Pecihitam.org<\/strong> – Saat ini kaum muslim Indonesia, khususnya warga Nahdlatul Ulama\u2019 (NU) sedang dalam suasana duka atas wafatnya Gus Sholah, cucu pendiri NU, KH. Hasyim Asy\u2019ari<\/a> dan adik dari presiden ke-4 Republik Indonesia, yakni KH. Abdurrahman Wahid Alias Gus Dur<\/a>.<\/p>\n\n\n\n Wafatnya Gus Sholah tersebut mendatangkan ungkapan duka mendalam dari berbagai kalangan yang beragam. Di antara mereka mengungkapkan rasa kedukaan atas wafatnya sang kiai dengan menceritakan berbagai teladan dari sang kiai tersebut.<\/p>\n\n\n\n Kemudian, pada saat momentum yang duka ini, kiranya penting untuk meneladani kiprah intelektualisme dari Gus Sholah. Kiprah intelektualisme Gus Sholah yang paling menarik dan hangat untuk dibicarakan adalah perdebatannya dengan kakaknya, yakni Gus Dur di koran Media Indonesia pada tahun 1998. Perdebatan antara adik dan kakak tersebut membahas tentang posisi Islam dan Pancasila dalam pandangan sang ayah, yakni KH. Wahid Hasyim<\/a>.<\/p>\n\n\n\n Mulanya, perdebatan tersebut dimulai ketika Gus Dur menulis\nsebuah opini di koran Media Indonesia pada 08-09 Oktober 1998 dengan judul \u201cA.\nWahid Hasyim, NU dan Islam\u201d. Dalam artikel tersebut mengisahkan pandangan\nayahnya tentang Islam dan Pancasila yang dituturkan oleh Soewarno, seorang\nmantan pejuang era Kemerdekaan.<\/p>\n\n\n\n Diceritakan bahwa pada masa sebelum kemerdekaan itu, Soewarno pernah ditugaskan untuk beberapa kali menjadi pengawal Panglima Sudirman saat bertemu dengan KH. Wahid Hasyim muda. <\/p>\n\n\n\n Soewarno menuturkan bahwa suatu waktu Panglima Sudirman dan Dr. Soekiman Wierdjosandjojo, seorang pimpinan Masyumi<\/a> bertemu dengan KH. Wahid Hasyim.<\/p>\n\n\n\n Dalam pertemuan tersebut para tokoh besar pejuang\nkemerdekaan tersebut terlibat pembicaraan tentang Pancasila. Pada pertemuan itu\nKH. Wahid Hasyim menyuarakan perihal supermasi Pancasila di atas syariat Islam.<\/p>\n\n\n\n Kemudian pandangan tersebut diperkuat oleh kesaksian mantan\nmenteri agama era Sukarno, yakni KH. Munawir Sadzali yang menceritakan bahwa\nsuatu waktu ia pernah mendengarkan KH. Wahid Hasyim kesal dengan banyak kiai\nyang berpandangan konservatif dan menolak pembaharuan. Terlebih lagi kepada kiai yang menyandarkan\nkepada syariat Islam dan tidak terarik kepada Pancasila.<\/p>\n\n\n\n Dalam lanjutan tulisan tersebut Gus Dur merujuk kepada hasil\nMuktamar NU Banjarmasin pada tahun 1935 tentang pentingnya mempetahankan\nnegara. Dari berbagai pandangan tersebut Gus Dur lebih menyetujui Pancasila dan\nKedaulatan Negara di atas syariat Islam.<\/p>\n\n\n\n