Pecihitam.org –<\/strong> Siapa yang tidak kenal dengan Imam Abu Hanifah? Ulama yang bernama asli Nu’man bin Tsabit ini dikenal sebagai penggagas Madzhab Hanafi yang sangat cerdas. Salah satu bukti kecerdasannya, di usia remajanya yang baru menginjak tahun, Abu Hanifah yang merupakan murid kesayangan Imam Hammad ini pernah menang debat melawan seorang atheis.<\/p>\n\n\n\n Adalah Dahri, seorang atheis yang sempat membuat resah dunia Islam di Baghdad, Irak waktu itu. Menurut versi yang lain, Dahri bukanlah seorang atheis melainkan seorang pendeta Yahudi. Terlepas dari perbedaan itu, kali ini kami akan memaparkan kisah bagaimana seorang Imam Hanafi yang waktu itu masih sangat belia bisa mengalahkan seorang Dahri yang menjadi fenomena waktu itu.<\/p>\n\n\n\n Cerita ini bermula ketika seorang bernama Dahri datang ke Baghdad dan membuat gempar masyarakat muslim waktu itu dengan mencoba merusak keyakinan yang berkaitan dengan Ketuhanan. Para ulama pun mencoba berdebat dengannya. Namun sayangnya, setiap ulama yang berdebat argumen-argumen mereka mudah dipatahkan oleh Dahri. <\/p>\n\n\n\n Hal ini tentu kemudian membuat khalifah risau. Maka sang khalifah menyuruh para menterinya untuk meninjau di daerah lain. Barangkali ada seorang ulama yang bisa menandingi argumen-argumen Dahri. <\/p>\n\n\n\n Kemudian para tusan khalifah menemui Imam Hammad bin Sulaiman, salah seorang tokoh teolog mazhab Asy’ari. Ia juga merupakan guru dari Imam Abu Hanifah.<\/p>\n\n\n\n Setelah para utusan itu menyampaikan kerisauan sang khalifah, maka disepakatilah akan dilakukan debat terbuka antara Imam Hammad dengan Dahri. Selain itu, sang khalifah meminta agar perdebatan itu dilakukan di masjid jami’ agar bisa disaksikan oleh banyak orang. <\/p>\n\n\n\n Kontan saja, masyarakat yang mendapatkan informasi tentang akan diadakannya debat, mereka ramai-ramai sudah mendatangi masjid sehari sebelum perdebatan dimulai.<\/p>\n\n\n\n Mereka sangat menaruh harapan kepada Imam Hammad karena beliaulah satu-satunya ulama yang diharapkan bisa mengalahkan Dahri. <\/p>\n\n\n\n Sementara itu, di rumahnya Imam Hmmad tidak berhenti berdzikir dengan mengucapkan tasbih, mensucikan keesaan Allah. Baginya membicarakan tentang Ketuhanan adalah bunalah hal sepele. Tidak sabar rasanya ingin membungkam Dahri yang telah membuat keruh suasana.<\/p>\n\n\n\n Jumat pagi harinya, Imam Abu Hanifah yang waktu itu masih sangat belia datang menghadap gurunya. Tidak seperti biasanya, ia mendapati gurunya sepertinya dalam kegentingan.<\/p>\n\n\n\n Imam Hammad pun menceritakan keadaan yang sebenarnya perihal rencana perdebatan dengan Dahri. Waltu itu pula, Imam Hammad teringat akan mimpinya semalam, lalu disampaikanlah kepada muridnya itu. Abu Hanifah sebagai murid yang beradab menyimak dengan khidmat tentang mimpi gurunya.<\/p>\n\n\n\n “Aku bermimpi ada sebuah dusun yang amat luas lagi indah. Di sana kulihat ada sebatang pohon yang rindanng dan lebat buahnya. Tiba-tiba, di situ keluar seekor babi dari ujung desa. Lalu babi itu memakan habis buah yang masak nan ranum dari pohon itu. Hingga ke daun dan dahan-dahannya habis dikunyah.Yang tinggal cuma batangnya saja”<\/p>\n\n\n\n Waktu itu juga keluar seekor harimau dari umbi pohon rindang tadi. Lalu menerkam babi itu dengan gigi dan kukunya yang tajam. Kemudian babi tadi mati. <\/p>\n\n\n\n Setelah menceritakan mimpinya, Imam Hammad termenung seketika. Kekalutan pikiran yang telah diakibatkan Dahri bisa menggeser pegangan aqidah umat. Ini tidak bisa dibiarkan. Harus dihapus segera.<\/p>\n\n\n\n Wajahnya yang tenang bagai air sungai yang mengalir jernih, masih nampak bercahaya walau di saat yang begitu genting. <\/p>\n\n\n\n