempropagandakan solidaritas Islam dunia, dan lain sebagainya. <\/p>\n\n\n\n

Namun, apakah fenomena itu benar-benar dalam rangka menegakkan kalimat Allah Ta\u2019ala? Wallahu a\u2019lam<\/em>. Siapa tahu isi hati orang? Tiap orang punya niat berbeda-beda.<\/p>\n\n\n\n

Sepanggang-seperapian dengan fenomena tersebut di atas, agar Islam benar-benar secara susbtantif terus hidup, ada baiknya kita simak paparan Syaikh Abdul Qadir al-Jilany tentang penyebab hilangnya agama Islam. <\/p>\n\n\n\n

Pada hari Selasa, 12 Syawwal 545 H., Syaikh Abdul Qodir al-Jilany menasihati murid-muridnya dengan menjabarkan bahwa ada empat hal yang menyebabkan agama Islam hilang. Keempat penyebab itu sebagaimana tertuang dalam kitab al-Fathurrabbani<\/em>:<\/p>\n\n\n\n

Pertama;<\/strong> \u0627\u0646\u0643\u0645 \u0644\u0627 \u062a\u0639\u0645\u0644\u0648\u0646 \u0628\u0645\u0627 \u062a\u0639\u0644\u0645\u0648\u0646 <\/strong>(Engkau tiada mengamalkan apa-apa yang Kau ketahuhi<\/em>)<\/p>\n\n\n\n

Sungguh, ini adalah tamparan untuk kita. Betapa kita, khususnya yang \u201cmerasa\u201d berilmu agama lebih, kerap memamerkan ilmu agama kita. Kepiawaian mengutip dan menghapal dalil agama seringkali digunakan untuk mendebat sesama muslim. Untuk menjatuhkan martabat yang lain. Padahal, sungguh, ilmu itu untuk diamalkan. <\/p>\n\n\n\n

Kedua<\/strong>; \u0627\u0646\u0643\u0645 \u062a\u0639\u0645\u0644\u0648\u0646 \u0628\u0645\u0627 \u0644\u0627 \u062a\u0639\u0644\u0645\u0648\u0646<\/strong> (Engkau mengamalkan hal-ihwal yang tidak Kau ketahui<\/em>)<\/p>\n\n\n\n

Miris, sungguh memang rupanya kita seakan menuju \u201chilangnya kepakaran\u201d. Nasihat Syaikh di atas jika kita relevansikan dengan kondisi wacana keislaman kita sekarang, bakal menemukan titik singgung. <\/p>\n\n\n\n

Banyak di antara kita yang tidak betul-betul menguasai ilmu agama berani lantang berkhutbah agama, berceramah, bahkan mengomentari ulama dengan tanpa keabsahan dalil dan kurang adab.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga<\/strong>; \u0627\u0646\u0643\u0645 \u0644\u0627 \u062a\u062a\u0639\u0644\u0645\u0648\u0646 \u0645\u0627 \u0644\u0627 \u062a\u0639\u0644\u0645\u0648\u0646\u060c \u0641\u062a\u0628\u0642\u0648\u0646 \u062c\u0647\u0627\u0644\u0627 (<\/strong>Engkau tiada berkehendak belajar hal-hal yang tiada Kau ketahui, Engkau terkurung dalam kebodohan<\/em>)<\/p>\n\n\n\n

Ini sangat penting. Bahwa agama Islam mustahil berdiri kokoh tanpa ulama dan para santri yang terus tafaqquh fiddin<\/em>. Agama Islam mustahil tetap hidup bila tanpa orang-orang gigih mesantren. Dan, sayangnya banyak diantara kita yang nyaman dengan kebodohan kita. <\/p>\n\n\n\n

Sungguh, menurut Syaikh, jika kita terus menerus menikmati kebodohan ihwal agama kita sendiri, niscaya Islam berpotensi hilang \u2013 minimalnya dari diri kita.<\/p>\n\n\n\n

Keempat<\/strong>; \u0627\u0646\u0643\u0645 \u062a\u0645\u0646\u0639\u0648\u0646 \u0627\u0644\u0646\u0627\u0633 \u0645\u0646 \u062a\u0639\u0644\u0645 \u0645\u0627 \u0644\u0627 \u064a\u0639\u0644\u0645\u0648\u0646 <\/strong>(Engkau menghalangi orang-orang yang mempelajari apa-apa (ihwal agama, khususnya; pen.) yang tidak mereka ketahui<\/em>)<\/p>\n\n\n\n

Penyebab terakhir dari potensi hilangnya agama Islam adalah ketika kita menghalangi orang-orang yang hendak mempelajari agama Islam. Hal ini terutama bagi orang tua yang anaknya mempunyai niat kuat untuk mesantren, misalnya. Izinkanlah anak-anak Anda untuk mengecap nikmatnya Islam melalui tarekat pesantren. <\/p>\n\n\n\n

Wallahul muwaffiq.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Sufi asal Persia, Syaikh Abdul Qadir al-Jilany (1077-1166 M) dalam suatu majelis ilmu sebagaimana tertuang dalam kitab al-Fath al-Rabbani wa al-Faidlu al-Rahmani, ndawuh: \u0627\u0646\u062a \u0639\u0628\u062f \u0622\u0628\u0642 \u0645\u0646 \u0645\u0648\u0644\u0627\u0643\u060c \u0627\u0631\u062c\u0639 \u0627\u0644\u064a\u0647 “Engkau adalah hamba yang pergi dari tuanmu, kembalilah pada-Nya“ Ujaran Syaikh Abdul Qadir di atas boleh dipahami bahwa hakikatnya kita semua dalam ketersesatan. […]<\/p>\n","protected":false},"author":24,"featured_media":30882,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[17],"tags":[2603,4924],"yoast_head":"\n