Pecihitam.org – <\/strong>Banyak kasus tentang seorang lelaki yang mengaku belum mempunyai istri agar bisa menikahi perempuan yang disukainya. Saat ditanya, ia mengaku masih lajang padahal sebenarnya sudah memiliki istri bahkan sudah punya anak. Apabila ada seorang suami yang diam-diam berbohong dengan punya istri mengaku lajang, apa akibat dan hukumnya dalam Islam?<\/p>\n\n\n\n Pertama-tama yang harus dipahami adalah salah satu jenis Thalaq yakni lafadz atau kata yang digunakan. Dalam Madzhab Syafi\u2019i, konteks masalah ini dibagi menjadi dua yaitu menggunakan kata sharih dan kinayah. Kata sharih tidak mengandung makna lain kecuali cerai. Maka, kata sharih tidak diperlukan niat. Sebagai missal, kata ath-thalaq (cerai), al-firaq (pisah), as-sarah (lepas). Contoh yang lebih konkrit yakni thallaqtuki (saya menceraikanmu), anti thaliq (kamu adalah orang yang tertalak), dan sarrahtuki (saya melepaskanmu).\u00a0 \u00a0<\/p>\n\n\n\n Kata kedua adalah kinayah. Kata kinayah mengandung kemungkinan makna cerai atau selainnya. Kata ini ketika diungkapkan membutuhkan niat dari pihak yang mengucapkan. Berikut penjelasannya:<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0647\u064f\u0648\u064e \u0635\u064e\u0631\u0650\u064a\u062d\u064c \u0648\u064e\u0647\u064f\u0648\u064e \u0645\u064e\u0627 \u0644\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062d\u0652\u062a\u064e\u0645\u0650\u0644\u064f \u0638\u064e\u0627\u0647\u0650\u0631\u064f\u0647\u064f \u063a\u064e\u064a\u0652\u0631\u064e \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u064e\u0627\u0642\u0650 \u0641\u064e\u0644\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062d\u0652\u062a\u064e\u0627\u062c\u064f \u0625\u0644\u064e\u0649 \u0646\u0650\u064a\u064e\u0651\u0629\u064d \u0648\u064e\u0643\u0650\u0646\u064e\u0627\u064a\u064e\u0629\u064c \u0648\u064e\u0647\u0650\u064a\u064e \u0645\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062d\u0652\u062a\u064e\u0645\u0650\u0644\u064f \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u064e\u0627\u0642\u064e \u0648\u064e\u063a\u064e\u064a\u0652\u0631\u064e\u0647\u064f \u0641\u064e\u0647\u0650\u064a\u064e \u062a\u064e\u062d\u0652\u062a\u064e\u0627\u062c\u064f \u0625\u0644\u064e\u0649 \u0646\u0650\u064a\u064e\u0651\u0629\u064d \u0641\u064e\u0627\u0644\u0635\u064e\u0651\u0631\u0650\u064a\u062d\u064f \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u064e\u0627\u0642\u064f \u0648\u064e\u0627\u0644\u0633\u064e\u0651\u0631\u064e\u0627\u062d\u064f… \u0648\u064e\u0627\u0644\u0652\u0641\u0650\u0631\u064e\u0627\u0642\u064f<\/strong>….”<\/p>\n\n\n\n Artinya: \u201cYaitu yang sharih adalah kata yang zhahirnya tidak mengandung makna selain talak atau cerai, dan dalam hal ini tidak diperlukan niat. Dan kinayah yaitu yang mengandung kemungkinan makna talak dan selainnya, dan dalam konteks ini membutuhkan niat. Maka kata yang sharih adalah talak, lepas\u2026 dengan difatha, dan pisah\u2026\u201d (lLihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, tahqiq: Muhammad Muhammad Tamir, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H\/2000 M, juz, 3, h. 269)<\/p>\n\n\n\n Apabila penjelasan ini ditarik dalam konteks kasus di atas, di mana seorang seorang laki-laki punya istri mengaku lajang, maka pengakuan tersebut sebenarnya bersifat kinayah. Sebab, pernyataan itu mengandung makna tidak mengakui istrinya, menceraikan dan pengertian lain. Yang penting adalah niat si lelaki tersebut. Apabila dengan pengakuannya ia berniat menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika tidak, maka talak tidak jatuh.