PeciHitam.org –\u00a0<\/strong>Dalam Islam, jika ada orang yang sudah meninggal dunia memang disunnahkan untuk menyegerakan menguburkan atau memakamkan mayat tersebut. Beberapa orang percaya, jika yang meninggal adalah orang yang shaleh, maka ia pasti ingin cepat dikuburkan karena sudah tidak sabar menanti nikmat kubur. Namun dalam posisi tertentu, ada hal-hal yang menyebabkan mayat atau jenazah tidak disegerakan untuk dikubur.<\/p>\n Penyebab jenazah tidak lekas dikuburkan dalam masyarakat kita antara lain, menunggu sanak saudara yang jauh (sedang menuju ke rumah duka), mempersiapkan pemakaman\/kuburannya belum selesai atau karena menunggu otopsi mayat. Biasanya mayat yang diotopsi disebabkan karena dianggap adanya kejanggalan saat meninggal dunia atau tidak teridentifikasi identitasnya.<\/p>\n Selain untuk kepentingan forensik di atas, mengotopsi mayat juga dilakukan untuk tujuan pendidikan (autopsi anatomis) dan keilmuan (autopsi klinis). Dalam hal pendidikan, calon dokter biasanya menggunakan mayat atau jenazah orang yang sudah meninggal sebagai objek nyata pendidikan bedah.<\/p>\n Mahasiswa kedokteran dituntut agar mampu menganalisa anatomi tubuh manusia secara langsung dan asli. Dalam hal keilmuan atau otopsi klinis juga penting dilakukan untuk meneliti, misalnya wabah penyakit yang menyerang.<\/p>\n Adapun perngertian otopsi yaitu proses membedah seluruh bagian tubuh atau hanya terbatas pada suatu organ tubuh dari mayat (jenazah) untuk mengetahui atau menentukan penyebab kematiannya maupun mengidentifikasi identitas si mayat tersebut. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas khusus mengenai hukum mengotopsi mayat. Bagaimana Islam memandang hal tersebut.<\/p>\n Perlu diketahui, hukum mengotopsi mayat dalam Islam, hukumnya diperbolehkan. Hal tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama Islam, karena proses otopsi memang diperlukan untuk mengetahui identitasnya, atau penyakit yang diderita, maupun dapat mengetahui penyebab kematiannya. Masalah ini dijelaskan juga dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh karya Syekh Wahbah Zuhaili<\/a> berikut ini:<\/p>\n \u064a\u062c\u0648\u0632 \u0627\u0644\u062a\u0634\u0631\u064a\u062d \u0639\u0646\u062f \u0627\u0644\u0636\u0631\u0648\u0631\u0629 \u0623\u0648 \u0627\u0644\u062d\u0627\u062c\u0629 \u0628\u0642\u0635\u062f \u0627\u0644\u062a\u0639\u0644\u064a\u0645 \u0644\u0623\u063a\u0631\u0627\u0636 \u0637\u0628\u064a\u0629 \u0623\u0648 \u0644\u0645\u0639\u0631\u0641\u0629 \u0633\u0628\u0628 \u0627\u0644\u0648\u0641\u0627\u0629 \u0648\u0625\u062b\u0628\u0627\u062a \u0627\u0644\u062c\u0646\u0627\u064a\u0629 \u0639\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0645\u062a\u0647\u0645 \u0628\u0627\u0644\u0642\u062a\u0644 \u0648\u0646\u062d\u0648 \u0630\u0644\u0643 \u0644\u0623\u063a\u0631\u0627\u0636 \u062c\u0646\u0627\u0626\u064a\u0629 \u0625\u0630\u0627 \u062a\u0648\u0642\u0641 \u0639\u0644\u064a\u0647\u0627 \u0627\u0644\u0648\u0635\u0648\u0644 \u0641\u0649 \u0623\u0645\u0631 \u0627\u0644\u062c\u0646\u0627\u064a\u0629 \u0644\u0644\u0623\u062f\u0644\u0629 \u0627\u0644\u062f\u0627\u0644\u0629 \u0639\u0644\u0649 \u0648\u062c\u0648\u0628 \u0627\u0644\u0639\u062f\u0644 \u0641\u0649 \u0627\u0644\u0623\u062d\u0643\u0627\u0645 \u062d\u062a\u0649 \u0644\u0627 \u064a\u0638\u0644\u0645 \u0628\u0631\u064a\u0626 \u0648\u0644\u0627 \u064a\u0641\u0644\u062a \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0639\u0642\u0627\u0628 \u0645\u062c\u0631\u0645 \u0623\u062b\u064a\u0645<\/strong><\/p>\n Diperbolehkan otopsi jenazah ketika darurat (sangat dibutuhkan untuk tujuan medis), atau untuk mengetahui sebab kematian, menentukan bentuk pidana yang diduga karena dibunuh atau lainnya jika hal itu bisa memberikan bukti yang valid dalam masalah hukum sehingga orang yang salah tidak terzalimi dan pelaku kriminal tidak bisa menghindar dari hukuman.<\/p>\n Dalam kitab Fiqhun Nawazil, dijelaskan bahwa ada tujuh syarat yang harus dipenuhi ketika hendak mengotopsi mayat. Adapun tujuh syarat dibolehkannya mengotopsi mayat (jenazah), antara lain:<\/p>\n Pertama<\/strong>, ada kejanggalan atau kecurigaan dalam peristiwa meninggalnya. Misalkan diduga merupakan kasus pembunuhan, dan sebagainya.<\/p>\n Kedua<\/strong>, bertujuan agar memperoleh data yang valid terkait proses meninggalnya. Biasanya dalam kasus pidana terkait pembunuhan.<\/p>\n Ketiga<\/strong>, bertujuan untuk kepentingan bukti hukum di peradilan, ketika bukti yang lain lemah.<\/p>\n Keempat<\/strong>, harus seizin ahli waris. Ini tidak berlaku jika tujuan otopsinya untuk mencari identitas mayat.<\/p>\n