Pecihitam.org- <\/strong>Jam\u2019u dan Farqu merupakan dua istilah yang berlaku di kalangan ahli sufi. Abu Ali Ad-Daqaq pernah menyampaikan, \u201cAl-Farqu dihubungkan pada Anda, sedangkan Al-Jam\u2019u adalah sesuatu yang dicabut dari Anda.\u201d<\/em><\/p>\n

Maksud dari perkataan beliau adalah, pelaksanaan ibadah yang keberadaannya merupakan hasil upaya salik, dan hal-hal yang hanya patut dengan tingkah keadaan kemanusiaan dinamakan farqu.<\/p>\n

Sedangkan apa-apa yang berupa penampakan arti, penguluran kelembutan, dan penuangan kebagusan yang hanya bisa dihubungkan dengan Al-Haqq adalah Al-Jam\u2019u.<\/p>\n

Barangsiapa yang dijadikan saksi oleh Al-Haqq untuk mempersaksikan semua perilakunya dengan ketaatan dan penentangan pada yang tidak benar, maka dia merupakan seorang salik yang disifati farqu.<\/p>\n

Dan barangsiapa yang dijadi\u00adkan saksi oleh Al-Haqq guna menguasai dirinya berupa penam\u00adpakan perilaku-perilaku ketuhanan Dzat Yang Mahasuci, maka dia merupakan seorang salik yang diberi kesaksian jam\u2019u. Dengan demikian, penetapan kemakhlukan melalui pintu farqu, dan pene\u00adtapan ke-hakikat-an (ketuhanan Dzat Al-Haqq) melalui sifat jam\u2019u.<\/p>\n

Syarat untuk menjadi seorang salik<\/a> harus pernah mengalami jam\u2019u dan farqu. Seseorang yang tidak pernah mengalami farqu, ibadahnya tidak bernilai. Seseorang yang tidak pernah mengalami jam\u2019u, dia tidak mungkin mencapai maqam makrifat.<\/p>\n

Firman Allah yang berbunyi iyyaaka na\u2019budu (QS. Al-Fatihah: 4) merupakan isyarat akan adanya farqu. sedangkan iyyaaka nasta\u2019iin (QS. Al-Fatihah: 5) merupakan gambaran keberadaan jam\u2019u.<\/p>\n

Jika salik berdialog dengan Tuhannya melalui bisikan lidah\u00adnya dengan meletakkan dirinya dalam posisi sebagai pengadu, pendoa, pemuji, pengucap syukur, atau pemunajat, maka haki\u00adkatnya dia dalam posisi farqu.<\/p>\n

Jika dia memperdengarkan dengan kekuatan rahasianya pada sesuatu yang dimunajatkan kepada Maulanya (maksudnya Allah Zat Yang mengatur dirinya), dan memperdengarkan dengan telinga batinnya pada sesuatu yang didialogkan tentang apa-apa yang dimunajatkan, diserukan, atau yang dipahami kedalaman maknanya, atau isyarat-isyarat hati\u00adnya dan kesaksian-kesaksian ruhnya, maka dia dalam posisi jam\u2019u.<\/p>\n

Abu Ali Ad-Daqaq pernah berkata, \u201cSeorang penyanyi sedang men\u00addendangkan gubahan lagu-lagunya di hadapan Abu Sahal Ash-Sha\u2019luki. Salah satu gubahannya berbunyi: Saya menjadikan (ja\u2019altu) kesucian pandanganku kepadamu. Padahal ketika itu Abul Qasim An-Nashr Abadzi sedang di situ. Maka Abu Sahal menim\u00adpalinya, \u2018Idalta (engkau jadikan),\u2019 dengan di-fathah huruf ta\u2019-nya. Sementara An-Nashri Abadzi mengomentari, \u2018Balja-altu (bahkan aku jadikan),\u2019 dengan di-dhammah huruf ta\u2019-nya.\u201d<\/span><\/em><\/p>\n

Artinya, seseorang yang mengatakan ja\u2019altu (aku jadikan) dengan di-dhamah ta\u2019-nya, hakikatnya mengabarkan tentang ke\u00adadaan dirinya. Seakan-akan dia mengatakan \u201cinilah\u201d (saya).<\/p>\n

