Pecihitam.org –<\/strong> Salah satu jenis makanan yang cukup langka saat ini yang hanya dapat ditemui di tempat-tempat tertentu adalah masakan daging buaya. Mereka rela merogoh kocek yang tinggi hanya untuk membeli makanan yang unik dan yang belum pernah mereka makan. Lantas bagaimana Hukum Makan Daging Buaya tersebut?<\/p>\n\n\n\n Mengingat tingkat ketertarikan masyarakat sekarang ini terhadap berbagi macam kuliner semakin meningkat. Mereka yang tak berlandasan iman yang kuat, tak pandang bulu akan apa yang dimakannya, entah itu halal atau haram mereka makan dengan lahapnya.<\/p>\n\n\n\n Sebelum membahas hukum makan daging buaya kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa buaya itu sendiri. Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah buaya (Crocodylidae) meliputi seluruh spesies buaya, termasuk buaya ikan (Tomistoma schlegelii). <\/p>\n\n\n\n Meski demikian, nama istilah \u201cbuaya\u201f dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut buaya alligator, kaiman, dan gavial, kerabat buaya berlainan suku. <\/p>\n\n\n\n Buaya umumnya hidup di perairan air tawar, seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya, namun, adapula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan yang bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia.<\/p>\n\n\n\n Tak seperti lazimnya reptil, buaya memiliki jantung beruang empat, sekat rongga badan (diafragama). Bentuk tubuhnya sangat memungkinkan berenang cepat. Buaya dapat melipat kakinya kebelakang. Jari-jari kaki belakangnya berselaput renang, yang member keuntungan kala buaya perlu bergerak atau berjalan di air dangkal. <\/p>\n\n\n\n Populasi buaya terus menurun sehingga perlu dilindungi. Spesies buaya yang hampir punah, yaitu buaya Orinoco, buaya Filipina, buaya Cuban, dan buaya Siam.<\/p>\n\n\n\n Dalam\nmenjelaskan status halal-haramnya daging buaya ini, Ibnu Ruslan menjelaskan\ndalam nadzamnya: \u201cHewan yang memiliki kuku (cakar) dan gigi taring yang\nkuat, haram (dikonsumsi) seperti buaya dan hewan jakal (anjing hutan berbulu\nkuning<\/em>),\u201d (Ibnu Ruslan, Matan az-Zubad, hal. 43).<\/p>\n\n\n\n Berdasarkan referensi di atas dapat dipahami bahwa mengonsumsi daging buaya adalah haram dengan alasan berupa adanya gigi taring yang kuat dalam sosok hewan tersebut. Sebab segala hewan yang memiliki taring yang kuat maka dihukumi haram untuk dikonsumsi. <\/p>\n\n\n\n Namun demikian, alasan keharaman buaya rupanya masih menjadi perdebatan di antara ulama. Sebab jika alasan keharamannya adalah wujudnya gigi yang bertaring kuat dalam hewan tersebut maka mestinya ikan hiu juga tergolong hewan yang haram untuk dikonsumsi. <\/p>\n\n\n\n Padahal sangat jelas sekali bahwa hewan hiu tergolong sebagai ikan laut yang halal untuk dikonsumsi. Maka tak heran jika Imam ar-Rafi\u2019i memiliki alasan lain dalam keharaman buaya, yakni dikarenakan hewan tersebut tergolong sebagai hewan yang menjijikkan dan membahayakan untuk dikonsumsi. Hal ini seperti dijelaskan dalam lanjutan referensi di kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra di atas:<\/p>\n\n\n\n