Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":36167,"date":"2020-01-31T06:45:11","date_gmt":"2020-01-30T23:45:11","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=36167"},"modified":"2020-01-31T06:45:12","modified_gmt":"2020-01-30T23:45:12","slug":"pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/www.pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/","title":{"rendered":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org –<\/strong> Di nusantara ini, kerap terlontar dengan begitu entengnya dari kelompok-kelompok muslim tertentu kata-kata “syirik”, “kafir”, atau “bid’ah”. Kata-kata tersebut diayunkan kepada kelompok muslim di luar mereka. Bahkan, hanya karena perbedaan furu’iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, pentingnya fiqh tamaddun (peradaban) sebagai manhaj di nusantara ini. <\/p>\n\n\n\n

Ini fakta yang sudah terjadi di daerah-daerah yang kerap menimbulkan ketegangan fisik. Ada keyakinan “laten” dan “manifes” yang dipegang oleh mereka yang merasa paling benar. <\/p>\n\n\n\n

Padahal, bukankah menuduhkan kata-kata tersebut\ntidak segampang itu? Model sikap ini dikhawatirkan akan berpotensi pada bentuk\nradikalisme. Kita hidup di negeri yang serbamulti. <\/p>\n\n\n\n

Di negeri Arab saja yang cenderung\n“monolitik”, muncul beragam aliran keagamaan, bahkan aliran di luar\nbingkai keagamaan, seperti sosialisme dan Marxisme. Ada apa sebenarnya dan\nbagaimana membaca kenyataan tersebut? <\/p>\n\n\n\n

Selama ini tampaknya belum ada upaya untuk membaca ulang beberapa pandangan fikih terdahulu. Tetapi hanya mereproduksi pandangan-pandangan fikih klasik saja dan tidak memproduksi pandangan-pandangan alternatif yang lebih mengacu pada pentingnya Fiqh Tamaddun dalam rangka upaya membangun peradaban (tamaddun<\/em>). <\/p>\n\n\n\n

Selama ini, telah muncul beberapa pakar dari\nTimur Tengah, seperti Imam Ali Jum’ah dan Syeikh Jamaluddin Athiyah, Jamal\nal-Banna, Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, atau juga Muhammad Syahrur. Mereka melihat\nbetapa pentingnya membaca ulang fikih klasik secara kritis dengan arah\nmemperbarui fikih dan ushul fikih guna merespons problem kekinian dan\nmelahirkan fikih peradaban. <\/p>\n\n\n\n

Kecenderungan untuk memperbarui fikih terasa\npenting tatkala muncul kecenderungan pemahaman yang bersifat puritan dan\nradikal. <\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, banyak yang menjadikan fikih bukan sebagai metode (manhaj) untuk memahami doktrin keagamaan, melainkan sebagai dogma kaku. Di negeri Indonesia, kesadaran untuk memperluas cakupan fikih dengan menjadikan sebagai metodologi dalam merumuskan masalah kontemporer, alhamdulillah, sudah bermunculan. Misalnya saja, muncul buku-buku seperti “Fikih Jurnalistik”, “Fikih Lintas Agama, dan juga “Fikih Perlindungan Konsumen” yang ditulis oleh Soffa Ihsan. <\/p>\n\n\n\n

Ini pertanda lahirnya kesadaran untuk tidak\nhanya mempersempit ruang fikih dengan hanya berputar-putar pada soal-soal\nibadah, halal-haram, bid’ah-syirik, atau jihad. Fikih menyimpan\nformulasi-formulasi ijtihadi yang masih berserakan dan bisa digali dalam rangka\nmembaca kekinian. <\/p>\n\n\n\n

Dimensi keuniversalan dan kelenturan fikih\njangan disembunyikan dan lalu yang mengedepankan sosok fikih sebagai\n“tatapan mata elang”, penebar kebencian dan kecurigaan terhadap\nsesama, baik seagama maupun tidak seagama. <\/p>\n\n\n\n

Kita jadi mafhum mengapa muncul beberapa istilah\nyang selalu dianggap musuh dalam fikih klasik, yaitu “syirik”,\n“bid’ah”, dan “kafir”. Pertanyaannya, mengapa watak fikih\nklasik bisa seperti itu? Apakah Islam memang benar-benar sebagai agama yang\nmenebarkan konflik dan kekerasan? Inilah apa yang disebut sebagai dilema\nparadigma fikih yang merupakan pemandangan menyejarah dan senantiasa menghiasi\npemikiran keagamaan kontemporer. <\/p>\n\n\n\n