Jika mengatakan ja\u2019alta (Engkau menjadikan) dengan di-fathah ta-nya, seakan-akan dia membebaskan dirinya dari keberadaan \u201cterbe\u00adbani\u201d (upaya). Bahkan, dia mengatakan pada Maulanya (Allah), \u201cEngkaulah Dzat Yang Mengkhususkanku dengan ini, bukan saya (sendiri yang) dengan (berbagai upaya) membebaniku.\u201d<\/em><\/span><\/p>\n

Yang pertama berada di atas kegelisahan tuntutan (beban kewajib\u00adan). Yang kedua berada dengan sifat \u201ckebebasan\u201d (kosong atau ketiadaan dirinya) dari kekuatan dan pengakuan akan pemilikan keutamaan dan anugerah. Perbedaan dua posisi ini juga bisa dilihat dalam dua pemyataan doa salik.<\/p>\n

Yang pertama berdoa \u201cdengan kesungguhanku saya berdoa kepada-Mu\u201d<\/em> (didalam maqam farqu). Yang kedua berdoa \u201cdengan keutamaan dan kelem\u00adbutan-Mu saya mempersaksikan (diriku) pada-Mu<\/em>\u201d ,(dia dalam maqam jam\u2019u).<\/p>\n

Adapun jam\u2019ul jam\u2019i posisinya berada di atas semua ini. Dalam posisi demikian manusia juga berbeda-beda tergantung pada perbedaan keadaan dan derajat mereka. Barangsiapa mene\u00adtapkan (mengakui keberadaan) dirinya, berarti dia menetapkan (keberadaan) kemakhlukannya (farqu).<\/p>\n

Jika semua kesaksiannya didudukkan bersama Al-Haqq, maka dia di alam jam\u2019u. Akan tetapi, jika dirinya disambar dari kesaksian kemakhlukannya, kemudian didamaikan dan diambil segenap rasa yang menyang\u00adkut keseluruhan kemakhlukannya yang tampak, lalu dikuasakan padanya dari wewenang hakikat (Al-Haqq), maka demikian itu dinamakan jam\u2019ul jam\u2019i.<\/p>\n

Farqu adalah kesaksian untuk Allah yang berubah-ubah. jam\u2019u merupakan kesaksian bersama Allah. Sedangkan jam\u2019ul jam\u2019i merupakan kehancuran diri (yang berkaitan) dengan keseluruhan alam dan kelenyapan rasa (yang berkaitan) dengan sesuatu selain Allah ketika nilai hakikat mengalahkan dirinya.<\/p>\n

Keadaan yang sangat mulia ini (am\u2019ul jam\u2019i<\/em>) oleh kaum sufi<\/a> dinamakan farqu kedua. Maqam ini mengembalikan salik pada keadaan shahumn (sadar) ketika waktu-waktu penunaian kewajib\u00adan hadir.<\/p>\n

Kesadarannya bersamaan kehadiran waktu dimaksud\u00adkan untuk memberlakukan baginya pelaksanaan beberapa kewa\u00adjiban tepat pada saat waktunya tiba.<\/p>\n

Dengan demikian, salik kem\u00adbali kepada, untuk, dan dengan Allah, tidak untuk dan dengan hamba. Sehingga, dia memungkinkan untuk mempelajari (meni\u00adti-niti) dirinya dalam lingkup gerakan Al-Haqq.<\/p>\n

Dia menyaksikan tempat penampakan Dzat dan Wujud-Nya dengan qudrat-Nya Serta tempat aliran perbuatan-perbuatan dan beberapa keadaan-Nya pada dirinya dengan ilmu dan kehendak-Nya.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org- Jam\u2019u dan Farqu merupakan dua istilah yang berlaku di kalangan ahli sufi. Abu Ali Ad-Daqaq pernah menyampaikan, \u201cAl-Farqu dihubungkan pada Anda, sedangkan Al-Jam\u2019u adalah sesuatu yang dicabut dari Anda.\u201d Maksud dari perkataan beliau adalah, pelaksanaan ibadah yang keberadaannya merupakan hasil upaya salik, dan hal-hal yang hanya patut dengan tingkah keadaan kemanusiaan dinamakan farqu. Sedangkan […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":45736,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[17],"tags":[10705],"yoast_head":"\n