<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0625\u0650\u0646\u0652 \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u0644\u064e\u0647\u064f \u0631\u064e\u062c\u064f\u0644\u064c \u0623\u064e\u0644\u064e\u0643\u064e \u0632\u064e\u0648\u0652\u062c\u064e\u0629\u064c\u061f \u0641\u064e\u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u201c\u0644\u0627\u064e\u201d \u0641\u064e\u0625\u0650\u0646\u0652 \u0644\u064e\u0645\u0652 \u064a\u064e\u0646\u0652\u0648\u0650 \u0628\u0650\u0647\u0650 \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u0627\u064e\u0642\u064e \u0644\u064e\u0645\u0652 \u062a\u064f\u0637\u064e\u0644\u064e\u0651\u0642\u0652 \u0644\u0650\u0623\u064e\u0646\u064e\u0651\u0647\u064f \u0644\u064e\u064a\u0652\u0633\u064e \u0628\u0650\u0635\u064e\u0631\u0650\u064a\u0652\u062d\u064d \u0648\u064e\u0625\u0650\u0646\u0652 \u0646\u064e\u0648\u064e\u0649 \u0628\u0650\u0647\u0650 \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u0627\u064e\u0642\u064e \u0648\u064e\u0642\u064e\u0639\u064e\u00a0 \u0644\u0650\u0623\u064e\u0646\u064e\u0651\u0647\u064f \u064a\u064e\u062d\u0652\u062a\u064e\u0645\u0650\u0644\u064f \u0627\u0644\u0637\u064e\u0651\u0644\u0627\u064e\u0642\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: \u201cSeandainya seseorang bertanya kepada orang yang sudah beristri, apakah kamu sudah punya istri? Lantas ia menjawab \u201ctidak\u201d. Jika ia tidak berniat menceraikan istrinya maka istrinya tidak menjadi orang yang diceraikan atau (tertalak), karena ucapannya tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun jika ia berniat menceraikan, maka jatuhlah perceraian karena ucapannya mengadung kemungkinan perceraian\u201d (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi\u2019i, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 82)<\/p>\n\n\n\n Sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia memang diciptakan untuk saling mencintai ke berbeda jenis. Apabila ada seorang suami yang mudah tergoda dengan wanita lain, sesungguhnya ia tidak memikirkan dampak yang serius terhadap rumah tangganya. Hal ini telah diingatkan Rasulullah SAW dalam hadits sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n \u0625\u0650\u0646\u064e\u0651 \u0627\u0644\u0639\u064e\u0628\u0652\u062f\u064e \u0644\u064e\u064a\u064e\u062a\u064e\u0643\u064e\u0644\u064e\u0651\u0645\u064f \u0628\u0650\u0627\u0644\u0643\u064e\u0644\u0650\u0645\u064e\u0629\u0650\u060c \u0645\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062a\u064e\u0628\u064e\u064a\u064e\u0651\u0646\u064f \u0641\u0650\u064a\u0647\u064e\u0627\u060c \u064a\u064e\u0632\u0650\u0644\u064f\u0651 \u0628\u0650\u0647\u064e\u0627 \u0641\u0650\u064a \u0627\u0644\u0646\u064e\u0651\u0627\u0631\u0650 \u0623\u064e\u0628\u0652\u0639\u064e\u062f\u064e \u0645\u0650\u0645\u064e\u0651\u0627 \u0628\u064e\u064a\u0652\u0646\u064e \u0627\u0644\u0645\u064e\u0634\u0652\u0631\u0650\u0642\u0650 \u0648\u064e\u0627\u0644\u0645\u064e\u063a\u0652\u0631\u0650\u0628<\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: \u201cSesungguhnya ada hamba yang dia mengucapkan satu kalimat, yang tidak dia pikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya di neraka sejauh timur dan barat.\u201d (HR Bukhari dan Muslim)<\/p>\n\n\n\n Hal ini diperkuat dengan pandangan Syaikh Abdullah al-Aqil saat ditanya terkait dengan masalah ini. Ada seorang lelaki yang mengatakan \u201csaya belum menikah\u201d dengan tujuan bergurau. Namun kemudian diketahui ternyata dia telah menikah dan diapun mengakuinya. Dia beralasan \u201csaya hanya bergurau.\u201d Bagaimanakah hukumnya?<\/p>\n\n\n\n Berikut jawaban Syekh Abdullah al-Aqil:<\/p>\n\n\n\n \u201cPara ulama telah menyebutkan masalah ini, ketika suami ditanya, apakah anda punya istri? Lalu dia menjawab, \u201ctidak.\u201d Dan maksud dia adalah dusta, sama sekali tidak berniat cerai, maka istrinya tidak dianggap cerai. Karena kalimat ini adalah kalimat kinayah, yang butuh niat talak, dan suami (pada kasus di atas) tidak berniat cerai. Nabi saw bersabda: \u201csemua orang mendapatkan sesuai yang dia niatkan.\u201d<\/p>\n\n\n\n Meskipun mengaku lajang termasuk dalam kalimat kinayah dan membutuhkan niat dalam hal perceraian, sesungguhnya lelaki yang punya istri mengaku lajang tidaklah baik. Sebab, istri akan merasa dibohongi, ditipu, dan dikhianati sehingga hal demikian berpotensi menimbulkan perceraian. <\/p>\n\n\n\n