Selama manusia masih di dunia,\ndampaknya belum bisa dibuktikan hanya melalui Alquran, manusia membayangkannya\nsaja. Inilah yang disebut qadarullah, nasib manusia yang ditentukan oleh\nperbuatannya selama di dunia.<\/p>\n\n\n\n

Kedua<\/em><\/strong>, Dalam teologi Islam, Tuhan berkehendak mutlak. Allah yang menciptakan alam, termasuk manusia. Karena itu, kebebasan manusia sangat kecil di hadapan Tuhan. Manusia telah memiliki takdir yang tidak bisa diubah jika dipandang secara alamiahnya. <\/p>\n\n\n\n

Manusia secara fisik tidak bisa berbuat lain kecuali mengikuti hukum alam. Tetapi manusia memiliki daya kreatif. Inilah yang menyebabkan manusia bebas berpikiran dan berkehendak. <\/p>\n\n\n\n

Kehidupan manusia, menurut teologi Asy’ariah, merupakan realisasi dari apa yang digariskan Tuhan pada saat azali, baik kehidupan yang baik ataupun yang buruk, beruntung atau merugi, dan senang atau menderita. Manusia akan menjalani semua ini sejak lahir sampai mati.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga<\/em><\/strong>, Takdir tidak sama dengan menerima nasib secara pasrah, dalam arti tidak mau berusaha sama sekali. Takdir dalam Islam tidak mendoktrin manusia ke sikap fatalistik atau menyerah kalah kepada nasib (fate). Islam sangat menekankan pentingnya\u00a0usaha\u00a0dan amal perbuatan. <\/p>\n\n\n\n

Dalam Alquran dinyatakan manusia tidak akan mendapatkan sesuatu selain yang dia usahakan, dan bahwa hasil usahanya itu akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan dibalas dengan balasan yang setimpal sesuai Surah An Najm ayat 39-41.<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u064e\u0623\u064e\u0646\u0652 \u0644\u064e\u064a\u0652\u0633\u064e \u0644\u0650\u0644\u0652\u0625\u0650\u0646\u0652\u0633\u064e\u0627\u0646\u0650 \u0625\u0650\u0644\u064e\u0651\u0627 \u0645\u064e\u0627 \u0633\u064e\u0639\u064e\u0649\u0670<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cdan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u0648\u064e\u0623\u064e\u0646\u064e\u0651 \u0633\u064e\u0639\u0652\u064a\u064e\u0647\u064f \u0633\u064e\u0648\u0652\u0641\u064e \u064a\u064f\u0631\u064e\u0649\u0670<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cdan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u062b\u064f\u0645\u064e\u0651 \u064a\u064f\u062c\u0652\u0632\u064e\u0627\u0647\u064f \u0627\u0644\u0652\u062c\u064e\u0632\u064e\u0627\u0621\u064e \u0627\u0644\u0652\u0623\u064e\u0648\u0652\u0641\u064e\u0649\u0670<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cKemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Ayat ini sering dijadikan nujukan\npandangan bahwa makna takdir harus diletakkan secara proporsional. Salah satu\ngejala fatalistik adalah bertopang dagu sambil menerima nasib.<\/p>\n\n\n\n

Dengan demikian takdir bagi manusia,\nnampaknya lebih berupa “aturan main” dalam hidup. Fazlur Rahman,\nmengatakan bahwa taqdir mempunyai bias holistik yang kuat, yaitu pola-pola,\nwatak-watak dan kecenderungan-kecenderungan. <\/p>\n\n\n\n

Hal ini menjadi jelas, bahwa\npengertian taqdir tidak bermakna pre determinasi melainkan keterbatasan (Rahman\n1983). Kehidupan manusia tidak terhenti pada kehidupan yang bersifat alamiah,\nmelainkan harus mengembangkan kehidupan yang bersifat insaniah. Dalam kehidupan\nmanusia ada qadar dan ada ikhtiar.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PeciHitam.org- Takdir dalam islam merupakan hukum sebab akibat yang berlaku secara pasti sesuai dengan ketentuan Allah SWT, yang baik maupun yang buruk. Sedangkan ikhtiar merupakan kebebasan atau kemerdekaan manusia dalam memilih serta menentukan perbuatannya. Takdir yang merupakan hukum-hukum pengaturan peristiwa alam berbentuk kepastian dan paksaan, sementara taqdir untuk manusia berupa  hukum-hukum yang mengatur tingkah laku […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":35124,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6],"tags":[9490],"yoast_head":"\n