Banyaknya kaum terpelajar Muslim di Tanah Air\nyang belajar ke Timur Tengah setidaknya menyebabkan pandangan keagamaan mereka arabis\ndan teosentris. Menurut Abid al-Jabiri, fikih yang dikonstruksi para ulama\nterdahulu tidak hanya menutup masa depan atau masa setelah fikih tersebut\ndikodifikasi, tetapi juga tidak mengakomodasi tradisi yang berkembang pada\nmasa-masa sebelumnya (jabb al-islam ma qablahu<\/em>). <\/p>\n\n\n\n

Hal itu terjadi karena fikih ibarat pendulum\nyang tidak secara tegas melakukan dialektika epistemologis. Fikih hanya\ndijadikan upaya untuk memapankan kepatuhan dan ketundukan terhadap sebuah\naliran dan mazhab tertentu. <\/p>\n\n\n\n

Memang fikih dan ushul fikih merupakan khazanah\nluar biasa kebanggaan Muslim. Dulu Amir al-Mahdi, gubernur di Asia Tengah,\nmengirim surat kepada Imam Syafi’i yang isinya tentang kebingungan Amir\nal-Mahdi saat membaca Alquran dan hadis yang isinya tampak bertentangan. Untuk\nmenjawab ini, Imam Syafi’i menyusun kitab Al-Risalah<\/em> yang berisi\nkaidah-kaidah ushul fikih yang kemudian lahir ilmu fikih. <\/p>\n\n\n\n

Dari sini, ada penjelasan mengenai rukun\nshalat, yang kalau hanya membaca Alquran dan hadis, tidak akan ada\npenjelasannya secara perinci. Di sisi lain, formalisasi fikih yang awalnya\nbersifat kultural ini, pada akhirnya dijadikan “bahan bakar” untuk\ncakar-cakaran karena perbedaan mazhab serta saling berebut pengaruh. <\/p>\n\n\n\n

Ini menunjukkan adanya “pendulum\nperadaban” sebagaimana disebut Ibnu Khaldun sebagai “tarik ulur”\nyang membawa peradaban dari kemegahannya menuju kehancuran. Fikih menjadi jumud\ndan beku, atau yang paling ekstrem, fikih hanya dijadikan ajang kontestasi\nuntuk saling menyalahkan sesama Muslim. <\/p>\n\n\n\n

Di sinilah perlunya mengembalikan fikih kepada\nsemangatnya yang terbuka dan progresif sehingga fikih lebih fokus memotret\nisu-isu peradaban kemanusiaan dan hubungan antar mazhab secara lebih mendasar. <\/p>\n\n\n\n

Budaya dan dogma Kekuatan-kekuatan pengaruh budaya sejatinya sudah bisa kita saksikan hampir di belahan dunia mana pun. Demikian pula Islam sejak masa Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin<\/a>, sampai renaisans di Cordoba, Spanyol, telah mengembangkan suatu khazanah kebudayaan yang kaya dan beragam. <\/p>\n\n\n\n

Kekuatan-kekuatan keragaman Islam yang\nberpengaruh sampai pada tingkat pengambilan keputusan fikih, ikut\ndipertimbangkan dalam suatu tradisi yang berlaku pada saat itu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam taksonomi ajaran Islam sendiri, kita\nperlu melihat ada yang disebut dengan bayan ilahi. Istilah ini mengacu pada\nwujud ajaran Islam yang sifatnya dogmatik. Ini biasa diistilahkan ma’lumun\nmin al-dini bi al-dharurah<\/em> (ajaran Islam yang sudah “given”).<\/p>\n\n\n\n

Kemudian, ada yang disebut bayan al-nabawi. Ini\nmengandung pengertian sebagai petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad, baik\ndalam ucapan, sikap, maupun perilaku Nabi. Bentuk ini juga merupakan ajaran\nyang sifatnya dogmatik. <\/p>\n\n\n\n

Dan juga, apa yang kita sebut dengan bayan\n‘aqli. Artinya, mengacu pada cara olah pikir atau ijtihad yang dilakukan oleh\numat. Misalnya, yang secara individual merujuk pada bentuk qiyas, sedangkan\nyang kolektif disebut ijma’. <\/p>\n\n\n\n

Nah, ini semua sesungguhnya merupakan pijakan\ninovasi dan kreasi dalam rangka melahirkan peradaban berdasar cahaya keislaman\nyang bisa memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Tanpa ikhtiar ini, ajaran\nIslam akan ditafsirkan secara stagnan (mauquf) sehingga berpunggungan dengan\ncita membangun peradaban yang elok. <\/p>\n\n\n\n

Dari uraian ini pula, dituangkan pengertian\nbahwa “tafaqquh fi al-din<\/em>” berarti kaum muslimin diperintahkan\nuntuk terus berinovasi dan berkreasi demi membangun peradaban kini dan esok\nsecara terus-menerus. <\/p>\n\n\n\n

Makna “mendalami agama” tidak mesti ditafsir secara sempit karena pengertiannya luas yang intinya tidak hanya berputar-putar pada masalah furu’iyyah-ubudiyah, tetapi menjelma sebagai “fikih tamaddun” dalam rangka membangun peradaban adiluhung yang dipenuhi kearifan dalam menyikapi perbedaan apa pun. Begitulah pentingnya fiqh tamaddun diini.<\/p>\n\n\n\n

Demikianlah pemikiran KH. Said Aqiel Siradj<\/a>, Ketua Umum PBNU, yang disunting oleh Ahmad Fuady dalam Maktabah Syamilah NU.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Di nusantara ini, kerap terlontar dengan begitu entengnya dari kelompok-kelompok muslim tertentu kata-kata “syirik”, “kafir”, atau “bid’ah”. Kata-kata tersebut diayunkan kepada kelompok muslim di luar mereka. Bahkan, hanya karena perbedaan furu’iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, pentingnya fiqh tamaddun (peradaban) sebagai manhaj di nusantara ini. Ini fakta yang sudah terjadi di daerah-daerah […]<\/p>\n","protected":false},"author":33,"featured_media":36348,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[13],"tags":[9620],"yoast_head":"\nPemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org<\/title>\n<meta name=\"description\" content=\"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini\" \/>\n<meta name=\"robots\" content=\"index, follow, max-snippet:-1, max-image-preview:large, max-video-preview:-1\" \/>\n<link rel=\"canonical\" href=\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\" \/>\n<meta property=\"og:locale\" content=\"en_US\" \/>\n<meta property=\"og:type\" content=\"article\" \/>\n<meta property=\"og:title\" content=\"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"og:description\" content=\"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini\" \/>\n<meta property=\"og:url\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\" \/>\n<meta property=\"og:site_name\" content=\"Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"article:publisher\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\" \/>\n<meta property=\"article:published_time\" content=\"2020-01-30T23:45:11+00:00\" \/>\n<meta property=\"article:modified_time\" content=\"2020-01-30T23:45:12+00:00\" \/>\n<meta property=\"og:image\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:width\" content=\"1024\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:height\" content=\"576\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:type\" content=\"image\/jpeg\" \/>\n<meta name=\"author\" content=\"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag\" \/>\n<meta name=\"twitter:card\" content=\"summary_large_image\" \/>\n<meta name=\"twitter:label1\" content=\"Written by\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data1\" content=\"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:label2\" content=\"Est. reading time\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data2\" content=\"5 minutes\" \/>\n<script type=\"application\/ld+json\" class=\"yoast-schema-graph\">{\"@context\":\"https:\/\/schema.org\",\"@graph\":[{\"@type\":\"Article\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#article\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\"},\"author\":{\"name\":\"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/98ab3c48b2454b4b5a9d0df68074ae76\"},\"headline\":\"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara\",\"datePublished\":\"2020-01-30T23:45:11+00:00\",\"dateModified\":\"2020-01-30T23:45:12+00:00\",\"mainEntityOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\"},\"wordCount\":953,\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg\",\"keywords\":[\"Pentingnya Fiqh Tamaddun\"],\"articleSection\":[\"Islam Nusantara\"],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"WebPage\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\",\"name\":\"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\"},\"primaryImageOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg\",\"datePublished\":\"2020-01-30T23:45:11+00:00\",\"dateModified\":\"2020-01-30T23:45:12+00:00\",\"description\":\"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini\",\"breadcrumb\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#breadcrumb\"},\"inLanguage\":\"en-US\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"ReadAction\",\"target\":[\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/\"]}]},{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg\",\"contentUrl\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg\",\"width\":1024,\"height\":576,\"caption\":\"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara\"},{\"@type\":\"BreadcrumbList\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#breadcrumb\",\"itemListElement\":[{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":1,\"name\":\"Home\",\"item\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\"},{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":2,\"name\":\"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara\"}]},{\"@type\":\"WebSite\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"description\":\"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah\",\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"potentialAction\":[{\"@type\":\"SearchAction\",\"target\":{\"@type\":\"EntryPoint\",\"urlTemplate\":\"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}\"},\"query-input\":\"required name=search_term_string\"}],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"Organization\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"logo\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"width\":2401,\"height\":2401,\"caption\":\"Pecihitam.org\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\"},\"sameAs\":[\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\",\"https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ\"]},{\"@type\":\"Person\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/98ab3c48b2454b4b5a9d0df68074ae76\",\"name\":\"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag\",\"image\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/bbcb4f4546cbf5bc54e4db4c261b8d53?s=96&r=g\",\"contentUrl\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/bbcb4f4546cbf5bc54e4db4c261b8d53?s=96&r=g\",\"caption\":\"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag\"},\"description\":\"Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh\",\"url\":\"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/muhazzirbud\/\"}]}<\/script>\n<!-- \/ Yoast SEO plugin. -->","yoast_head_json":{"title":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org","description":"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini","robots":{"index":"index","follow":"follow","max-snippet":"max-snippet:-1","max-image-preview":"max-image-preview:large","max-video-preview":"max-video-preview:-1"},"canonical":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/","og_locale":"en_US","og_type":"article","og_title":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org","og_description":"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini","og_url":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/","og_site_name":"Pecihitam.org","article_publisher":"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","article_published_time":"2020-01-30T23:45:11+00:00","article_modified_time":"2020-01-30T23:45:12+00:00","og_image":[{"width":1024,"height":576,"url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg","type":"image\/jpeg"}],"author":"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag","twitter_card":"summary_large_image","twitter_misc":{"Written by":"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag","Est. reading time":"5 minutes"},"schema":{"@context":"https:\/\/schema.org","@graph":[{"@type":"Article","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#article","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/"},"author":{"name":"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/98ab3c48b2454b4b5a9d0df68074ae76"},"headline":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara","datePublished":"2020-01-30T23:45:11+00:00","dateModified":"2020-01-30T23:45:12+00:00","mainEntityOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/"},"wordCount":953,"publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg","keywords":["Pentingnya Fiqh Tamaddun"],"articleSection":["Islam Nusantara"],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"WebPage","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/","name":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara - Pecihitam.org","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website"},"primaryImageOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg","datePublished":"2020-01-30T23:45:11+00:00","dateModified":"2020-01-30T23:45:12+00:00","description":"hanya karena perbedaan furu'iyyah, bisa menyembur kata-kata tersebut. Karena itu, saya merasa pentingnya fiqh Tamaddun (peradaban) di era seperti ini","breadcrumb":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#breadcrumb"},"inLanguage":"en-US","potentialAction":[{"@type":"ReadAction","target":["https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/"]}]},{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#primaryimage","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg","contentUrl":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/01\/Pemikiran-KH.-Said-Aqiel-Siradj-Pentingnya-Fiqh-Tamaddun-di-Nusantara-scaled.jpg","width":1024,"height":576,"caption":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara"},{"@type":"BreadcrumbList","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/pentingnya-fiqh-tamaddun-di-nusantara\/#breadcrumb","itemListElement":[{"@type":"ListItem","position":1,"name":"Home","item":"https:\/\/pecihitam.org\/"},{"@type":"ListItem","position":2,"name":"Pemikiran KH. Said Aqiel Siradj; Pentingnya Fiqh Tamaddun di Nusantara"}]},{"@type":"WebSite","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","name":"Pecihitam.org","description":"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah","publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"potentialAction":[{"@type":"SearchAction","target":{"@type":"EntryPoint","urlTemplate":"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}"},"query-input":"required name=search_term_string"}],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"Organization","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization","name":"Pecihitam.org","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","logo":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","contentUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","width":2401,"height":2401,"caption":"Pecihitam.org"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/"},"sameAs":["https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ"]},{"@type":"Person","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/98ab3c48b2454b4b5a9d0df68074ae76","name":"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag","image":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/","url":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/bbcb4f4546cbf5bc54e4db4c261b8d53?s=96&r=g","contentUrl":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/bbcb4f4546cbf5bc54e4db4c261b8d53?s=96&r=g","caption":"Tgk. Muhazzir Budiman, S.S, M.Ag"},"description":"Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh","url":"https:\/\/www.pecihitam.org\/author\/muhazzirbud\/"}]}},"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/36167"}],"collection":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/33"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=36167"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/36167\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/36348"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=36167"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=36167"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/www.pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=36167"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}